Ulasan Film Fury: Pertempuran Sengit Melawan Satu Batalion Tentara Jerman

Ayu Nabila | Fachry Fadillah
Ulasan Film Fury: Pertempuran Sengit Melawan Satu Batalion Tentara Jerman
Poster Film Fury (IMDb)

Tak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan peperangan, kita semua tahu itu. Namun, ketika kedamaian dan kedaulatan negara kita sudah diserang dan dicabik-cabik oleh pihak lain, maka perang merupakan satu-satunya jalan keluar.

Hal itulah yang juga dilakukan oleh para prajurit Amerika Serikat yang tergabung dalam pasukan Sekutu pada Perang Dunia II, yang rela meninggalkan negaranya demi melaksanakan tugas memerangi pihak musuh yang telah mengganggu kedamaian dan kedaulatan negaranya.

Berbicara tentang perang, khususnya Perang Dunia II, pada kesempatan kali ini saya akan mengulas sebuah film dengan latar belakang pertempuran menjelang akhir Perang Dunia II. Penasaran dengan film yang akan saya ulas? Silakan baca artikel ini sampai tuntas!

Film berlatar belakang pertempuran menjelang akhir Perang Dunia II yang akan saya ulas pada kesempatan kali ini ialah sebuah film yang ditulis dan disutradarai oleh David Ayer, yang berjudul Fury. Adapun film ini pertama kali dirilis pada tahun 2014, dan didistribusikan oleh Columbia Pictures.

Sementara itu, film yang diambil berdasarkan kisah nyata invasi pasukan Amerika Serikat ke Jerman ini dibintangi oleh sejumlah aktor ternama asal Amerika Serikat dan Jerman, antara lain ialah Brad Pitt, Logan Lerman, Shia LaBeouf, Jon Bernthal, Michael Pena, Scoott Eastwood, Alicia von Rittberg, dan lain sebagainya.

Film ini berlokasi syuting di Inggris dan Amerika Serikat dengan menciptakan latar tempat seolah-olah sedang berada di tengah-tengah pertempuran di wilayah Nazi Jerman.

Film Fury bermula dari kembalinya Sersan Don "Wardaddy" Collier (diperankan oleh Brad Pitt) bersama pasukannya dari garis terdepan wilayah pertempuran ke markas tentara Amerika Serikat di Jerman Utara.

Pada saat itu, Wardaddy yang merupakan komandan peleton (satuan yang terdiri atas 20-40 personel) tentara Amerika Serikat di Jerman Utara tampak kebingungan dan putus asa, karena banyaknya tentara yang tewas.

Sementara itu, rekan satu regunya (satuan paling kecil yang terdiri atas 12-14 personel) pun tertembak dan mati, sehingga Wardaddy harus mencari penggantinya.

Pada saat itulah, ia menemukan seorang pemuda yang merupakan prajurit golongan pertama, yang tampaknya belum terluka sama sekali, yang bernama Norman (diperankan oleh Logan Lerman).

Norman yang merupakan juru ketik di markas tentara Amerika Serikat di Jerman Utara bersedia ditugaskan ke medan pertempuran bersama Sersan Wardaddy dan rekan-rekannya.

Namun, Norman memiliki beban psikis saat hendak diberangkatkan ke medan pertempuran, karena ia tidak pernah bertempur atau melakukan latihan tempur sebelumnya.

Selanjutnya, Norman akhirnya direkrut oleh Sersan Wardaddy dan ditempatkan satu regu dengannya, yaitu ditempatkan di dalam sebuah tank jenis Sherman yang mereka namai sebagai "Fury".

Tak lama setelah itu, satu peleton lapis baja pimpinan Sersan Wardaddy pun mulai melakukan pembersihan di wilayah Jerman Utara.

Pada saat mereka sedang melakukan pembersihan, satu tank lapis baja yang berposisi di belakang tank Fury diserang, dan mengakibatkan ledakan pada tank tersebut hingga menewaskan seluruh awak yang terdapat di dalam tank tersebut.

Disalahkan karena tidak melaporkan adanya pasukan musuh, Norman yang saat itu berposisi sebagai penembak senapan mesin di dalam tank Fury mengatakan bahwa ia tidak sanggup berperang.

Kemudian, untuk mengatasi ketakutan Norman, Sersan Wardaddy menyuruh Norman untuk menembak mati seorang tentara Nazi Jerman yang tertangkap tatkala sedang melakukan pertempuran jarak dekat.

Merasa tak sanggup dan tak tega menembak tentara Nazi Jerman yang sudah tak berdaya itu, Norman menolak perintah Sersan Wardaddy dan menjadi bahan tertawaan tentara Amerika Serikat lainnya.

Namun, Norman pun akhirnya melakukan tindakan tersebut setelah dipaksa oleh Sersan Wardaddy, yang memang memiliki karakter keras dan disiplin.

Lanjut cerita, peleton lapis baja pimpinan Sersan Wardaddy mulai melanjutkan pembersihan. Setelah melakukan baku tembak dengan sejumlah penembak runduk Nazi Jerman, mereka pun tiba di sebuah pemukiman elit di Jerman Utara.

Ketika mereka semua sedang beristirahat, Sersan Wardaddy dan Norman melakukan penggeledahan di sebuah rumah mewah di pemukiman elit tersebut, dan menemukan seorang ibu rumah tangga dengan seorang anak gadisnya yang bernama Emma (diperankan oleh Allicia von Rittberg).

Setelah menginterogasi dan memastikan bahwa kedua wanita itu bukanlah mata-mata musuh, Sersan Wardaddy dan Norman pun beristirahat dalam keadaan sedikit tenang.

Sementara itu, Norman yang masih muda dan pandai bermain musik mulai memainkan piano yang terdapat di ruang tamu milik keluarga Emma, dan membuat Emma tertarik kepadanya.

Akhirnya, setelah diizinkan oleh Sersan Wardaddy untuk berbicara empat mata, Norman dan Emma pun saling berbicara di sebuah kamar, dan keduanya memulai hubungan asmara.

Setelah itu, setelah beristirahat di rumah keluarga Emma, Sersan Wardaddy beserta rekan-rekannya yang lain pun bersiap untuk kembali melaksanakan tugas.

Namun, sebelum mereka berangkat, sebuah roket menghantam dan meledak tepat di rumah Emma. Norman yang sudah terlanjur mencintai Emma dan berjanji akan kembali menemuinya, lantas mencarinya di antara reruntuhan bangunan.

Alhasil, Norman pun menemukan Emma sudah dalam keadaan tidak bernyawa, dan hatinya menjadi remuk tatkala melihat cinta pertamanya tewas mengenaskan.

Singkat cerita, Norman yang masih sedih pun diberitahu oleh rekannya yang lain, yaitu Grady Travis (diperankan Jon Bernthal), bahwasanya tak ada kesenangan di dalam perang dan bahwasanya segala sesuatu menjadi tak pasti di dalam perang.

Setelah menguatkan diri, Norman pun kembali bertugas bersama rekan-rekannya yang lain dengan perasaan dendam terhadap tentara Nazi Jerman yang telah menewaskan Emma.

Namun, ketika kembali bertugas, seluruh tank lapis baja pimpinan Sersan Wardaddy kembali diserang oleh pasukan musuh, hingga tinggal tersisa satu tank lapis baja pimpinan Sersan Wardaddy, yaitu tank Fury.

Setelah beristirahat sejenak di tengah-tengah pedesaan, satu regu lapis baja yang merupakan anggota tank Fury mencoba untuk memperbaiki roda tank Fury yang rusak.

Sementara itu, Norman yang masih dalam keadaan sedih ditugaskan untuk mengamati keadaan sekitar, sembari menghibur dirinya sendiri.

Setelah beberapa waktu mengamati keadaan sekitar, Norman melaporkan kepada Sersan Wardaddy dan rekan-rekannya yang lain bahwasanya terdapat satu batalion (satuan yang terdiri dari 300-1.000 personel) tentara Nazi Jerman yang sedang menuju ke arah mereka, dan tak ada cara lain untuk menyelamatkan diri selain melarikan diri, sekalipun tanpa menggunakan tank Fury.

Namun, Sersan Wardaddy selaku pimpinan tank Fury tak menyetujui saran Norman dan rekan-rekannya yang lain; ia meminta agar semuanya bertempur habis-habisan melawan tentara Nazi Jerman, sekalipun kekuatan personel dan persenjataan mereka sangat tidak sebanding.

Menyetujui perintah tersebut karena kesetiaan, mereka semua bertempur habis-habisan selama satu malam (satu regu melawan satu batalion), hingga tak ada satupun anggota tank Fury yang selamat kecuali Norman.

Akhirnya, Norman pun ditemukan keesokan harinya oleh para tentara Amerika Serikat; dan jenazah para anggota tank Fury lainnya pun dievakuasi tak lama kemudian.

Berdasarkan sinopsis film Fury di atas, tentu saja kita dapat menyimpulkan bahwasanya perang tidak hanya mengakibatkan kehancuran infrastruktur, tetapi juga dapat mengakibatkan kehancuran moral dan mental setiap orang.

Hal itulah yang sebenarnya dialami oleh para prajurit dalam satuan tank Fury, yang meskipun tampak tangguh dan gagah, tetapi memiliki tekanan mental.

Selain itu, perang yang terjadi pun dapat memisahkan kita dari orang yang kita sayangi, seperti yang dialami oleh Norman dalam film ini. 

Beberapa kelebihan yang terdapat dalam film ini, menurut saya, antara lain ialah alur ceritanya yang sangat emosional.

Sebab sebagaimana yang kita ketahui, film ini mencoba untuk mengeksplorasi tekanan mental yang dialami oleh para prajurit Amerika Serikat selama masa-masa akhir Perang Dunia II.

Selain itu, kelebihan lain yang terdapat dalam film ini, menurut saya, antara lain ialah visualisasinya yang sangat memukau dan realistis.

Sebab meskipun berlokasi syuting di Inggris dan Amerika Serikat, film ini tetap berhasil menciptakan latar tempat yang sesuai dengan sejarah pertempuran pada Perang Dunia II, yaitu yang berlokasi di wilayah Nazi Jerman.

Sementara itu, istilah Fury yang dijadikan sebagai judul dan nama tank dalam film ini bukanlah rekayasa, melainkan berdasarkan kisah nyata.

Tank Fury sendiri merupakan sebuah tank jenis Sherman yang digunakan pasukan Sekutu pada saat menginvasi Jerman pada tahun 1945, dan sampai saat ini tank tersebut masih terjaga dengan baik di Museum Bovington, Inggris.

Menurut saya, film Fury ini sangat cocok untuk kalian saksikan, terutama bagi kalian yang gemar mempelajari sejarah tentang perang, karena alur ceritanya yang sangat memukau dan berdasarkan kisah nyata.

Nah, itu tadi merupakan ulasan mengenai sebuah film dengan latar belakang pertempuran menjelang akhir Perang Dunia II, yang berjudul Fury. Apakah kalian tertarik untuk menyaksikan film satu ini?

BACA BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak