Bayangkan Sobat Yoursay tinggal di lingkungan yang selama puluhan tahun menjadi tempat tumbuh dan berakar. Kamu mengenal nama-nama di toko pojok, bau roti dari bakery kecil tiap pagi, dan suara anak-anak bermain di gang sore hari. Lalu perlahan, semua itu berubah—ditelan proyek ambisius dan janji ‘kemajuan’. Itulah kenyataan yang coba diangkat dalam film dokumenter: ‘Emergent City’ garapan Kelly Anderson dan Jay Arthur Sterrenberg.
Diproduksi New Day Films, dokumenter berdurasi ±95 menit ini nggak menyuguhkan bintang film yang gemerlap, melainkan tokoh-tokoh nyata dari lingkungan Sunset Park, Brooklyn.
Ya, mereka jelas bukan aktor, tapi warga, pekerja, politisi lokal, dan para aktivis yang mencoba mempertahankan identitas komunitas mereka. Dan lawan mereka bukanlah monster atau makhluk fiktif, tapi sesuatu yang lebih nyata dan seringkali lebih menakutkan, yakni pengembang properti raksasa.
Seperti apa kisahnya? Sini merapat!
Dokumenter Emergent City kisahnya fokus ke kawasan bernama Industry City, yang terletak di tepi pantai Brooklyn, nggak jauh dari Bay Ridge. Industry City merupakan area industri seluas 35 hektar yang masih mempertahankan aktivitas manufaktur, salah satu sisa-sisa denyut ekonomi lokal di tengah arus outsourcing global.
Namun ketika kawasan itu dibeli konsorsium properti yang dipimpin Jamestown Properties—perusahaan yang pernah membeli Chelsea Market dan kemudian menjualnya ke Google—kekhawatiran pun mulai muncul.
Warga lokal, mayoritas keturunan Meksiko dan kelompok imigran lainnya, melihat bayangan masa depan yang suram. Kawasan mereka bisa saja akan dirombak menjadi mal mewah, restoran trendi, dan apartemen kosong yang dibeli sebagai investasi ketimbang tempat tinggal.
Nah, dokumenter ini mengikuti perjuangan warga Sunset Park yang bersatu melawan rencana rezoning kawasan Industry City dari zona industri menjadi zona campuran.
Sengeri itu memang dan berikut kesan-kesan yang kurasakan:
Impresi Selepas Nonton Film Emergent City
Aku dibuat terpikat gaya penyutradaraan Anderson dan Sterrenberg yang nggak terkesan menggurui. Mereka nggak memaksakan emosi lewat musik dramatis atau narator yang cerewet. Sebaliknya, mereka ngasih ruang buat penonton untuk menyerap informasi, menilai dinamika konflik, dan akhirnya memilih posisi sendiri. Aku sih lebih simpati ke pihak yang dirugikan, biarpun ada alasan-alasan di balik itu semua.
Ini adalah jenis dokumenter “old-school” yang menaruh kepercayaan pada kecerdasan penontonnya.
Salut deh dengan gimana dokumenter ini menempatkan diriku di tengah-tengah masyarakat Sunset Park. Aku bisa merasakan kecemasan mereka dalam setiap rapat komunitas, setiap aksi unjuk rasa, hingga ketegangan saat menghadapi wakil pengembang dalam forum publik. Di sinilah sisi emosional film bekerja saat memperlihatkan perjuangan nyata yang bukan direka-reka.
Saya juga terkesan bagaimana film ini menyajikan tokoh-tokohnya secara seimbang. Aku melihat warga lokal penuh semangat, tapi juga terkadang nggak terorganisir dan berselisih pendapat. Di sisi lain, para wakil pengembang tampil dengan sikap profesional tapi seringkali terdengar licin, penuh jargon, dan menghindar dari pertanyaan penting seperti: “Akan ada berapa banyak pekerjaan untuk warga lokal?” dan “Apakah akan ada jaminan hunian terjangkau?”
Ada satu adegan yang bikin frustrasi dan gedeg, saat ada pengacara dari pihak pengembang menolak berkomitmen pada apa pun yang membatasi mereka, dengan alasan “ingin menjaga semua opsi tetap terbuka”. Rasanya seperti menonton negosiasi antara dua pihak dengan kekuatan yang jauh dari seimbang.
Oke deh. Buat Sobat Yoursay yang mau nonton bisa kunjungi JustWatch.
Skor: 4/5
Baca Juga
-
Drama Religi yang Menguras Emosi, Film Air Mata Mualaf Wajib Ditonton
-
Prekuel The Conjuring Resmi Digarap! Siap Bongkar Asal Usul Setan?
-
Review Film Shutter: Ada Setan di Foto yang Meneror Lewat Dosa Masa Lalu
-
Review Film She Walks in Darkness: Misi Gelap di Balik Pengkhianatan
-
Tatkala Abadi Nan Jaya Jadi Fenomena Global
Artikel Terkait
-
Review Film Havoc: Aksi Brutal Detektif Korup yang Bikin Deg-degan!
-
Keseruan Vanesha Prescilla dan Asha Assuncao Dilatih Akting oleh Rukman Rosadi
-
Film Look Back Raih 'Best Animated of The Year' di Japan Movie Critics ke-34
-
Masuk Pekan Kedua, Sinners Bertahan di Puncak Box Office dengan Rp758 M
-
Emma Mackey Digaet Main Jadi The White Witch dalam Film Terbaru Narnia
Ulasan
-
Ulasan Novel My Darling Dreadful Thing, Cerita Horor di Rumah Tua Beckman
-
Review Film Maju Serem Mundur Horor: Sajian Tawa dan Horor dalam Satu Paket
-
Novel Stranger, Kisah Emosional Anak dan Ayah dari Dunia Kriminal
-
Reading Slump? 5 Rekomendasi Graphic Book ini Bisa Kembalikan Minat Bacamu
-
Potret Kekerasan Ibu-Anak dalam Novel 'Bunda, Aku Nggak Suka Dipukul'
Terkini
-
7 Rekomendasi Lipstik Lokal dengan Warna Intens untuk Bold Makeup Look
-
Timnas U-17 Dapat Lebih Banyak Dukungan Suporter daripada Senior, Kok Bisa?
-
10 Tahun 'Reply 1988': Ryu Jun Yeol Sempat Absen, Akhirnya Muncul di Acara Spesial
-
Dua Bulan Aman, Aura Kartu Kuning Justin Hubner Akhirnya Muncul Lagi!
-
Demi Mental Health Anak, Masayu Anastasia dan Lembu Kompak Meski Berpisah