Salah satu ciri khas yang membedakan mahasiswa dengan siswa ialah adanya kesempatan. Selama duduk di bangku perguruan tinggi, mahasiswa akan memperoleh berbagai pilihan untuk mengekspresikan diri di luar kegiatan akademik.
Mengikuti organisasi baik intra maupun ekstra kampus adalah hal lumrah. Dengan tujuan menjalin relasi atau sebatas menunjukkan power. Terlibat dalam suatu acara besar di kampus hingga menduduki jabatan tertinggi itu biasa. Ataupun berusaha menjadi “seonggok daging” yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar melalui pengabdian.
Beragam jenis aktivitas dilakukan mahasiswa, mulai dari hal-hal receh hingga bertujuan menunjukkan citra diri. Hampir setiap mahasiswa sudah terbiasa untuk berselancar di media sosial. Media sosial digunakan untuk kegiatan sosial, berupa komunikasi antarpengguna. Serta rekreasional, yaitu untuk hiburan semata. Selain itu, media sosial dianggap sebagai sarana untuk membentuk eksistensi.
Di zaman serba digital saat ini, memiliki akun media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter bukanlah sebuah hal asing. Baik muda-mudi hingga paruh baya saling bersaing menjadi penikmat kecanggihan teknologi. Berselancar di dunia maya telah menjadi kebutuhan primer. Terutama di era yang menuntut semua serba cepat.
Apalagi di tengah pandemi yang masih berlangsung. Hampir semua kegiatan sudah berbasis online. Bahkan beberapa tugas mahasiswa secara langsung menuntut untuk menggunakan media sosial. Seperti halnya tugas membuat poster yang diunggah di Instagram untuk memperoleh like terbanyak. Membuat video di YouTube dan penilaian berdasarkan views serta jumlah subscribers.
Semakin hari, perkembangan media sosial (medsos) begitu pesat. Tidak hanya digunakan sebagai hiburan semata, media sosial telah menjadi alat untuk mempromosikan diri (personal branding). Bagi kaum-kaum borjuis, menampilkan dokumentasi kegiatan-kegiatan mewah dan menyilaukan mata adalah sesuatu hal yang biasa. Begitu pula di kalangan mahasiswa, mulai dari kegiatan formal di kelas dan praktikum di laboratorium, kepanitiaan hingga aktivitas yang melibatkan masyarakat seperti KKN (Kuliah Kerja Nyata) atau pengabdian.
Ajang Pembuktian Diri
Setiap orang memiliki ciri dirinya masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari ciri fisik serta nonfisik. Mulai dari postur tubuh, bentuk wajah hingga karakter. Ciri tersebut menjadi pembeda dengan orang lain. Ciri khas inilah yang sering digunakan untuk mem-branding diri sendiri.
Istilah branding tidak hanya merujuk pada suatu produk saja. Namun manusia juga berusaha untuk menjadi sosok yang menarik. Branding terhadap manusia yang disebut sebagai personal branding memiliki pengertian bahwa upaya yang dilakukan seseorang agar dapat mengatur persepsi orang lain terhadap dirinya. Personal branding pada mahasiswa menjadi sebuah fenomena penting untuk menampilkan eksistensi diri di kalangan mahasiswa lain bahkan dihadapan dosen.
Dari beragam kesibukan yang digeluti mahasiswa, aksi mengambil foto adalah sebuah kewajiban. Foto dianggap sebagai bukti otentik bahwa seseorang telah melakukan sesuatu hal. Jika dahulu foto digunakan sebagai media untuk mengenang suatu peristiwa. Kali ini peranan foto telah beralih ke ajang pembuktian diri.
Mahasiswa tidak ragu untuk menampilkan kegiatan positif atau “wah” di media sosial. Demi memperoleh sebuah like atau pujian. Di tingkat perguruan tinggi, kegiatan seperti berorganisasi, kepanitiaan hingga pengabdian begitu mudah dijumpai.
Tidak hanya diselenggarakan oleh internal mahasiswa, berbagai komunitas atau instansi juga sering menawarkan program berbasis sosial hingga ke pelosok negeri. Kegiatan kerelawanan seperti memberikan edukasi kepada anak jalanan, menanam pohon atau membangun jembatan yang menghubungkan antardesa. Seringkali tidak hanya dijadikan sebuah momen untuk peduli kepada lingkungan sekitar. Namun di sisi lain bertujuan untuk memamerkan akivitas positif.
Di tingkat perguruan tinggi, kegiatan belajar mengajar tidak hanya satu arah. Sebagai “maha” siswa, mereka dituntut untuk berperan aktif. Mahasiswa yang diberi label sebagai iron stock, social control, moral force dan agent of change, harus mampu melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Mahasiswa akan berlomba-lomba untuk mengumpulkan ribuan prestasi. Seperti meraih IPK tertinggi, menjuarai berbagai cabang perlombaan hingga menjadi aktivis di sebuah organisasi. Usaha untuk menggapai prestasi tersebut tidak hanya berorientasi kepada prestasi akademik yang pada akhirnya akan melahirkan gelar mahasiswa berprestasi (Mapres) di kampus. Tetapi tingkat keaktifan dan sertifikat yang diperoleh dapat dijadikan acuan untuk membanggakan diri di lingkup pertemanan sesama mahasiswa.
Imbas Dibalik Medsos
Aktif di dunia online, di samping sebagai aktivitas positif juga menjadi candu. Sebagai media untuk menunjukkan jati diri, terdapat sisi negatif yang menghantui. Persoalan yang timbul antara lain peleburan ruang privat dengan ruang publik para penggunanya (users).
Hal ini berdampak pada ketidakseganan pengguna untuk menampilkan kegiatan yang mengarah kepada pribadi. Secara tidak langsung apa yang ditunjukkan kepada khalayak umum melalui postingan di media sosial akan membentuk identitas diri. Oleh karena itu, setiap orang atau mahasiswa pengguna media sosial akan menghalalkan berbagai cara untuk memperkenalkan diri yang terbaik kepada pengguna lain.
Media sosial telah membawa perubahan pada kepercayaan dan sikap setiap individu. Apabila masyarakat Indonesia dikenal memiliki budaya sopan santun. Dengan media sosial, terjadi pergeseran etika karena seseorang dapat memberikan kritik, hujatan atau makian. Tanpa perlu merasa takut ataupun sungkan karena tidak bertemu secara langsung dengan objek yang dituju.
Pengguna media sosial cenderung berkarakter narsis, ingin merasa lebih baik daripada orang lain, egosentris dan ingin menonjolkan prestasi, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi persaingan. Jadi, banyak pula yang berusaha membuka aib atau kekurangan orang lain. Identitas diri di media sosial dapat dibentuk sesuai keinginan. Bahkan apa yang ada di media sosial seringkali berbanding terbalik dengan realitas di kehidupan nyata.
Hal seperti ini tentunya jauh dari karakteristik seorang mahasiswa ideal. Seharusnya mahasiswa berperangai penuh semangat, suka membaca, selalu waspada, bermanfaat bagi orang lain, mudah beradaptasi, berpikir jernih, selalu disiplin, kreatif dan inovatif serta peduli terhadap lingkungan. Namun karena pengaruh memanfaatkan media sosial yang tidak terkontrol. Akan berakibat pada stigma buruk mahasiswa. Niat awal untuk menampilkan kelebihan diri, malah media sosial akan menjadi bumerang apabila tidak dikelola dengan baik.
Referensi:
- Afrilia, A. M. Personal branding remaja di era digital. Jurnal Komunikasi. l1 (1): 20-30.
- Anwar, F. Perubahan dan permasalahan media sosial. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni. 1 (1): 137-144.