Siapa sangka cerita klasik Cinderella bisa dibawa ke arah yang begitu kelam dan mengerikan? ‘The Ugly Stepsister’, alias ‘Den stygge stesøsteren’ film asal Norwegia garapan Sutradara Emilie Kristine Blichfeldt, berhasil menciptakan reinterpretasi gelap dari dongeng legendaris itu.
Film ini tayang perdana di Sundance Film Festival pada 23 Januari 2025, dan dibintangi Lea Mathilde Skar-Myren sebagai Elvira, si saudara tiri yang merasa dirinya jauh dari kata cantik. Juga ada Ane Dahl Torp sebagai Rebekka, ibu tiri yang kejam, termasuk Thea Sofie Loch Næss sebagai Agnes, si “Cinderella” dalam cerita ini.
Sutradara Emilie Kristine Blichfeldt, kali ini menggali obsesi masyarakat akan kecantikan luar, lalu mengubahnya jadi kisah horor yang penuh darah dan kekerasan, tapi tetap mempertahankan nuansa magisnya. Masa sih? Sini kepoin kisahnya lebih detail!
Sekilas tentang Film The Ugly Stepsister
Film ini mengisahkan Elvira, gadis yang merasa dirinya sangat jauh dari standar kecantikan sosial, terutama saat dibandingkan dengan saudara tirinya, Agnes, yang cantik dan sempurna dalam segala hal.
Elvira, dengan paras jauh dari kata cantik; gigi nggak rata dan wajah berjerawat, tapi sangat ingin menarik perhatian Pangeran Julian (Isac Calmroth), yang sedang mencari calon istri di sebuah pesta dansa kerajaan.
Namun, karena status sosial keluarga yang sangat rendah dan kekurangannya dalam hal penampilan, Elvira merasa dirinya nggak layak bersanding dengan sang pangeran.
Ibu tirinya, Rebekka, melihat peluang untuk mengubah nasib mereka dan meyakinkan Elvira, bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan perhatian Pangeran Julian adalah dengan berubah secara drastis, yang tentu saja, melalui prosedur-prosedur sangat ekstrem.
Elvira dipaksa menjalani berbagai prosedur kecantikan yang mengerikan: hidungnya dipatahkan dan dipasang kembali, kawat giginya dicabut paksa, bulu mata palsu dijahit ke kelopak matanya, bahkan dia harus menelan telur cacing pita untuk menurunkan berat badan. Semua itu, bagi Rebekka, adalah harga yang pantas demi kecantikan yang sempurna.
Asli, ngeri banget!
Impresi Selepas Nonton Film The Ugly Stepsister
Film ini tuh, ibaratnya nggak cuma kritik buat standar kecantikan yang berlaku di masyarakat; lebih dari itu, ‘The Ugly Stepsister’ bak alegori yang menggambarkan seberapa jauh seseorang rela mengorbankan tubuh dan jiwanya demi diterima dunia yang menilai segalanya dari penampilan luar.
Plotnya nggak hanya menggambarkan keserakahan akan kecantikan, tapi juga kejamnya proses yang harus dijalani Elvira dalam mengejar impian yang pada dasarnya nggak lebih dari ilusi semata.
Dari sudut pandangku, film ini sangat mengganggu, tapi dari sisi positif sih.
Begini, setiap prosedur yang dijalani Elvira dipertontonkan dengan detail yang sangat grafis dan mengerikan. Mulai dari pengeluaran isi jerawat yang menjijikkan hingga prosedur optometri yang terinspirasi dari Film Un Chien Andalou, yang menggali horror fisik yang sulit dilupakan.
Ada semacam kegembiraan yang tecermin dari gaya penyutradaraan Blichfeldt yang begitu berani dan penuh gejolak. Setiap detail kecil, seperti suara perut Elvira yang bergemuruh saat dia menelan makanan sembunyi-sembunyi, itu sebenarnya cukup bikin tegang sih.
Yang paling kusukai tuh, film ini hadir dengan suasana yang kental nuansa gotik yang gelap dan misterius.
Selain itu terkait proses transformasi Elvira yang penuh darah dan rasa sakit. Semua itu bikin dimensi horornya terasa banget. Jadinya, aku kayak berada di dunia yang sangat kontras. Iya, di satu sisi ada keindahan alam dan kastil yang menawan, tapi di sisi lain ada kekejaman yang sangat nyata. Semua terasa seperti dunia terbalik.
Sebagai kritik terhadap standar kecantikan yang merajalela di masyarakat, film ini memang nggak tanggung-tanggung, bahkan mengandung alegori feminis yang cukup kuat.
Namun, ada kalanya film ini merasa agak berlebihan dalam menghadirkan pesannya. Setiap adegan yang memperlihatkan kekerasan atau proses kecantikan yang ekstrem seakan-akan mengulang pesan yang sama tanpa ada perubahan yang berarti.
Meskipun film ini mengungkapkan sisi gelap dari budaya kecantikan yang terlalu obsesif, aku malah menganggapnya film ini lebih menarik untuk ditonton sebagai eksperimen horor ketimbang sebagai film yang menawarkan introspeksi yang mendalam.
Apakah aku akan nonton ulang? Mungkin lain waktu di saat siap mental lagi.
Skor: 3/5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Serial Forever: Kisah Cinta Remaja dalam Genre Coming of Age yang Ngena di Hati
-
Review Film Only Yesterday: Sebuah Perjalanan yang Menyentuh Jiwa
-
Review Film Duplicity: Permainan Plotnya Kurang Matang
-
Review Film Swamp Dogg Gets His Pool Painted: Absurd, Nyentrik, tapi Unik!
-
Review Film When Marnie Was There: Menghanyutkan dan Menyentuh
Artikel Terkait
-
Review Film My Teacher, Ketika Cinta Tumbuh di Tempat Tak Terduga
-
Review Film Il Mare, Kisah Romansa Lintas Waktu yang Bikin Baper
-
Review Film Tabayyun: Menggali Luka, Mencari Cinta, dan Menerima Takdir
-
Review Film Hidden Face, Ketika Hasrat Tersembunyi Menguak Rahasia Gelap
-
Review Film Bonjour Tristesse: Adaptasi yang Lebih Kalem dan Nyeni
Ulasan
-
Dari Bom hingga Air Mata: Film Sayap-Sayap Patah 2 Pukau Penonton!
-
Review Serial Forever: Kisah Cinta Remaja dalam Genre Coming of Age yang Ngena di Hati
-
Review Novel The Lion Above the Door: Kisah Anak Mengungkap Sejarah yang Terlupakan
-
Ameku Takao no Suiri Karte: Ketika Logika dan Intuisi Bersatu Membongkar Penyakit Misterius
-
Ulasan Novel The Do-Over: Perjalanan Lily Lee Mencari Jati Diri yang Baru
Terkini
-
Perlawanan Ubed di Taipei Open 2025, Chou Tien Chen: Mentalitas Penantang
-
Lebih Cepat 20 Detik dari Marc Marquez, Johann Zarco Sempat Bikin Khawatir
-
Di Balik Kedermawanan Bill Gates: Risiko dan Tanggung Jawab Uji Vaksin TBC
-
6 Inspirasi Warna Rambut Blonde ala Winter Aespa, Wajah Makin Bersinar!
-
Perbedaan Lensa Zeiss Versus Leica pada Kamera Smartphone, Mana yang Terbaik?