Manusia merupakan makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa bantuan makhluk (manusia) lainnya. Kita bisa melihat bukti dari lingkungan sekitar, bahkan pada diri sendiri. Meskipun harta kita melimpah ruah, hal tersebut tetap tak bisa menafikan kebutuhan akan bantuan orang lain. Apalagi ketika nanti mati, bantuan orang lain sangat-sangat kita butuhkan. Itulah mengapa dalam hidup kita diperintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan.
Surat al-Maidah ayat 2 merupakan salah satu contoh ayat yang berisi perintah untuk tolong-menolong. “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa…”, begitu kurang lebih penggalan terjemahnya
Penyebutan perintah tolong-menolong secara eksplisit dalam ayat tersebut mengindikasikan bahwa keberadaannya memang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui ayat tersebut, secara tidak langsung sebenarnya Alquran juga menerangkan bahwa setiap individu cepat atau lambat pasti membutuhkan pertolongan individu lain.
Pertolongan di sini bentuknya bisa bermacam-macam. Bisa berupa materi, bagi mereka yang diberi kelebihan materi. Bisa juga berupa dukungan mental, doa, atau apapun asal itu diniatkan untuk menolong.
Kok bisa bermacam-macam gitu? Iya, kan Allah nggak membebani hambanya melebihi batas kemampuannya. Terlepas dari semua itu, kalian sadar nggak sih kalau manusia itu kadang juga butuh ‘sejenak’ sendirian?
Tidak, bukan karena anti-sosial. Melainkan karena menikmati ranah kehidupannya sendiri tanpa gangguan orang lain. Hal tersebut masyhur disebut privasi.
Ya, setiap dari kita pasti memiliki privasi. Setiap dari kita pasti memiliki dunianya masing-masing. Dunia yang hanya kita penikmatnya, dan kita tak ingin terusik oleh orang lain di dalamnya.
Privasi merupakan bagian dari hak asasi manusia. Artinya ia telah didapat sejak lahir pada semua orang dan melekat hingga akhir hayat. Mengingat privasi merupakan bagian dari HAM, maka ia wajib dihormati, dihargai, dan diakui keberadaannya oleh semua orang. Kita tidak boleh mencampuri privasi orang lain bila kita tak diizinkan olehnya.
Sayangnya, masih saja ada orang-orang yang enggan menghargai privasi orang lain. Mereka dengan seenak hati masuk dalam dunia pribadi orang lain tanpa izin. Parahnya lagi, mereka tak jarang mengacak-acak dunia pribadi tersebut.
Tak berhenti di situ, sering kali mereka juga menertawakan apa yang menurut mereka lucu, padahal itu privasi orang lain. Sangat tak tahu malu sekali spesies macam ini. Jika boleh sedikit kasar, spesies jenis tersebut tak layak hidup menurut saya. Ya, tak layak hidup. Sebab, ia tak bisa sekadar menghargai privasi orang lain. Coba seandainya privasinya diacak-acak juga oleh orang lain, kira-kira akan seperti apa responsnya.
Mungkin bila aibnya terbuka, spesies tadi baru akan sadar dari kebiasaan tersebut. Bila tidak, biarlah dia hidup dengan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya.
Bondan Prakoso dalam podcast Bittersweet Corner pernah berucap, “You can say; jam tangan Rolex atau mobil Lamborghini itu barang mewah. Buat gue, barang mewah itu adalah privacy”.
Saya setuju dengan pernyataan tersebut. Mengapa sih kok privasi itu dikategorikan sebagai barang mewah (berharga)?
Begini, misal privasi diketahui oleh publik, kita akan merasa nggak suka dengan hal tersebut. Oleh sebab itu, kita akan berusaha menjaga perivasi kita dari orang lain. Upaya penjagaan tersebut sudah cukup menjadi representasi bahwa privasi adalah barang berharga bagi kita.
Ayolah, ngapain mengusik privasi orang lain? Nggak ada manfaatnya. Malahan jika kita sampai menyebarkan privasi orang lain ke hadapan publik, padahal si pemilik nggak suka, hal tersebut justru akan jadi dosa jariyah.
Dosa jariyah adalah dosa yang akan terus mengalir selama orang yang kita sakiti tadi belum memaafkan kita. Oleh sebab itu, daripada mengusik orang lain, daripada berinvestasi dosa jariyah, mending cari aktivitas lain yang lebih bermanfaat dan nggak meresahkan.
Ingat! Bila tak bisa menjadi pribadi yang berguna, setidaknya jangan jadi pribadi yang merugikan.