Berlatar di Pulau Jeju pada tahun 1950-an, drama Korea When Life Gives You Tangerines menyoroti perjuangan seorang wanita muda dalam lingkungan yang berpengangan erat pada budaya patriarki.
Hal ini jelas bertentangan dengan pemikiran tokoh utama yaitu Oh Ae Sun, yang dibintangi oleh IU. Dalam drama ini, Oh Ae Sun digambarkan sebagai perempuan dengan karakteristik yang keras kepala dan memiliki impian besar menjadi seorang penyair. Impiannya untuk mendapat pendidikan tinggi dan menjadi penyair tentu saja ditolak mentah-mentah oleh orang-orang setempat.
Istilah patriarki, dikutip dari Media Mondiale merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem hubungan sosial, nilai-nilai, norma-norma, dan pola-pola perilaku yang sebagian besar dibentuk oleh laki-laki dan yang mendorong posisi istimewa bagi laki-laki. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan antara hak bagi laki-laki dan perempuan.
Budaya patriarki ini bisa kita amati melalui drama Korea When Life Gives You Tangerines. Drama yang tayang sejak 7 April 2025 lalu ini menyoroti secara jelas bagaimana budaya patriarki yang masih sangat kental pada tahun 1950-an. Berikut adalah beberapa bukti budaya patriarki yang terjadi di drama When Life Gives You Tangerines:
1. Perempuan tidak boleh berpendidikan tinggi
Pada tahun 1950-an, perempuan dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi. Meski pada saat itu sudah ada sekolah dasar dan sekolah menengah, perempuan dengan keluarga ekonomi menengah kebawah kesulitan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
Pada masa itu masyarakat juga percaya bahwa pendidikan tinggi tidak begitu penting bagi perempuan. Hal ini karena setelah menikah perempuan wajib untuk menjadi Ibu rumah tangga atau bekerja sebagai petani dan perikanan.
Oleh karena itu, meski Oh Ae Sun sangat berprestasi di sekolah, ia mengubur mimpinya untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Pada saat ia berada di sekolah menengah, Oh Ae Sun dikeluarkan dari sekolah karena ia kabur bersama Yang Gwan Sik. Masa itu perempuan dianggap bersalah, meskipun ia kabur atas dasar keinginan bersama.
2. Perempuan harus menjadi ibu rumah tangga setelah menikah
Pada masa itu, setelah menikah, perempuan Pulau Jeju wajib mengurus rumah tangga dan tinggal di rumah mertua, terutama apabila ia menikahi putra pertama keluarga. Perempuan pada masa itu diwajibkan fokus dalam mengurus rumah dan membesarkan anak. Sementara bagi perempuan Jeju hanya diperbolehkan bekerja sebagai hanyeo (penyelam wanita) atau berjualan ikan hasil tangkapan dari suaminya.
Demikian pula yang terjadi kepada Oh Ae Sun. Setelah ia menikah dengan Yang Gwan Sik, Oh Ae Sun tinggal di rumah mertuanya, Ibu dari Yang Gwan Sik. Ae Sun setiap hari bertanggung jawab mengurus rumah dan mengasuh anaknya.
Namun meski sudah menjalankan tanggung jawab, Oh Ae Sun masih dianggap kurang oleh keluarga suaminya. Yang Gwan Sik akhirnya memutuskan untuk membawa Oh Ae Sun dan anaknya untuk pindah dan tinggal di rumah lain. Meski hidup dalam kekurangan, Yang Gwan Sik dan Oh Ae Sun hidup bahagia dan harmonis tanpa adanya campur tangan dari keluarga.
3. Perempuan tidak boleh makan semeja dengan anggota keluarga suami
Dalam beberapa scene ketika Oh Ae Sun menikah dengan Yang Gwan Sik, mereka makan di meja yang berbeda. Terdapat dua meja makan yang berbeda, yaitu meja makan untuk pihak laki-laki dan meja makan untuk pihak perempuan. Yang Gwan Sik makan bersama ayahnya dan juga nenek dari ayahnya, sementara Oh Ae Sun bersama anaknya, makan di meja dengan Ibu dari Yang Gwan Sik.
Etika makan pada era Joseon masih digunakan pada tahun 1950-an. Pihak perempuan bertugas untuk menyiapkan makanan, menyusun meja, dan mencuci piring. Sementara pihak laki-laki hanya menikmatinya saja. Tidak hanya itu, jumlah makan pada pihak laki-laki juga lebih lengkap dibanding jumlah makanan di pihak perempuan.
Dalam drama ini, Yang Gwan Sik, sebagai suami Oh Ae Sun sukses membuat penonton kagum. Pada masa itu, Yang Gwan Sik dianggap menjadi pria pertama yang melanggar aturan tersebut. Ia lebih memilih makan bersama istri dan anaknya.
4. Perempuan tidak boleh naik kapal nelayan
Pulau Jeju merupakan salah satu daerah penghasil ikan terbesar di Korea Selatan. Mayoritas masyarakat di sana berprofesi sebagai seorang nelayan. Pada tahun 1950-an, masyarakat Pulau Jeju percaya bahwa perempuan tidak boleh menaiki kapal nalayan. Apabila melanggarnya, maka raja naga, akan marah dan mendatangkan bencana. Maka dari itu perempuan Pulau Jeju hanya diperbolehkan mencari nafkah dengan menyelam sebagai hanyeo.
Lagi-lagi drama ini kembali bikin senyum-senyum sendiri. Yang Gwan Sik kembali mematahkan aturan tersebut. Ia mengajak istri dan anaknya menaiki kapal barunya bersama.
5. Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin
Salah satu tindakan patriarki adalah larangan perempuan menjadi seorang pemimpin. Perempuan dianggap sebagai sosok lemah yang tidak mampu memimpin suatu kelompok.
Saat masih berada di sekolah dasar, Oh Ae Sun terpilih menjadi ketua kelas dengan memperoleh suara terbanyak. Namun yang menjadi ketua kelas justru teman laki-lakinya dengan suara terbanyak kedua. Guru Oh Ae Sun bersikeras bahwa Ae Sun tidak layak untuk menjadi pemimpin karena ia adalah seorang perempuan.
Setelah menjadi ibu, Oh Ae Sun kembali mencalonkan diri menjadi Ketua Organisasi Nelayan Dodong-ri. Namun ia kembali diremehkan oleh masyarakat karena ia adalah seorang wanita. Oh Ae Sun akhirnya menjadi wakil ketua bersama Bu Sang Gil yang diperankan oleh Choi Dae Hoon. Beberapa waktu kemudian, Oh Ae Sun berhasil menjadi pemimpin karena Bu Sang Gil terlibat skandal perselingkuhan. Oh Ae Sun sukses membuktikan bahwa sebagai perempuan ia layak menjadi seorang pemimpin.
Nah, itu dia beberapa potret budaya patriarki yang bisa kita lihat melalui drama When Life Gives You Tangerines. Sudah seharusnya kita mulai berpikiran maju dan menyadari bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama.
Baca Juga
-
Ulasan Novel Rindu karya Tere Liye: Perjalanan Panjang Menemui Makna Hidup
-
Ulasan Novel Aliens on Vacation: Menginap Bersama Alien!
-
Ulasan Novel Three Dark Crowns: Pertarungan Tiga Saudari
-
Ulasan Novel A Wrinkle in Time: Perjalanan Panjang Ruang dan Waktu
-
Ulasan Novel Tuesdays With Morrie: Menemukan Makna pada Setiap Perjalanan
Artikel Terkait
-
Resmi Tamat, 3 Pemain Undercover High School Ungkapkan Rasa Terima Kasih
-
Sinopsis Drama Korea Scandal, Dibintangi Son Ye Jin, Ji Chang Wook Hingga Nana
-
Jadi Cameo 'The Divorce Insurance', Jo Bo Ah Bakal Perankan Biksu Wanita?
-
4 Drama Korea Tayang Bulan April, Mana yang Paling Kamu Tunggu?
-
4 Pesona Pria Populer di Crushology 101, Ada Lee Chae Min dan Hong Min Ki
Ulasan
-
Review Anime 2.5 Jigen no Ririsa, Menemukan Jati Diri di Dunia Cosplay
-
Alur Manis, Film '500 Days of Summer': Temui Cinta dan Pahitnya Kenyataan
-
Ulasan Novel Rindu karya Tere Liye: Perjalanan Panjang Menemui Makna Hidup
-
Ulasan Novel A Pocket Full of Rye: Pengkhianatan dan Keserakahan Keluarga
-
Dungeons and Dragons: Honor Among Thieves, Saat Game RPG Dijadikan Film
Terkini
-
5 Rekomendasi Anime Berlatar Sekolah Sihir dengan Kisah Magis yang Seru
-
Lebaran: Hari Kemenangan Sekaligus Kekalahan
-
Resmi Tamat, 3 Pemain Undercover High School Ungkapkan Rasa Terima Kasih
-
Gegara Belum Pulih Cedera, Anthony Ginting Harus Absen Lagi dari Badminton Asia Championships 2025
-
Beomgyu TXT Sampaikan Pesan Berani Hadapi Rasa Takut Lewat Mixtape Panic