Bagi seorang perempuan, menjaga penampilan adalah hal yang sering kali menjadi prioritas utama. Sebagai perempuan, kita sering kali lebih rewel ketimbang laki-laki ketika sudah membahas jerawat di wajah, hingga angka yang terpampang di timbangan.
Namun, terlepas dari obsesi tersebut, sebenarnya itu adalah hal yang lumrah. Apalagi jika diupayakan sebagai bagian dari mencintai diri sendiri (self love). Hal itulah yang dibahas dalam buku berjudul 'Move It' karya Cynthia Lamusu.
Cynthia yang akrab disapa Mama Thia ini terobsesi dengan gaya hidup sehat setelah pengalamannya memiliki bobot tubuh di atas batas normal. Namun, berkat tekadnya yang kuat, Mama Thia mampu menurunkan berat badan dengan total 22 kg dengan memperbaiki gaya hidup.
Semua itu bermula ketika Mama Thia menjadi seorang perjuang garis dua. Perjuangannya selama bertahun-tahun untuk menanti keturunan pada akhirnya membuahkan hasil. Di tahun ke-8 pernikahan, dengan mengikuti program bayi tabung, akhirnya Mama Thia dikaruniai sepasang bayi kembar.
Setelah kehadiran bayi yang begitu lama dinantikan, Mama Thia merasa bahwa saat itu hidupnya hanya ia dedikasikan untuk merawat dan membersamai tumbuh kembang si kecil. Hingga pada akhirnya ia lupa meluangkan waktu untuk diri sendiri.
Bahkan ia sempat berpikir ingin pensiun dari kariernya sebagai seorang penyanyi hanya demi anak-anak. Padahal, selama ini menyanyi adalah hobi sekaligus passion yang begitu ia nikmati sebagai seorang public figur.
Di tengah kemelut tersebut, berat badan Mia Thia pun naik drastis. Satu per satu masalah kesehatan mulai muncul. Mulai dari wajah yang breakout karena jerawat, hingga kadar haemoglobin dalam darahnya yang berada di bawah garis normal.
Mama Thia pun bertekad untuk mulai memperbaiki gaya hidup. Ia mulai membangun pola hidup sehat dengan rutin berolahraga hingga mengonsumsi makanan sehat.
Segala upaya tersebut ia lakukan dengan niat untuk lebih mencintai diri sendiri. Awalnya ia berpikir bahwa memperbaiki gaya hidup adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu.
Ia ingin mendedikasikan waktu untuk keluarga karena sadar bahwa kesehatan juga merupakan sebuah aset yang sangat berharga. Dengan fisik dan mental yang sehat, ia bisa terus menyaksikan tumbuh kembang anaknya yang mustahil ia dapatkan jika hanya terbaring lemah karena penyakit yang datang silih berganti.
Namun, kesadaran baru dimiliki Mama Thia setelah menjalani prosesnya. Yakni selain untuk keluarga, tujuan utama kita menjaga kesehatan tak lain diperuntukkan demi diri sendiri. Ini adalah bagian dari cara kita membangun self-love dalam diri.
"Kita sayang diri dulu, ketika kita sehat dan berdaya, otomatis kita bisa berbagi energi positif, cinta, kasih sayang, dan perhatian untuk orang-orang di sekitar kita." (Halaman 21)
Saya kira ini nasihat berharga untuk banyak perempuan. Khususnya mereka yang disibukkan dengan status sebagai seorang istri dan ibu. Bahwa jangan sampai pengorbanan kita untuk memprioritaskan keluarga membuat kita melupakan diri sendiri.
Justru ketika seorang perempuan bahagia, sehat secara fisik dan mental, mereka akan mampu memancarkan kebahagiaan tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.
Selain pentingnya self-love di atas, bagian lain yang saya sukai dari buku ini adalah bagaimana Mama Thia memaparkan sejumlah program yang realistis terkait olahraga harian dan cara menyusun menu sehat yang amat mudah untuk dipraktikkan.
Ia memaparkan sejumlah tips dan kiat berolahraga berdasarkan pengalaman pribadinya dengan menggunakan alat-alat olahraga yang sederhana. Tidak perlu nge-gym jika memang tidak sempat.
Dengan alat-alat yang murah meriah dan gampang diperoleh di online-shop pun, kita bisa menemukan inspirasi untuk berolahraga bahkan jika hanya sempat dilakukan di dalam rumah.
Jadi, bagi Sobat Yoursay yang tertarik untuk menyimak pengalaman Mama Thia terkait perjalanan mencintai diri sendiri lewat berolahraga dan pola hidup sehat, buku ini bisa menjadi bacaan yang menginspirasi!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
5 Rekomendasi Buku dari Lima Negara Berbeda, Jalan-jalan Lewat Bacaan!
-
Ulasan Novel I Will Blossom Anyway: Antara Keluarga dan Kebebasan Diri
-
Cerita Tentang Kutukan Keluarga dan Sihir Tua di Novel a Pinch of Magic
-
Perluas Akses Pendidikan di Tangerang Selatan, Anak Mitra Driver Ojol Dapat 50 Ribu Buku
-
Perjalanan Seorang Ibu Tunggal Menemukan Cinta dalam Novel bertajuk Sawyer
Ulasan
-
Bullying, Kasta Sosial, dan Anak Oknum dalam Manhwa Marked By King BS
-
Party Tanpa Alkohol! Kafe Kopi Nurul Nopal Buktiin Seru Nggak Butuh Bir
-
Pecah! Begini Keseruan Manhwa All I Want is A Dream Home Yang Amboi Banget!
-
Review Film Air Mata di Ujung Sajadah 2: Sekuel yang Menguras Air Mata
-
Review Film She Walks in Darkness: Misi Gelap di Balik Pengkhianatan
Terkini
-
4 Soothing Cream Centella Asiatica untuk Redakan Iritasi dan Cegah Breakout
-
4 Pelembab setelah Eksfoliasi untuk Kulit Lembap dan Skin Barrier Sehat!
-
Kesesatan Berpikir Generasi: Predikat Tak Harus Verba, Kenapa Kita Salah?
-
Aksi Nyata Sobat Bumi UNY, Wujud Kepedulian Mahasiswa untuk Desa dan Alam
-
Sea Games 2025: Tak Pasti Diperkuat Pemain Diaspora, Bagaimana Nasib Timnas Indonesia U-23?