KPI, Radar Sensormu Masih Salah Sasaran!

Munirah | Romy
KPI, Radar Sensormu Masih Salah Sasaran!
Ilustrasi KPI. (id-id.facebook.com)

Mengutip berita detik.com beberapa hari lalu mengenai Komisi Penyiaran Informasi (KPI) Pusat yang melarang pemutaran 42 lagu di bawah pukul 22.00 WIB. Pembatasan itu dilakukan lantaran muatan atau lirik dari lagu yang bertentangan dengan norma asusila.

"Jadi dalam 42 lagu itu (dilarang diputar di bawah jam 22.00 WIB) karena apa? misalkan itu mengandung kata-kata kekerasan, cabul dan mengarah kepada seksualitas. Karena di UU nomor 32 dan P3SPS itu diatur, di dalamnya disebutkan bahwa penyiaran itu diselenggarakan untuk tujuan integritas nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa," kata Ketua KPI Daerah Jawa Barat Adiyana Slamet saat dihubungi detikcom, Senin (28/6/2021).

Saya bertanya-tanya kenapa KPI melarang beberapa lagu yang notabene dari luar negeri untuk di putar di Indonesia, memang sih tidak sepenuhnya dilarang tetapi boleh diputar setelah pukul 22.00 WIB katanya.

Kalau dilihat dari lagunya sih sepertinya KPI malah kurang banyak dalam perbendaharaan lagu-lagunya, karena pastinya masih banyak banget kalau merujuk Undang-Undang penyiaran yang digunakan KPI. Dikatakan karena liriknya mengandung (hmm) kata-kata kearah seksualitas.

Akan tetapi yang saya tekankan malah kenapa lagunya lagu londo semua, yang notabene itu juga diputar di radio bukan di Youtube, karena kalau kita putar atau setel secara visual malah bisa saja sehabis subuhan kita mendengarkan lagu salah satu dari yang dilarang tersebut. Misal Bruno Mars–Lazy Song atau Avril Lavigne–Wish You Were Here, dan itu sama sekali nggak mengundang orang untuk melakukan seks ataupun pengen "blaem-blaem" kan.

Secara culture berbeda, bahasa juga berbeda, gramatikal udah pasti beda, kalau menurut saya, KPI malah membuat blunder, karena tentu saja lagu-lagu tersebut seperti membuka cakrawala baru  karena bahasanya berbeda, normanya berbeda karena masuk norma Indonesia, dan kalau gegara masalah "esek-esek" ketika diadopsi, hal tersebut menjadi sangat tidak masuk akal.

Apa yang ingin disampaikan menjadi tidak tersampaikan, final touch nya tidak dapat, jadi dari A sampe Z nya tidak selesai. Materinya menarik kalau disampaikan secara jelas, lugas, dan tidak asal-asalan karena di luar lagu itu pun banyak banget yang justru kelihatan masalah vulgar dan kekerasannya, malah lagu-lagu Indonesia juga banyak yang seperti itu kok aman-aman saja.

Kalau kita hubungkan dengan keilmuan filsafat, cerita seperti ini tentu saja membentuk pemikiran dari Hegel, seorang filsuf Jerman yang menyebutkan sebuah tesa kemudian anti tesa sehingga menjadi sintesa.

Memang orang bijak pernah berkata, di dunia ini ada yang perlu serius dan tidak serius. Kita hanya bisa tertawa saja menyimak kondisi demikan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak