Stunting masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia yang perlu menjadi prioritas baik masyarakat maupun pemerintah. Pada tahun 2017, Indonesia ditempatkan dalam urutan ketiga angka prevalensi stunting tertinggi se-Asia (Indonesia.go.id, 2019). Prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 10,13% dari tahun 2013 hingga tahun 2019 (Teja, 2019).
Namun sayangnya, prevalensi stunting pada tahun 2019 sebesar 27,67% masih dikategorikan tinggi karena target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) prevalensinya di bawah 20%. Walaupun telah terjadi penurunan prevalensi, stunting tetaplah menjadi program prioritas pemerintah dalam Program Kerja Kesehatan 2020 karena dalam penjelasan Digna Purwaningrum, MPH., Ph.D selaku peneliti PKMK, FK-KMK UGM, penurunan tersebut hanya terjadi di wilayah yang memiliki sumber daya kuat untuk melakukan pembangunan daerah (Agung, 2020).
Stunting (tubuh pendek) pada balita merupakan kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis baik pada saat berada dalam kandungan maupun setelah kelahiran (Zogara & Pantaleon, 2020). Berbagai dampak negatif timbul akibat stunting pada anak, seperti kognitif lemah dan psikomotor terhambat, kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga, rentan terkena penyakit degeneratif (penyakit yang muncul seiring bertambahnya usia), dan sumber daya manusia yang berkualitas rendah (Dasman, 2019).
Pada tahun 2030, Indonesia diprediksi memiliki jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai angka 70 persen yang kelak akan menjadi penggerak perekonomian nasional (Tamara, 2018). Namun,bonus demografi ini dapat menjadi bumerang bagi negara apabila kasus stunting masih terus terjadi. Dilihat dari berbagai dampak yang ditimbulkan dari stunting, maka masalah kesehatan ini bukan hanya berdampak pada individu namun juga skala nasional dimana negara dapat kehilangan generasi emas penerus bangsa.
Selain peran pemerintah, peran krusial lainnya dipegang oleh keluarga terutama orang tua. Hal ini diakibatkan oleh masih sangat bergantungnya balita dengan orang-orang disekitarnya, terutama ibu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting adalah pendidikan ayah dan ibu, jumlah anggota keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan asupan gizi (Zogara & Pantaleon, 2020). Namun menariknya, menurut P2PTM Kemenkes RI (2018) konsumsi rokok pada orang tua ternyata juga diperkirakan dapat mempengaruhi kejadian stunting.
Menurut penelitian Nadiyah, Briawan, & Martianto (2014) diperoleh hubungan yang positif dan signifikan antara kebiasaan bapak merokok dalam rumah dengan stunting pada anak usia 0-23 bulan di Jawa Barat, Bali, dan NTT. Anak-anak yang tinggal di dalam lingkungan keluarga dengan orangtua perokok kronis serta perokok transien cenderung memiliki pertumbuhan berat maupun tinggi badan yang lebih lambat dibanding keluarga yang bebas perokok.
Rokok dapat mempengaruhi dengan dua cara, pertama dalam hal kesehatan dimana asap rokok menganggu fungsi penyerapan gizi pada anak dan dalam hal ekonomi dimana perilaku belanja rokok membuat orang tua mengurangi jatah belanja makanan bergizi, biaya kesehatan, pendidikan, dll (P2PTM Kemenkes RI, 2018).
Hal ini dibuktikan dengan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk rokok melonjak dari 3,6% pada tahun 1993 menjadi 5,6% pada tahun 2014 sedangkan untuk kebutuhan pangan seperti ikan dan daging menurun sebanyak 2,3% (Jaring, 2019). Rata-rata pengeluaran rokok per hari pada keluarga balita dengan status gizi normal lebih rendah dibandingkan keluarga balita dengan status gizi pendek (stunting) (Goi, 2015).
Namun, dalam penelitian lain disebutkan tidak ada hubungan bermakna antara konsumsi rokok orang tua dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Yogyakarta dimana kejadian stunting lebih didominasi oleh faktor prenatal (Sari, 2017). Namun, hal ini lantas tidak boleh disepelekan bahwa rokok tidak akan memberi dampak pada anak.
Dijelaskan secara rinci oleh Duhita & Rahmawati (2019) bahwa dampak bagi embrio pada saat kehamilan meningkatkan risiko sebesar 11% untuk ibu mengalami abortus melalui mekanisme ibu hamil yang terpapar asap rokok.
Pada masa janin, asap rokok dapat menyebabkan kelainan kongenital, bayi berat lahir rendah (BBLR). Dampak pada saat periode bayi menyebabkan keterlambatan perkembangan mental, berisiko mengalami infeksi pernapasan. Maka, dilihat dari berbagai dampak negatif yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak maka hendaknya pengeluaran lebih difokuskan pada pemenuhan gizi anak, tidak mengonsumsi rokok, tidak merokok di lingkungan rumah sehingga rumah menjadi ruang sehat bebas asap rokok.
Referensi:
- Agung. (2020, Januari 27). Liputan/Berita:Penanganan Stunting Prioritas Program Kerja Kesehatan 2020. Retrieved from Universitas Gadjah Mada: https://ugm.ac.id/id/berita/18964-penanganan-stunting-prioritas-program-kerja-kesehatan-2020
- Dasman, H. (2019, Januari 22). Kesehatan: Empat dampak stunting bagi anak dan negara Indonesia. Retrieved from The Conversation: https://theconversation.com/empat-dampak-stunting-bagi-anak-dan-negara-indonesia-110104
- Duhita, F., & Rahmawati, N. I. (2019). Dampak Kesehatan Anak Pada Periode Embrio, Janin, Bayi dan Usia Sekolah dengan Ayah Perokok. Jurnal Kesehatan Vokasional, Vol. 4 No. 1, 12-20.
- Goi, M. (2015). EXPENDING OF CIGARETTES IN HOUSEHOLD FAMILY TODDLER WITH STUNTING AND NORMAL STATUS IN TABUMELA VILLAGE TILANGO SUBDISTRICT OF GORONTALO DISTRICT. Health and Nutritions Journal Volume I, 16-22.
- Indonesia.go.id. (2019, November 27). Politik Anggaran: Kementerian Kesehatan Fokus pada Pencegahan Stunting. Retrieved from Indonesia.go.id: https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/kementerian-kesehatan-fokus-pada-pencegahan-stunting
- Jaring. (2019, Maret 11). Kesehatan: stunting di pusaran pemilu. Retrieved from Jaring.id: https://jaring.id/berita/kesehatan/stunting-di-pusaran-pemilu/
- Nadiyah, Briawan, D., & Martianto, D. (2014). FAKTOR RISIKO STUNTING PADA ANAK USIA 0—23 BULAN DI PROVINSI BALI, JAWA BARAT, DAN NUSA TENGGARA TIMUR. Jurnal Gizi dan Pangan, 125-132.
- P2PTM Kemenkes RI. (2018, Juni 25). Konsumsi Rokok Akibatkan Anak Stunting. Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: https://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/konsumsi-rokok-akibatkan-anak-stunting
- Sari, S. P. (2017). KONSUMSI ROKOK DAN TINGGI BADAN ORANG TUA SEBAGAI FAKTOR RISIKO STUNTING ANAK USIA 6-24 BULAN DI PERKOTAAN. Ilmu Gizi Indonesia, 1-9.
- Tamara, N. H. (2018, Januari 2). Analisis Data: Stunting, Ancaman Generasi Masa Depan Indonesia. Retrieved from KataData.co.id: https://katadata.co.id/analisisdata/2018/01/02/stunting-ancaman-generasi-masa-depan-indonesia
- Teja, M. (2019). STUNTING BALITA INDONESIA DAN PENANGGULANGANNYA. KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol.I No.22/II/Puslit, 13-18.
- Zogara, A. U., & Pantaleon, M. G. (2020). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 85-92.