Memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah, yang kemudian dikenal dengan Hamka. Memiliki reputasi yang tidak main-main selama masa perjuangan kemerdekaan hingga akhir hayatnya. Seorang tokoh dan ulama yang lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908 ini, memiliki andil yang luar biasa baik dalam bidang agama hingga sastra Indonesia.
Buya Hamka, merupakan tokoh yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial maupun politik. Pada masa-masa pra kemerdekaan, aktivitas Hamka di Sarekat Islam sejak tahun 1925 serta di Barisan Pengawal Nagari dan Kota membawanya turut bergerilya keluar masuk hutan di Sumatera Barat. Pasca kemerdekaan, beliau kemudian diamanatkan untuk memimpin mengurus Barisan Pertahanan Nasional (BPN) sejak tahun 1947.
Ketertarikan beliau dalam bidang sastra juga tidak dapat dianggap remeh. Karya-karya besar seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, atau Dibawah Lindungan Ka'bah, menjadikannya ditetapkan sebagai salah satu sastrawan besar tanah air. Terlebih lagi dalam aktivitasnya diberbagai media gerakan seperti di Seruan Islam, Bintang Islam, dan Suara Muhammadiyah.
Nama besarnya tentu saja tidak dapat dilepaskan dengan dukungan dari Muhammadiyah. Sebagai pemuka agama yang memiliki segudang pengalaman berorganisasi di Muhammadiyah, nama Hamka kemudian menjadi kandidat utama untuk memimpin lembaga independen, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975. Arah juang Hamka tidak jauh dari orientasi dakwah kulturalnya.
Pendekatan humanis yang selalu ditekankan dalam setiap dakwah, mampu memberinya ruang publik yang luas dan dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Keterlibatannya dalam partai Masyumi pada tahun 1955, membuat dirinya diangkat sebagai anggota konstituante, dan terlibat aktif dalam perumusan kembali dasar-dasar negara.
Sikap kritisnya terhadap pemerintahan Soekarno, pada akhirnya membuat Hamka dijebloskan kedalam penjara. Dengan tuduhan melakukan kegiatan subversif, yang dianggap mampu mengguncang stabilitas negara. Bahkan majalah Panji Masyarakat yang didirikannya juga turut dibredel oleh pemerintah kala itu. Khususnya perihal kritik Hamka terhadap eksistensi Partai Komunis Indonesia (PKI) di lingkungan pemerintahan.
Begitupula dengan Masyumi, yang turut dibubarkan pemerintah melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sikap keras pemerintah ditunjukkan tatkala Hamka menerbitkan tulisan dari Bung Hatta, yang bertajuk Demokrasi Kita, pasca mundurnya Bung Hatta dari kursi Wakil Presiden.
Sebuah karya besar justru dapat dilahirkan semasa dalam tahanan. Tafsir Al-Azhar yang dikerjakannya dalam kondisi sakit, dianggap sebagai karya besar yang dapat melampaui zamannya. Hingga pada akhir kekuasaan Soekarno, Hamka kemudian dibebaskan pada Mei 1966.
Suatu hal unik dan menarik terjadi ketika Soekarno mewasiatkan kepada Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahnya apabila seandainya dirinya wafat. Kebesaran Hamka memang sungguh luar biasa, beliau menyanggupi amanat dari Bung Karno. Tidak ada yang mampu mengalahkan tujuan dakwah beliau, kebesarah jiwa seorang ulama sekaliber Hamka adalah bukti bahwa Islam mengajarkan cinta kasih yang sangat luar biasa terhadap siapapun juga.
Diakhir hidupnya, Hamka menyandang berbagai penghargaan nasional hingga internasional. Penghargaan sebagai Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo adalah salah satunya. Penetapan dirinya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2011, adalah penghargaan tertinggi yang beliau dapatkan. Bangsa Indonesia tentu bangga dan merindukan seorang ulama seperti Hamka.
Tokoh-tokoh nasional dan pahlawan bangsa yang lahir dari "rahim" Muhammadiyah sebaiknya dapat menambah wawasan kebangsaan kita. Baik dalam ide, gagasan, serta perjuangannya terhadap bangsa dan negara. Semoga bermanfaat.