Kepedulian: Paradoks Sosial, Stoikisme Alternatif Kebahagiaan

Hernawan | Yoga Yurdho
Kepedulian: Paradoks Sosial, Stoikisme Alternatif Kebahagiaan
Ilustrasi peduli [Freepik.com]

Kepedulian adalah hal yang sangat sensitif sekaligus anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Hati nurani seringkali tak bisa dipungkiri, dan itu manusiawi. Merasa tersentuh atas kejadian-kejadian yang sentimentil, simpati kepada orang yang terkena masalah, bahkan sampai berempati, ikut merasakan rasa susah yang dialami oleh orang lain. Itu merupakan bagian dari sifat manusia yang tak bisa direka-reka, tanpa bisa direkayasa, alamiah, tersentuh dengan sendirinya.

Menjadi orang yang memiliki jiwa simpati dan solider yang tinggi memang berisiko. Harus siap menampung dan membantu setiap curhatan-curhatan orang yang bermasalah dengan mengesampingkan masalah pribadi. Mementingkan orang lain terlebih dahulu sebelum diri sendiri. 

Menjadi peduli adalah keharusan, yang jadi rumit adalah ketika memperdulikan semua hal yang berada di luar kendali. Mengapa bisa demikian? Kita harus sadar bahwa tak semua hal yang terjadi di sekitar adalah kendali diri kita. Jangan pernah merasa bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini harus selalu sejalan dengan pemikiran pribadi, dan jangan pernah mempermasalahkan pula kejadian yang tak sejalan dengan pemikiran kita.

Di zaman sekarang, didukung dengan kemajuan teknologi kita sangat gampang sekali menemukan segala sesuatu dan ketikdakcocokan antara asumsi pribadi dan asumsi orang lain. Semakin lama kita berselancar di dunia maya maka semakin banyak pula kita mendapati ketidakcocokan yang nyata. Berhentilah berkomentar dan menuntut semua orang agar sejalan denganmu, satu pikiran denganmu. Jika menurutmu berkomentar adalah suatu bentuk kepedulian, maka itu adalah benar. Namun, menjadi salah ketika kita mulai merasa terus menerus berkomentar dengan alasan kepedulian. Tak semua hal harus dikomentari, tak semua orang pula ingin dikomentari. 

Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini, untuk hidup sehat harus dimulai dulu dengan pola pikir yang sehat. Mulai terima segala perbedaan yang nyata, bahkan di dalam segala hal. Semakin kita menyadari banyaknya perbedaan, semakin pula kita kaya dengan referensi dan pengetahuan. Tak harus memaksa orang lain agar sepaham, cukup pahami saja bahwa semua hal memang tak harus diseragamkan, termasuk pemikiran. 

More less we care, more happy we are. Kalimat itu layak untuk mewakili atas kepedulian yang membahagiakan. Semakin kita cuek, semakin pula kita bahagia. Memang terlihat paradoks, namun makna filosofis yang terkandung di dalamnya adalah; terkadang bentuk kepedulian itu tak dapat dipahami dan ditangkap oleh orang lain.

Maka tak salah untuk memilah, berikan nasihat untuk orang yang tepat. Mulai fokus dan peduli terhadap diri sendiri terlebih dahulu, jelas ini bukan suatu bentuk keegoisan, melainkan cara penyampaian yang bermula dari dalam diri yang kemudian menjulur ke orang lain. Bentuk kepedulian paling ampuh adalah dengan tindakan dan sikap. Sikap adalah puncak dan buah dari berpikir. Peduli adalah nurani, kepedulian adalah gerak sikap hati. Asumsi untuk dikritisi, mufakat untuk bersepakat.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak