Di dalam kehidupan ini, manusia selalu butuh untuk melakukan introspeksi diri agar dapat memaknai segala hal yang dilewatinya dengan bijaksana.
Semua yang kita saksikan, dengarkan, hingga yang kita alami selalu mengandung pembelajaran.
Andaikan semua ciptaan Tuhan yang ada di alam semesta mampu berdialog, maka mereka barangkali akan menyampaikan pembelajaran yang berharga bagi manusia.
Hal itulah yang berusaha disampaikan oleh Yulius Mukin dalam buku berjudul 'Kulit Kacang dan Isinya'.
Dengan mengambil analogi dari beberapa hal yang berlawanan dan berpasang-pasangan, penulis menyajikan dialog imajiner yang memudahkan kita untuk berefleksi.
Seperti dialog antara kulit kacang dan Isinya. Ibarat kacang yang dapat berbicara, barangkali ia akan selalu menyalahkan kulitnya yang mengekang kebebasan. Padahal, tanpa kulit, kacang tersebut akan sangat ringkih.
Tak heran, kita sering mendengar peribahasa tentang "kacang lupa pada kulitnya" yang menyindir orang-orang yang mudah untuk sombong dan tidak tahu berterima kasih.
Selain kisah dari kacang dan kulitnya, ada beberapa dialog menarik lain yang diangkat oleh penulis.
Seperti dialog antara roda depan dan roda belakang yang berputar silih berganti, dan menjadi analogi dari kehidupan dengan seluruh pasang surutnya.
Ada pula percakapan antara gigi dan tusuk gigi yang sekilas konyol tapi sebenarnya menohok.
Pada intinya, nasib tusuk gigi itu begitu malang karena hanya menjadi alat untuk menghilangkan kotoran, lalu selanjutnya akan dibuang.
Tak jarang, ia begitu tajam dan melukai sehingga masih kerap disalahkan juga.
Tapi jika kita merenungi, sebagai manusia kita butuh suatu 'alat' seperti tusuk gigi.
Meski tajam, kecil, dan sekilas terlihat tidak berharga, tapi ia tetap sesuatu yang bermanfaat dan tidak bisa digantikan dengan alat yang lain.
Jika sebuah tusuk gigi bisa berbicara, ia mungkin akan protes kepada manusia yang sering sekali melupakan jasanya yang terlihat remeh tapi sebenarnya amat dibutuhkan.
Selain beberapa hal di atas, masih ada banyak analogi yang menarik untuk direnungkan lewat buku ini.
Hanya saja, ada beberapa pembahasan yang terasa klise.
Sebab format buku ini adalah percakapan, dialog yang disajikan oleh penulis terasa kurang alamiah dan terkesan dipaksakan.
Saya masih menangkap pesan-pesan yang terasa menggurui.
Tapi secara umum, buku ini cukup inspiratif. Terlepas dari kekurangannya, buku ini tetap cocok untuk dibaca oleh remaja atau pembaca yang membutuhkan renungan tentang introspeksi diri yang ringan.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Berpikir Non-Linier, Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Otak
-
Ulasan Buku The Little Furball, Kisah Manis tentang Menghadapi Perpisahan
-
Ulasan Buku I'm (not) Perfect, Menyorot Ragam Stigma tentang Perempuan
-
Ulasan Buku Dolpha: Empat Anak Sahabat Laut, Petualangan Seru Anak Pesisir
-
Ulasan Buku 365 Ideas of Happiness, Ide Kreatif untuk Memantik Kebahagiaan
Artikel Terkait
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Mengenal Puisi Sederhana Penuh Makna dalam Buku Perjamuan Khong Guan
-
Ulasan Novel Jar of Hearts: Terungkapnya Kasus Pembunuhan Setelah 15 Tahun
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
-
Ulasan Novel Perempuan di Titik Nol: Membongkar Dunia Patriarki bagi Wanita
Ulasan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Mengenal Puisi Sederhana Penuh Makna dalam Buku Perjamuan Khong Guan
-
Ulasan Novel Jar of Hearts: Terungkapnya Kasus Pembunuhan Setelah 15 Tahun
-
5 Film Korea 2025 Beragam Genre yang Pantang Buat Kamu Lewatkan, Ada Mickey 17
-
Review Film One to One - John and Yoko: Aktivisme, Seni, dan Politik
Terkini
-
Snow White Dilarang Tayang di Lebanon Imbas Negara Asal Gal Gadot
-
AFF Bentuk Tim ASEAN All Stars, Perlukah Para Pemain Timnas Indonesia Turut Serta?
-
4 Ide OOTD Youthful ala Jiwoo Hearts2Hearts, Sederhana tapi Tetap Memikat!
-
Blak-blakan! Sandy Walsh Ngaku Beruntung Bela Timnas Indonesia Sejak Awal
-
Hanya Satu Pemain yang Masuk Tim ASEAN All Stars, Pendukung Timnas Indonesia Siap Kecewa