Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Tika Maya Sari
Tradisi Manten Tebu dalam Poster Film Pabrik Gula (2025). (imdb.com)

Kalau ditanya film apa yang sedang ramai dan hangat diperbincangkan saat ini, pasti kebanyakan bakal menjawab Pabrik Gula.

Pabrik Gula merupakan film besutan sutradara Awi Suryadi, yang diangkat dari thread karya Simpleman dan dirilis tahun 2025 berbarengan dengan lebaran kemarin. Film ini menyajikan nuansa horor ala kejawen alias urband legend Jawa mengenai intrik sebuah pabrik gula, dengan bumbu komedi tipis. Script-ya sendiri ditulis oleh Lele Laila. Kabarnya, film ini nggak kalah heboh dari pendahulunya yaitu KKN di Desa Penari.

Pabrik Gula sendiri mengisahkan sekelompok pemuda yang bekerja menjadi buruh musiman di suatu pabrik gula. Namun, karena kecerobohan individu, mereka harus merasakan teror gaib yang mencekam. Hingga tersibaklah sejarah perjanjian sang pemilik pabrik gula tersebut dengan sosok gaib Maharatu demi kelangsungan produksi dan mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak.

Namun, yang mau saya bahas adalah Maharatu itu sendiri. Ada yang berpikir sebagai perempuan karena ada istilah Ratu, tetapi, sejatinya nggak ada yang tahu. Nah, kalau dijabarkan secara luas, barangkali kita dapat mengerti kepingan-kepingan puzzle mengenai Maharatu.

Menurut KBBI, kata Maha memiliki makna:

  1. Amat, sangat, teramat, seperti kata: maha mulia, dan
  2. Besar, seperti kata: mahasiswa

Sedangkan kata Ratu dalam Pepak Basa Jawa ternyata nggak melulu merujuk pada gender perempuan. Dari sumber ini, akan kita jumpai sinonim Ratu yakni:

  1. Ratu, 
  2. Raja, 
  3. Aji, 
  4. Buminata, 
  5. Bumipati, 
  6. Bumipala, 
  7. Dhatu, 
  8. Katong, 
  9. Naradipa, 
  10. Naradipati, 
  11. Narpa, 
  12. Narpati, 
  13. Narendra, 
  14. Nareswara, 
  15. Nata, 
  16. Pamasa, 
  17. Prameswara, 
  18. Sri, dan 
  19. Sirbupati.

Secara umum, Ratu dalam Basa Jawa merujuk pada seorang pemimpin negeri atau wilayah ya. Contohnya seperti Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai pemimpin wilayah Jogjakarta.

Hal ini juga berlaku pada kisah-kisah pewayangan Jawa, dimana istilah yang digunakan juga Ratu, dan bukannya Raja. Meski begitu, Ratu juga bisa digunakan pada pemimpin bergender perempuan kok. Seperti contohnya Ratu Elizabeth II.

Selain itu, istilah Ratu juga digunakan oleh Mahisa Cempaka yang bergelar Ratu Anghabaya, dalam memimpin Kerajaan Singosari bersama sepupunya yaitu Ranggawuni. Dimana kebersamaan mereka disebut-sebut sebagai masa keemasan, ketika dua naga berada dalam satu liang, atau dua singa muda kebangsaan wangsa Rajasa. (Pawarta Jatim).

Sehingga, dengan penjabaran tadi saat ditarik kesimpulan bahwa Maharatu barangkali bermakna sebagai raja atau pemimpin tertinggi entitas gaib dalam film Pabrik Gula. Terlepas dari wujudnya bagaimana, saya pikir dengan satu kata ini saja sudah cukup mewakili kasta-kasta yang ada disana.

Namun, kata Ratu juga bisa bermakna 'bilangan besar' dalam intrik perhitungan perjodohan ala Jawa. Jadi, masing-masing weton dari kedua calon pengantin akan dihitung menjadi satu. Bila jumlahnya mencapai 30 atau lebih, hal inilah yang disebut Ratu. Contohnya seperti weton Kamis Kliwon dan Rabu Pahing yang kalau ditotal akan mencapai angka 31.

Jadi, untuk kawan-kawan yang bertanya apakah Ratu selalu merujuk pada gender perempuan, maka jawabannya nggak selalu. Tergantung sejarah dan bahasa asal muasalnya juga. Kalau dengan Bahasa Jawa, yah bisa berarti Raja, atau pemimpin negeri seperti Presiden Prabowo juga sih.

Saya pikir, mungkin film ini cocok dinikmati secara nobar alias nonton bareng sih. Cuman, harus orang-orang bermental baja dan pemberani yang nonton. Kalau saya yang bermental tahu susu ini kayaknya nggak bakal kuat ya, haha! Soalnya baru membaca salah satu thread Simpleman saja hampir semalam nggak bisa tidur.

So, buat kamu yang sudah nonton filmnya, apakah bener sekeren dan seseru itu?

Tika Maya Sari