Dunia hiburan kembali diramaikan dengan kabar miring yang menimpa pasangan selebriti ternama, Dewa Gede Adiputra dan sang istri, Maharani Kemala. Isu ini mencuat akibat berita hoax yang menyebar luas di media sosial dan sejumlah platform digital.
Tak ingin situasi semakin liar, ia pun akhirnya memilih menempuh jalur hukum sebagai langkah tegas untuk membersihkan nama baik keluarga dan melindungi bisnis yang mereka bangun bersama.
Selama ini, pasangan tersebut dikenal jarang menanggapi rumor. Namun kali ini berbeda. Dewa Gede secara resmi melaporkan beberapa akun yang diduga menjadi penyebar informasi palsu mengenai dirinya dan sang istri.
Menurutnya, diam bukan lagi pilihan tepat, terlebih ketika isu tersebut mulai merusak reputasi pribadi maupun profesional.
Dewa menegaskan bahwa keputusan ini diambil demi melindungi bukan hanya kehormatan keluarga, tapi juga nama besar brand kecantikan MK SKIN, yang sedang tumbuh pesat di industri. Ia merasa perlu memberikan garis batas yang tegas agar publik tidak menganggap remeh penyebaran informasi palsu.
“Ini pertama kalinya saya menempuh jalur hukum untuk urusan berita hoax. Dulu kami memilih untuk diam, tapi sekarang kami merasa perlu bersikap,” ujar Dewa Gede sebagaimana dikutip dari suara.com pada Jumat (12/9/2025).
Lebih jauh, dirinya menyebut bahwa dampak dari berita palsu sangat merugikan. Khususnya bagi sang istri yang kerap menjadi sasaran empuk rumor tak berdasar.
Maraknya Berita Hoax untuk Kalangan Artis, dan Perlunya Kewaspadaan Media
Fenomena berita hoax bukan hal baru di kalangan artis Indonesia. Dari waktu ke waktu, sejumlah selebriti jadi korban kabar palsu, mulai dari isu meninggal dunia hingga tuduhan yang tak berdasar.
Pada tahun 2025 saja, sederet nama seperti Citra Kirana, Inul Daratista, hingga Indro Warkop sempat diberitakan meninggal dunia padahal faktanya tidak demikian.
Pemberitaan yang keliru seperti ini memaksa para artis harus membuat klarifikasi demi menjaga reputasi dan menenangkan publik.
Selain menguras energi, hal ini juga berdampak langsung pada citra mereka di mata masyarakat. Akibatnya, banyak dari mereka akhirnya memilih jalur hukum agar kejadian serupa tidak terus berulang.
Situasi itu tentu telah memperlihatkan pentingnya literasi digital di tengah masyarakat. Menyebarkan kabar tanpa melakukan verifikasi bisa menyesatkan dan menciptakan keresahan yang tak perlu.
Dalam konteks ini, media juga memegang peran vital. Pers harus lebih hati-hati dalam memilih dan menyajikan informasi, terlebih jika menyangkut nama baik seseorang.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi media saat ini adalah kecepatan vs akurasi. Banyak media digital berlomba menjadi yang tercepat, namun seringkali mengorbankan ketepatan informasi. Tidak sedikit dari mereka yang justru ikut memperluas penyebaran hoax karena kurangnya pengecekan fakta.
Belum lagi dengan hadirnya teknologi manipulasi visual seperti deepfake yang membuat batas antara nyata dan palsu semakin kabur. Jika media tidak memperkuat etika jurnalistik dan verifikasi yang ketat, maka potensi kerugian bagi publik dan tokoh yang diberitakan akan semakin besar.
Langkah Dewa Gede Adiputra dalam menempuh jalur hukum seolah menjadi penegas bahwa tidak ada toleransi terhadap penyebaran berita palsu. Ini juga merupakan sinyal kuat kepada media dan warganet bahwa konsekuensi hukum siap menanti siapa pun yang terbukti menyebarkan hoax.
Di tengah derasnya arus informasi, tak semua kabar layak dipercaya. Maka dari itu, publik dituntut untuk lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi, terlebih jika menyangkut kehidupan seseorang yang nyata, bukan hanya sekadar objek hiburan.
Langkah Dewa Gede Adiputra dalam membawa kasus ini ke jalur hukum bukan hanya demi kepentingan pribadi, tetapi menjadi simbol perlawanan terhadap praktik penyebaran berita hoax yang sudah merajalela.
Dengan sikap tegas tersebut, ia berharap bisa membuka jalan bagi artis lain untuk tidak ragu mengambil tindakan serupa. Masyarakat pun diharapkan bisa lebih bijak, karena di era digital, satu klik bisa berdampak besar. Entah itu merusak atau menjaga.