Film Encanto: Tak Ada Keluarga yang Benar-benar Sempurna

Hernawan | Mohammad Azharudin
Film Encanto: Tak Ada Keluarga yang Benar-benar Sempurna
Encanto (imdb)

Film animasi Disney Pixar terus berupaya menyuguhkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak template-able. Bukan hanya dari segi tema, melainkan juga latar budaya. Upaya ini dapat menarik penonton dari berbagai kalangan. Pasalnya, film-film animasi Disney Pixar tidak Amerikasentris atau Eropasentris. Salah satu bukti dari hal ini adalah film Raya and The Last Dragon yang mengambil nuansa Asia Tenggara. Namun, sesuai dengan judul tulisan ini, saya jelas akan mengulas film Encanto, bukan film Raya and The Last Dragon.

Film Encanto rilis pada November 2021 lalu. Film ini banyak meraup penghargaan. Dalam ajang piala Oscar 2022, Encanto berhasil merengkuh ‘Best Animated Feature’ (film animasi terbaik). Saya setuju dengan itu. Sebab, Encanto memang menyodorkan sesuatu yang benar-benar apik dan menyentuh hati. Umumnya, film tentang keluarga itu mengajarkan tentang bagaimana menjadi seorang anak yang baik. Namun, Encanto berbeda. Film ini justru memilih untuk menyelipkan hikmah tentang bagaimana menjadi orang tua yang tidak egois. Sudah jelas, Encanto sangat direkomendasikan untuk ditonton bersama keluarga. Dan, sebagai anak, kita tak perlu was-was dengan komentar orang tua yang selalu sama, “Kamu jangan jadi anak yang seperti itu!”. Tenang! Hal tersebut tak akan terjadi.

Encanto menceritakan sebuah keluarga yang penuh keajaiban, mereka tinggal di sekitar pegunungan Kolombia. Keluarga ini biasa disebut keluarga Madrigal. Keajaiban dari keluarga ini terlihat dari dua aspek, yakni rumah yang mereka tinggali dan ‘kekuatan’ masing-masing anggota keluarga. Kekuatan yang disandang tiap anggota keluarga Madrigal tak sama. Julieta yang dapat menyembuhkan segala penyakit dengan makanan yang dibuatnya, Isabela yang mampu menumbuhkan bunga, Luisa yang bisa mengangkat beban seberat apa pun, Pepa yang emosinya akan berpengaruh terhadap cuaca, Antonio yang dapat berbicara dengan hewan, Camilo yang dapat mengubah bentuk fisik sesuka hati, Dolores yang mampu mendengar suara selirih apa pun, juga Bruno yang memiliki kemampuan melihat masa depan.

Bertahun-tahun keluarga Madrigal seolah menjadi ‘tulang punggung’ bagi masyarakat di sekitarnya. Segala yang dibutuhkan masyarakat, keluarga Madrigal selalu berupaya memenuhinya. Saat sakit, Julieta yang didatangi. Ketika ingin menghias rumah, Isabela yang dipanggil. Jika kewalahan dengan benda-benda berat, Luisa yang dimintai pertolongan. Lantaran masing-masing kekuatan yang dimiliki anggota keluarga, keluarga Madrigal terlihat begitu sempurna, seolah tanpa cacat sama sekali.

Namun, ternyata ada beberapa hal yang mereka sembunyikan. Misalnya, Bruno yang diisukan menghilang entah ke mana. Ia menghilang sebab kekuatan meramal masa depan yang dimilikinya dicap selalu mengundang hal-hal buruk. Namun, faktanya Bruno tak pernah ke mana-mana. Ia tetap berada di rumah, tepatnya di sebuah ruangan yang tak akan didatangi oleh anggota keluarga lainnya. Bruno bersembunyi di sana lantaran tak ingin menodai hal-hal indah yang diperlihatkan oleh keluarganya di hadapan masyarakat.

Lain halnya dengan Mirabel, sang tokoh utama dalam film Encanto. Dari seluruh keturunan Abuela, hanya Mirabel yang tak memiliki kekuatan apa-apa. Mirabel mungkin tak mengucilkan diri seperti Bruno, tetapi seluruh anggota keluarganyakecuali orang tuanyaseakan memandang Mirabel sebelah mata. Tatapan-tatapan mereka menyiratkan bahwa Mirabel dicap berbeda, beban, tak bisa apa-apa, memalukan. Ini terjadi lantaran mereka terbiasa dengan anggota keluarga yang memiliki kekuatan. Saat ada satu anggota keluarga yang tak memiliki kekuatan, mereka tak siap akan hal tersebut. Keluarga Madrigal mendapat keterkejutan atas kehadiran Mirabel yang tak memiliki kekuatan apa pun. Mereka lantas merasa takut jika nanti Mirabel adalah sumber bencana bagi keluarga Madrigal.

Film Encanto saya rasa mencoba berbicara pada penonton bahwa dalam sebuah keluarga yang terlihat sangat sempurna itu juga terdapat ketidaksempurnaan. Film ini seolah mengajarkan pada kita yang kerap berpikir bahwa keluarga yang kita miliki tak sesempurna keluarga orang lain (terutama keluarga dari kalangan selebriti). Namun, seperti yang dikatakan falsafah Jawa, “Urip iku sejatine mung sawang-sinawang”. Apa yang kita lihat di hidup orang lain, itu hanya permukannya. Ada banyak hal lain dari semua itu yang tidak kita lihat. Dan, mungkin ketika kita melihatnya, kita justru jadi sangat bersyukur dengan hidup kita. Orang lain pun demikian. Banyak di antara mereka yang melihat bahwa keluarga kita sempurna dan ingin keluarganya menjadi seperti keluarga kita. Tentu saja hal itu tidak mungkin.

Melalui film Encanto, kita diajarkan untuk menerima keluarga apa adanya. Meskipun ada anggota keluarga yangsecara kasat mataterlihat tak sempurna, ia tetaplah bagian dari keluarga. Jangan sampai kita justru memberikan perlakuan yang berbeda, apalagi sampai mengasingkannya. Meski tampak tak sempurna, ia tetap memiliki peran dalam melengkapi keluarga. Tanpanya, mungkin keluarga kita akan menjadi berongga. Kita sendiri pun sebenarnya sama. Mungkin kita terlihat sempurna, tapi sebenarnya kita pun menyimpan ketidaksempurnaan. Adalah sebuah perbuatan bodoh dan tak tahu diri ketika kita mengucilkan salah satu anggota keluarga hanya karena ketidaksempurnaannya terlihat oleh mata telanjang. Apa pun yang terjadi, saya rasa setiap keluarga itu sempurna bagi masing-masing dari kita.

Selain tentang keluarga, film Encanto juga mengajarkan tentang bagaimana menjalani hidup meski terlahir berbeda. Hal ini dialami oleh Mirabel. Seperti yang telah disebutkan di awal, Mirabel adalah satu-satunya keturunan Abuela yang tak memiliki kekuatan. Kendati demikian, Mirabel tak menyerah pada hidupnya. Ia terus mencoba menemukan keindahan di tengah tatapan-tatapan sinis dan merendahkan dari anggota keluarga Madrigal lainnya. Beberapa dari kita mungkin pernah mengalami hal semacam itu. Kita merasa terbelenggu dan berpikir bahwa menjadi berbeda adalah sebuah kutukan. Namun, kita harus ingat bahwa kita diberi pilihan oleh Tuhan. Menghabiskan usia dengan membenci diri sendiri atau mencari keindahan untuk disyukuri? Kita punya kehendak untuk menentukannya.

Hal lainnya lagi yang juga disinggung dalam film Encanto adalah tentang bagaimana orang tua mestinya bersikap pada anak-anaknya. Dalam kurun waktu yang lama, Abuela secara tidak langsung selalu mendikte keturunan-keturunannya. Misalnya, Luisa yang selalu dituntut untuk mengatasi segala beban berat di mana pun dan kapan pun. Juga Isabela yang tiap hari dituntut untuk tampil sempurna dan harus selalu menumbuhkan bunga, bukan yang lain. Abuela merasa bahwa apa yang dilakukannya tersebut adalah demi kemaslahatan masyarakat sekitar (dan demi menjaga kesan keajaiban keluarga Madrigal di mata masyarakat).

Namun, hal itu justru berbeda bagi keturunan-keturunan Abuela. Luisa memang senang membantu, tetapi ia sebenarnya sangat lelah dan ingin sesekali berbaring. Isabela pun demikian, ia lelah terus dituntut untuk terlihat sempurna. Hingga di satu hari ia berhasil menumbuhkan kaktus, bukan lagi bunga. Itu justru membuatnya sangat bahagia sebab ia dapat menumbuhkan sesuatu sesuai kehendak hatinya, bukan kehendak hati orang lain. Saya rasa ini pelajaran penting bagi kita semua. Bila nanti kita menjadi orang tua, jangan sampai kita mendikte anak-anak agar menjadi sesuai keinginan kita. Anak-anak memang keturunan kita, tapi mereka tetaplah mereka yang tak akan bisa menjadi kita.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak