Hubungan China-Taiwan Kembali Memanas, Ini Sejarah Konfliknya!

Hernawan | Muhammad Hafizh Ramadhan
Hubungan China-Taiwan Kembali Memanas, Ini Sejarah Konfliknya!
Bendera China (DW Indonesia)

China menerbangkan pesawat tempurnya ke zona pertahanan udara Taiwan, selama 4 hari berturut-turut beberapa waktu lalu. Semakin hari, jumlah pesawat yang melintas bertambah banyak. Pada Senin (4/10/2021), jumlah pesawat yang melintas bahkan mencapai 150. Ulah China ini jelas membuat Taiwan kesal, terlebih aksi ini dilakukan menjelang Hari Nasional Taiwan.

Menyadur ari BBCNews, Priemer Taiwan, Su Tseng-chang mengatakan, Tiongkok telah sewenang-wenang terlibat dalam agresi militer, merusak perdamaian regional. Kegeraman Tseng-shang wajar, karena aksi Tiongkok dianggap sebagai wujud ancaman dan unjuk kekuatan terhadap Taiwan.

Di atas beberapa kemungkinan lain adalah ancaman bagi Taiwan. Karena operasi ini, meskipun beroperasi di wilayah udara internasional, itu masuk ke dalam zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. China mungkin menggunakannya sebagai bagian dari operasi psikologis, atau yang disebut taktik zona abu-abu, untuk mengancam dan memaksa orang Taiwan.

Dan juga menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan kekuatan melawan Taiwan jika perlu. Provokasi semacam ini pun bukan pertama kali terjadi. Meskipun tidak sampai perang, Beijing kerap meneror Taipei menjelang hari besar Taiwan.

Apa sih yang membuat kedua negara berseteru? Dan sejak kapan perseteruan ini dimulai? Perselisihan kedua negara meletus pada periode 1945-1949. Pada saat itu, Partai Nasionalis Kuomintang yang diketuai Chiang Kai-shek, berseteru dengan Partai Komunis China yang dipimpin Ketua Mao Zedong. Kuomintang kalah dan kabur ke Taiwan.

Pada saat bersamaan, Republik Rakyat China dideklarasikan. Sejak saat itu, kedua negara tidak pernah akur. Pada 1980, China menawarkan gagasan reunifikasi dengan Taiwan dengan menggagas "satu negara, dua sistem". Tawaran ini bisa menjadikan Taiwan punya otonomi tingkat tinggi. Namun, gagasan ini ditolak mentah-mentah oleh Taiwan.

Mengapa begitu? Sepanjang dekade 1980 sampai 1990-an, Taiwan mampu bertransformasi dari pemerintahan otoriter menjadi demokratis dengan baik. Menurut survei dari The Asian Barometer Survey, pada 2014 mengungkap 88 persen rakyat Taiwan mendukung gagasan demokrasi adalah sistem pemerintahan yang terbaik.

Ini tentu bertolak belakang dengan Tiongkok yang dianggap otoriter. Baru-baru ini, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen menulis artikel di Foreign Affairs. Ia lantas memperingatkan konsekuensi jika Taiwan kembali jatuh di tangan China.

Ia mengatakan apabila Taiwan jatuh ke tangan China, konsekuensinya merupakan bencana besar bagi perdamaian kawasan dan sistem aliansi yang demokratis. Ini akan menandakan bahwa pada pertarungan nilai secara global hari-hari ini, otoritarianisme masih memegang kontrol di atas demokrasi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak