Berbicara mengenai hubungan antara politik dengan agama merupakan hal yang dapat menimbulkan kesalahpahaman serta perdebatan. Hal ini dikarenakan politik dan agama bagaikan api dan air. Keduanya bertentangan, namun saling melengkapi. Menurut Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy, atau biasa dipanggil Romi, agama dan politik ibarat saudara kembar. Mengapa bisa dikatakan seperti itu?
Sebelum membahas mengenai hubungan antara keduanya (agama dan politik), saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan agama maupun politik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah sebuah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antara manusia dengan manusia, serta manusia dengan lingkungannya. Ajaran-ajaran dalam agama bersifat mengikat manusia kepada Tuhannya.
Agama sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat industri maupun non-industri. Di samping itu, negara juga mengakui eksistensi partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa yang berbasis agama, sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik. Misalnya, di masa-masa awal era reformasi banyak pemimpin muslim terkemuka mendirikan partai politik baru. Di antaranya mereka adalah Abdurrahman Wahid, pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) yang mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Amein Rais, para pemimpin Muhammadiyah mendirikan National Trust Partai (PAN), Deliar Noer mendirikan Partai Ummah (PUI), dan Yusril Ihza Mahendra mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB).
Meski demikian, partai Islam tidak dibenarkan melakukan manipulasi politik melalui propaganda pemahaman dan pengetahuan agama (politisasi politik), misalnya menggunakan sentimen atau legitimasi agama untuk memperkuat kepentingan politik seseorang atau suatu kelompok tertentu untuk memperjelek citra dan kewibawaan seseorang atau kelompok lain dalam hal-hal yang sebenarnya tidak ada hubungan secara langsung dengan sebuah agama.
Sedikit atau banyak, beberapa pemerintahan di seluruh dunia menggunakan agama untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik. Bahkan agama sebagai dasar negara secara tegas disebutkan dalam pasal 29 ayat 1, yakni “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepercayaan agama pun dapat memengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyat dianggap dosa, seperti sodomi dan incest (hubungan dengan saudara kandung), sering tidak legal. Terdapat suatu tanggapan optimis yang mengemukakan bahwa seiring berjalan dengan perkembangan zaman, agama akan menyesuaikan diri dan perannya secara baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sedangkan istilah politik adalah seperangkat nilai-nilai serta pilihan-pilihan yang diambil dari masyarakat untuk membenarkan fungsi tatanan masyarakat yang berlaku. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bidang politik sangat diperlukan. Namun, semua ilmu politik tidak dapat dipisahkan dengan ilmu agama yang telah ada. Hal ini dapat diartikan, bahwa ilmu politik merupakan bentuk nyata dari penggunaan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh, dalam ilmu politik terdapat pemilihan pemimpin berdasarkan demokrasi, konsep itu didapat dari ilmu agama yang tidak menginginkan adanya perpecahan dan perselisihan para pejabat yang akan menyengsarakan rakyat. Dan masih banyak lagi yang merupakan konsep dari agama yang di adaptasi serta di jadikan politik dalam berbangsa dan bernegara.
Agama dan politik merupakan dua lembaga masyarakat yang menghasilkan nilai-nilai tertentu. Nilai agama yang diyakini bersumber dari Yang Maha Kuasa dijadikan sebagai acuan kegiatan manusia (dunia maupun akhirat) yang tidak dapat kita ingkari karena akan mendapatkan dosa sebagai balasannya, sedangkan nilai-nilai dalam politik sebagai kerangka acuan untuk memfungsikan tatanan masyarakat.
Hubungan antara agama dengan politik sangatlah unik, menarik, lucu, serta dinamis. Keduanya saling berseteru dan bertolak belakang, namun juga saling melengkapi serta memiliki proses tarik menarik kepentingan. Selain itu, keduanya juga memiliki hubungan dominasi-saling mendominasi. Hubungan sekaligus nasib agama dan politik akan ditentukan oleh pihak mana yang paling kuat dan mendominasi dari keduanya serta bagaimana watak dan karakter para elit politik dan elit agama yang berkuasa. Bukan hanya agama saja yang melakukan perlawanan terhadap politik. Politik juga sering melawan, mengancam, dan menghancurkan agama.
Agama memiliki peran strategis, yakni mengkonstruksi serta memberikan kerangka nilai dan norma dalam membangun struktur negara dan pendisiplinan masyarakat. Sedangkan, negara menggunakan agama sebagai legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara agar mematuhi negara. Adanya hubungan saling membutuhkan dan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan hubungan dominasi-saling mendominasi antar kedua entitas tersebut.
Hubungan agama dan politik selalu rumit. Ajaran agama menekankan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ritual peribadatan, dan moralitas. Adapun politik menekankan aturan-aturan yang mengarah pada perebutan dan pembagian kekuasaan dalam kehidupan bernegara. Jadi, kalau isu agama masih muncul di Indonesia, itu wajar-wajar saja. Pertama, penduduk mayoritas Indonesia adalah muslim. Kedua, dalam sejarah Islam, hubungan agama dan politik itu senantiasa menyatu, sekalipun hal ini juga menimbulkan masalah politik yang sangat serius. Karena masih kuatnya pengaruh simbol-simbol keagamaan terhadap politik, maka di dunia Islam, termasuk Indonesia, peranan para ulama sangat signifikan dalam setiap pemilu maupun tindakan politik.
Maka kesimpulan dari saya pada tulisan ini adalah hubungan antara agama dan politik sangatlah rumit namun memiliki timbal balik. Agama berfungsi sebagai kontrol manusia dalam melakukan kegiatan berpolitik membangun negeri. Serta dalam praktik berpolitik, banyak sekali nilai-nilai yang diadaptasi dari agama. Oleh karena itu, dalam kehidupan politik, sangat dibutuhkan adanya nilai-nilai agama sebagai alat kontrol para politisi negeri agar tidak melampaui batas dan dapat membangun negeri yang kita cintai ini.