Dunia belum pulih sepenuhnya, begitu pun dengan kondisi perekonomian. Carut marut, semua negara sedang terengah-engah memulihkan diri. Begitupun dengan startup yang ada di Indonesia. Kini, mereka sudah tidak kuat membakar uang bahkan beberapa sudah gugur. Badai layoff pun tidak tertahankan.
Sebanyak 76 ribu lebih karyawan dari berbagai belahan dunia terkena PHK, hal ini terjadi dalam rentang 1 Januari-8 September 2022. Indonesia sendiri mengalami badai layoff di beberapa startup besar seperti Shopee, Tanihub, Ruang Guru, Gojek, dan lain-lain.
Fenomena layoff ini terjadi pada startup di berbagai bidang, mulai dari yang berbasis pendidikan seperti Ruangguru dan Sekolah.mu, e-commerce seperti GoTo, Shopee membuat heboh jagat media sosial, digital payment seperti Xendit, Sirclo, dan lainnya. Perusahaan GoTo pada November lalu telah mengumumkan PHK 12% dari total karyawan tetap atau sebanyak 1300 orang.
BACA JUGA: Pasukan Pembangkit Ekonomi Nusantara
Haryanto (2003) dalam (Utomo & Sutono, 2007) menyatakan, penyebab terjadinya badai layoff karena goyahnya kondisi politik, disusul oleh kondisi ekonomi yang semakin tidak karuan, dan juga efek domino setelah Covid-19 selesai. Hal ini berdampak pada banyaknya kebangkrutan industri yang berimbas pemutusan hubungan kerja yang tidak direncanakan.
Bubble burst menjadi salah satu faktor layoff
Bubble burst merupakan tumbuhnya ekonomi yang diawali dengan pesat dengan ditandai nilai aset yang meroket dan diakhiri dengan penurunan yang sangat cepat pula. Penurunan itulah yang disebut sebagai bubble burst atau ledakan gelembung. Hal ini terbukti ketika pandemi banyak startup yang melakukan perekrutan karyawan secara masif. Melansir dari RevoU dari penelitiannya tentang Tech Employee Recap, tercatat dari Mei 2021-2022 perusahaan RuangGuru merekrut sekitar 2351 karyawan, Shopee juga mengalami pertumbuhan karyawan tertinggi sejumlah 58% dari tahun sebelumnya.
Terjadi proses supply dan demand yang tinggi kala itu. Artinya, semakin tinggi permintaan barang/jasa, maka semakin tinggi juga nilai atau harganya. Sebaliknya, semakin tinggi persediaan suatu barang/jasa, maka semakin rendah harganya. Begitupun dalam dunia pekerjaan. Contohnya RuangGuru, ketika masa pandemi growth karyawan sangat tinggi karena sekolah konvensional yang dirumahkan dan mau tidak mau kebutuhan pasar di sektor bimbel online pun meningkat pesat, artinya dibutuhkan supply karyawan yang banyak. Bandingkan dengan saat ini, ketika keadaan sudah mulai kembali normal, permintaan bimbel online mulai berkurang, berarti akan kelebihan supply.
Strategi bakar uang sudah tidak efektif
Rahmawati (2021) menjelaskan bakar uang adalah praktek melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaing di dalam pasar bersangkutan. Dalam teori ekonomi, jual rugi adalah suatu kondisi dimana suatu pelaku usaha menetapkan harga jual dari barang dan atau jasa yang diproduksinya di bawah biaya total rata-rata (Average Total Cost).
Strategi bakar uang akan sangat efektif di awal startup berdiri. Namun, kini sudah tidak efektif. Perusahaan semakin terbebankan untuk memberi potongan harga, cashback, dan promo lainnya kepada pengguna. Dalam jangka panjang semakin terengap-engap untuk menaikkan keuntungan dan tidak bisa terus mengandalkan uang investor. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Persaingan Usaha dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan jual rugi atau mematok harga yang sangat murah dengan maksud untuk mematikan usaha pesaingnya di pasar sehingga mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Secara tidak langsung dalam pasal tersebut, strategi bakar uang yang dilakukan oleh startup itu tidak diperbolehkan. Namun, apa daya untuk menarik perhatian konsumen semua cara dilakukan.