Permasalahan mengenai sampah merupakan hal yang harus diberikan perhatian khusus dari berbagai pihak dan masyarakat sekitar. Seiring dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk, berdampak pada semakin banyaknya jumlah sampah yang diproduksi. Desa Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah menjadi salah satu contoh daerah di Indonesia yang termasuk dalam wilayah padat penduduk. Jumlah penduduk yaitu kurang lebih sekitar 15.000 jiwa.
Tingginya produksi sampah domestik menyebabkan volume sampah di tempat pembuangan sampah Desa Jaten mengalami peningkatan. Penggunaan plastik yang tinggi turut menyumbang potensi tumpukkan sampah sulit terurai. Sehingga saat ini, sampah menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani.
Suasana lingkungan yang nyaman akan terganggu bahkan tercemar karena adanya efek buruk sampah tersebut. Kondisi bangunan TPS yang awalnya adalah gedung utuh kini hanya tersisa tembok bangunan tanpa atap karena terkena bencana alam. Bau menyengat yang dikeluarkan dari tumpukkan sampah adalah bentuk pencemaran lingkungan yang terjadi. Belum lagi sampah plastik yang berserakan di luar bangunan TPS.
Tingkat kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih sangat rendah. Hal ini diketahui dari keberadaan sampah di TPS yang tercampur dan menumpuk antara sampah jenis organik dan anorganik. Kurangnya kesadaran masyarakat tersebut akan semakin memperburuk keadaan lingkungan sekitar.
Proses pengelolaan sampah yang dilakukan banyak mengalami hambatan. Sebab untuk memilah sampah campuran sesuai jenisnya akan memakan waktu yang cukup lama. Perangkat desa setempat juga telah melakukan upaya pengelolaan terhadap sampah secara berkala.
Berdasarkan penuturan Sekretaris Desa Jaten bahwa setiap 3 bulan sekali dilakukan penutupan TPS yang berguna untuk mengosongkan lahan sementara. Penutupan TPS dilakukan dalam rangka mengantisipasi sampah yang overload selama hari libur petugas dari pihak DLH.
Minimnya fasilitas pengangkutan sampah dari pemerintah juga menjadi kendala proses distribusi sampah ke TPA. Padahal dari pengelola desa tidak memiliki tempat pembuangan akhir sampah sendiri. Upaya lain yaitu pemberian tempat sampah di setiap rumah masyarakat sebagai tempat pemilah belum berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga pengelolaan sampah yang berjalan ini dapat dikatakan belum efektif untuk mengatasi problematika yang terjadi mengenai sampah.
Sebenarnya sampah itu hanya terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan anorganik. Apakah sampah organik dan apakah sampah anorganik itu? Sampah organik adalah sampah yang berasal dari alam seperti sisa-sisa makanan atau daun yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang sukar terurai seperti plastik, kaca, karet, besi dan kaleng.
Banyak cara dalam mengelola sampah agar tidak berdampak pada ekosistem. Untuk pengelolaannya bisa berupa penyediaan tempat sampah untuk jenis organik dan anorganik, pembentukan komunitas bank sampah, mendaur ulang sampah dan melakukan edukasi tentang pengelolaan sampah yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Beberapa cara pengelolaan sampah tersebut telah gencar digaungkan ke masyarakat. Namun masih banyak pula yang tidak menghiraukan himbauan tersebut.
Dalam mengatasi permasalahan sampah ini salah satu upayanya adalah melakukan pengelolaan terhadap limbah sampah plastik. Perlunya untuk mengubah sampah plastik menjadi barang yang memiliki nilai guna seperti tas ramah lingkungan dan ecobrick.
Apa sih Ecobrick itu? Ecobrick adalah sebuah inovasi hasil pengelolaan sampah plastik yang diisikan padat ke dalam botol plastik. Ecobrick atau disebut dengan eko-batu bata yang ramah lingkungan dapat dijadikan sebagai barang berguna seperti kursi atau meja karena bentuknya yang padat dan keras sehingga kuat layaknya bata bangunan.
Lalu bagaimana cara membuat ecobrick? Pembuatan ecobrick dilakukan dengan menyiapkan botol plastik dengan ukuran 500 ml. Kemudian sampah plastik seperti bungkus mie instan, bungkus sabun dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan dan ditekan-tekan ke dalam botol menggunakan tongkat sampai penuh dan padat.
Pastikan bahwa tidak ada rongga agar menjadi padat seperti batu bata. Banyak dari masyarakat yang mengkonsumsi makanan atau produk apa pun yang dikemas dengan plastik. Faktanya produk di dalam supermarket maupun pasar hampir semuanya dikemas menggunakan plastik. Perlunya ide kreatif untuk mengurangi sampah yang dihasilkan dari perilaku konsumtif masyarakat tersebut.
Eko-batu bata ini menyediakan solusi limbah sampah plastik tanpa biaya. Botol ecobrick bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan furniture. Adanya inovasi eko-batu bata ini diharapkan mampu mengatasi problematika sampah plastik yang menumpuk. Selain itu bisa juga menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat yang ingin terus mengembangkan kreasi ecobrick dengan tekun.
Terlepas dari upaya pengelolaan sampah tersebut, sangat penting untuk memperhatikan kebiasaan melakukan 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle. Perilaku untuk membuang sampah pada tempatnya secara disiplin harus dimulai dari diri sendiri baik di dalam rumah maupun di lingkungan sekitar. Saling mengingatkan dan mengedukasi pentingnya membuang sampah sesuai tempatnya agar kenyamanan lingkungan selalu terjaga. Mari selalu budayakan untuk menjaga kebersihan di manapun dan kapanpun.