Hari Pangan Sedunia: Bagaimana Nasib Petani Bawang Merah di Tawangmangu?

Hernawan | Sidiq Permana Putra
Hari Pangan Sedunia: Bagaimana Nasib Petani Bawang Merah di Tawangmangu?
Ilustrasi bawang merah. (Unsplash.com/Paul Magdas)

Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Pada tahun 2021 ini, Hari Pangan Sedunia masih berlangsung pada kondisi pandemi Covid-19 yang mulai berangsur membaik.

Masalah pangan menjadi hal yang utama bagi sebuah bangsa, terutama di masa pandemi Covid-19. Terlebih ntuk komoditas penting selain padi, contohnya bawang merah. Pemanfaatan bawang merah sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Masyarakat menggunakannya sebagai bahan bumbu masakan.

Hasil produksi bawang merah yang belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat, selalu menjadi alasan pemerintah untuk melakukan impor. Pada bulan April hingga Juni, pemerintah melakukan Impor bawang merah secara besar-besaran.

Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut, pasokan bawang merah di dalam negeri menurun karena produksi yang rendah pada musim hujan. Usaha yang dapat kita upayakan bersama untuk mengurangi angka impor adalah dengan meningkatkan produksi bawang merah pada musim hujan, khususnya di lahan kering dataran tinggi.

Petani di Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, mencoba menanam bawang merah di dataran tinggi pada musim hujan. Petani Tawangmangu menanam bawang merah di kaki Gunung Lawu dengan ketinggian sekitar 1000 mdpl dan dilakukan di lahan-lahan terasering yang sempit, curam, dengan sudut kemiringan lereng antara 45°– 60°. Bawang merah dapat ditanam pada bulan Oktober-November.

Penanaman bawang merah dimulai dengan persiapan lahan. Persiapan lahan dilakukan dengan cara dicangkul dan digemburkan sebanyak dua kali sampai tanah halus, kemudian diratakan, lalu ditambahkan dengan pupuk kandang dan pupuk anorganik sebagai pupuk dasar.

Pupuk kandang yang digunakan oleh semua petani di Tawangmangu adalah pupuk kandang sapi. Pasalnya, di daerah ini banyak petani yang juga memelihara sapi. Pupuk anorganik yang diberikan pada budidaya bawang merah ini adalah pupuk N, P, dan K.

Pemupukan yang dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pemberian pupuk dasar yang dilakukan 1–7 hari setelah tanam (HST), pupuk susulan kedua diberikan 15–20 HST dan pupuk susulan ketiga diberikan 30–40 HST.

Jenis pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk kandang. Sedangkan untuk pupuk susulan kedua dan ketiga pupuk yang digunakan petani sangat beragam. Pada musim hujan, hama dan penyakit banyak menyerang tanaman bawang merah. Oleh karena itu, petani melakukan penyemprotan pestisida secara rutin 3–6 hari sekali untuk mengatasi masalah tersebut.

Permasalahan yang dihadapi petani di Tawangmangu biasanya berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi dan kondisi lingkungan yang mencakup iklim (curah hujan, temperatur), biologi (hama, penyakit, gulma) serta lahan (jenis tanah, kemiringan).

Sebagian besar petani banyak mengeluhkan masalah kerusakan tanaman akibat serangan penyakit, kabut, hama, dan hujan. Jenis hama utama yang menyerang tanaman petani di Tawangmangu adalah ulat bawang (Spodoptera exigua) dan penyakit utama adalah Fusarium sp.

Dalam rangka mendukung peningkatan produksi bawang merah saat musim hujan di Tawangmangu, disarankan agar dilakukan perbaikan teknologi untuk pengendalian hama ulat Spodoptera exigua dan Fusarium sp. serta perbaikan teknologi untuk efisiensi pupuk NPK.

Peran dan langkah nyata dari pemerintah yaitu membuat kebijakan yang membatasi masuknya bawang merah impor untuk petani di dataran tinggi pada saat musim hujan dan panen agar harga jualnya tetap bagus.

* Dosen di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Fakultas Biologi UGM dan ANU.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak