Tak sedikit orang yang rela mengorbankan kenyamanan demi terlihat sukses di mata orang lain. Gaya hidup yang tampak mewah, pakaian bermerek, tempat nongkrong kekinian, semua dilakukan bukan semata karena kebutuhan, melainkan untuk menjaga citra diri di hadapan publik.
Buku “Hidup Itu Murah yang Mahal Gengsi Kita” karya Sabrina Ara menjadi pengingat bahwa hidup sebenarnya bisa sederhana, namun sering kali terasa rumit karena gengsi.
Dengan gaya bahasa yang santai tapi tetap menyentil, buku ini mengajak pembaca merenungi berbagai sisi kehidupan yang dipengaruhi oleh ego sosial.
Mulai dari alasan di balik munculnya gengsi, dampak negatifnya, hingga cara-cara untuk melepaskan diri dari tekanan sosial yang tidak perlu.
Salah satu poin utama yang dibahas dalam buku ini adalah bagaimana banyak orang sulit membedakan antara kebutuhan dan gaya hidup.
Misalnya, makan di luar setiap hari bukan karena lapar atau tidak bisa masak, tapi karena ingin terlihat kekinian dan mampu. Atau membeli ponsel terbaru padahal yang lama masih berfungsi dengan baik agar tak dianggap ketinggalan zaman.
Anak muda, sering kali terjebak dalam tekanan sosial yang tidak terlihat, yang membuat mereka merasa harus tampil sukses dan sempurna sepanjang waktu.
Buku ini juga mengupas tentang alasan di balik munculnya gengsi. Sebagian besar berasal dari ketakutan akan penilaian orang lain, keinginan untuk diterima dalam lingkungan tertentu, atau luka masa lalu yang membuat seseorang ingin membuktikan diri.
Ada beberapa ciri-ciri orang yang hidupnya dikendalikan oleh gengsi, antara lain sulit minta maaf, selalu ingin terlihat lebih unggul, enggan bertanya karena takut dianggap bodoh, bahkan rela utang demi terlihat kaya.
Di balik itu semua, mereka sebenarnya lelah mempertahankan topeng, tapi juga takut menunjukkan siapa diri mereka yang sesungguhnya.
Buku ini juga mengajak pembaca menyadari kerugian nyata dari hidup yang terlalu dikendalikan gengsi. Mulai dari keuangan yang jebol, hubungan yang tidak sehat, sampai stres berkepanjangan karena terus membandingkan diri. Gengsi juga membuat orang menolak kesempatan baik, hanya karena takut terlihat menurunkan standar.
Misalnya, seseorang menolak pekerjaan karena tidak sesuai passion, padahal secara finansial sangat dibutuhkan. Atau ingin selalu dihubungi lebih dulu dalam hubungan, karena gengsi untuk menunjukkan rasa butuh.
Buku ini menyentil fenomena orang-orang yang merasa dirinya paling benar, paling tahu, dan enggan dikritik. Gengsi, dalam bentuk ini, membuat seseorang sulit berkembang. Mereka tidak bisa menerima masukan, mudah tersinggung, dan tidak mau terbuka terhadap sudut pandang berbeda.
Bagian paling membumi dari buku ini adalah solusi dan saran untuk mengatasi gengsi berlebihan. Salah satunya adalah menerima diri dengan segala kekurangan. Tidak semua orang harus sempurna, dan itu tidak masalah.
Selain itu, buku ini menyarankan untuk mulai bersikap masa bodoh terhadap penilaian orang yang tidak relevan, dan berhenti membandingkan hidup kita dengan orang lain, terutama yang hanya kita lihat dari media sosial.
Kita juga diajak untuk mengendalikan ekspektasi terhadap diri sendiri maupun orang lain, serta membuka diri terhadap kritik yang membangun. Karena sering kali, gengsi adalah hasil dari ekspektasi yang tidak realistis dan ketakutan terhadap penilaian.
Buku “Hidup Itu Murah yang Mahal Gengsi Kita” adalah buku yang sangat cocok untuk dibaca oleh siapa pun yang sedang berjuang di era tampil sempurna ini. Sabrina Ara menulis dengan gaya yang akrab, seolah sedang berbicara langsung dengan pembaca.
Tanpa menggurui, ia mengajak kita untuk merenung, berdamai dengan diri sendiri, dan mulai hidup lebih jujur dan ringan. Karena pada akhirnya, yang paling membebaskan bukanlah pengakuan orang lain, tapi penerimaan kita terhadap diri sendiri.
Baca Juga
-
Ulasan Novel Heartbreak Motel: Potret Rasa di Balik Dunia Gemerlap Akting
-
Ulasan Buku Minta Dibanting: Sebuah Pelukan untuk Hati yang Patah
-
Ulasan Buku How to Die: Menyambut Kematian dari Segi Filsuf Romawi
-
Ulasan Novel 3726 mdpl: Saat Pendakian Membawa Cinta dan Luka
-
Ulasan Buku Who Are You: Mengungkap Jati Diri Lewat Tes Kokologi ala Jepang
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Janji: Ketika Ikrar Bukan Sekadar Kalimat Penenang
-
Ulasan Novel Bukan Pengantin Terpilih: Menumbuhkan Cinta dalam Pernikahan
-
Ulasan Buku Minta Dibanting: Sebuah Pelukan untuk Hati yang Patah
-
Ulasan Buku Radikus Makankakus: Pengalaman Pribadi Dibalut Komedi
-
Book Hangover: Ketika Terjebak Satu Buku yang Tak Bisa Dilupakan
Ulasan
-
Bukan Sekadar Cinta Monyet, Ini Makna Lagu Naniwa Danshi 'Ubu Love'
-
Review Anime Bungou Stray Dogs Season 3, Taktik Fyodor Mengancam Agensi
-
Ulasan Novel Janji: Ketika Ikrar Bukan Sekadar Kalimat Penenang
-
Ulasan Novel Heartbreak Motel: Potret Rasa di Balik Dunia Gemerlap Akting
-
Ulasan Novel Bukan Pengantin Terpilih: Menumbuhkan Cinta dalam Pernikahan
Terkini
-
Raih Rating Awal 100%, Weapons Digadang Jadi Film Horor Terbaik Tahun Ini
-
Nova Arianto Uji Konsentrasi Timnas Indonesia U-17, Persiapan Makin Matang?
-
5 HP Vivo RAM 8GB Harga 1 Jutaan: Cocok Buat Kamu yang Mau Ngebut
-
4 Pelembab Terbaik Harga Pelajar Rp40 Ribu, Bikin Wajah Cerah dan Lembab!
-
Akrab dengan Honda, Bos LCR Juga Bingung Kenapa Ai Ogura Pilih Trackhouse