Nyi Blorong, Babi, dan Pemilu

Hernawan | Septian Pribadi
Nyi Blorong, Babi, dan Pemilu
Ilustrasi uang (Pexels/Ahsanjaya)

Beberapa bulan terakhir, media sosial dan kanal berita dipenuhi berita seputar hiruk-pikuk pemilihan pemimpin yang akan beradu ketangkasan di Pemilu 2024. Baik Capres-Cawapres dan partai pengusungnya mulai melakukan pemanasan perebutan kursi paling panas di Indonesia, kursi presiden. Mereka mulai hadir di acara podcast-podcast yang digagas generasi muda hingga acara prestis macam Mata Najwa. Semua bersuara dan menuai bermacam-macam komentar dari warganet.

Meski terkesan sangat berisik, namun masyarakat kita tetap saja menikmatinya. Unggahan video singkat di Tiktok yang ditonton ratusan dan menjadi FYP, dijadikan bahan obrolan di warung kopi, hingga perdebatan antar masyarakat di desa yang ngotot mengusung calon presiden yang menurut mereka tepat memimpin Indonesia.

Atmosfer panas karena Pemilu 2024 rasanya akan semakin memanas hingga pengumuman pemenang siapa yang akan menjadi presiden Indonesia nanti. Bahkan bisa jadi, jika terendus kecurangan-kecurangan yang selama ini maklum terjadi di Pemilu, akan memunculkan situasi lebih panas antar kubu yang sudah jor-joran menggelontorkan sekian triliun uang tapi tetap kalah.

Masyarakat Indonesia yang semakin melek politik karena semakin akrab dengan media sosial adalah satu sisi yang membahagiakan. Namun di sisi lain, ada praktik-praktik yang tidak disadari dan berpotensi berbahaya yang harus diwasapadai oleh masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpinnya.

Nyi Blorong dan Pemilu Kita

Nyi Blorong adalah mitologi Jawa yang amat masyhur. Ia dikenal sebagai sosok wanita cantik yang berkepala manusia dan berbadan seperti ikan dengan lengan dan kaki sebanyak kelabang. Dikenal pula sebagai dewi uang yang hidup di Laut Selatan.

Sebagai dewi uang, Nyi Blorong mampu memberikan kekayaan dalam sekejap bagi siapa saja yang menginginkan kehidupan bergelimang harta. Kesaktian Nyi Blorong dan kekayaan sekejap yang diberikan menyaratkan kepada pemujanya untuk menyerahkan jiwa. Artinya, setiap kekayaan yang didapat dan bertambah, pada akhirnya si pemuja akan dimiliki seluruh jiwa dan raganya oleh Nyi Blorong. Semacam tukar guling, kamu ingin cepat kaya, nyawa bayarannya.

Manifestasi Nyi Blorong yang konon dalam banyak cerita membuat seseorang mampu jadi tajir melintir ini, seperti sebuah sindiran kepada para masyarakat yang hanya berharap mendapat uang atau kekayaan namun menyerahkan hidupnya untuk dipimpin oleh orang yang tidak tepat dan mengerikan.

Masyarakat dibutakan oleh sebuah amplop uang untuk memilih pemimpin tertentu tanpa pertimbangan logis dan nurani. Hanya karena uang puluhan ribu atau ratusan ribu, mereka rela menyerahkan hidupnya sekian tahun untuk diatur oleh pemimpin yang mungkin tidak becus mengurusi hidup masyarakat Indonesia.

Serangan fajar (bagi-bagi uang) yang marak dalam politik Indonesia terlalu tidak logis apabila masyarakat harus memilih pemimpin hanya karena uang. Sedangkan tidak hanya dirinya yang ia gadaikan, tetapi juga nasib seluruh keluarganya, bahkan seluruh saudara-saudaranya yang hidup di lingkungan itu. Alih-alih Nyi Blorong yang jelas memberikan kekayaan tanpa batas dan menyerahkan jiwa, serangan fajar tidak bikin kaya sama sekali, tapi pertaruhannya segenap nasib dirinya dan seluruh keluarganya.

Fenomena ini sebenarnya adalah contoh yang marak terjadi menjelang tahun Pemilu. Seharusnya masyarakat sudah mulai sadar bahwa memilih pemimpin harus berdasarkan pertimbangan logis dan nurani yang bersih. Dan kita harus mulai melupakan gaya-gaya lama yang hanya bergantung pada kekuatan uang.

Babi dan Kenangan Pahit

Peristiwa kekecewaan pendukung pejabat tertentu dan ternyata setelah menjabat banyak sekali janji-janjinya yang tidak ditepati adalah fakta lapangan yang terus terjadi berulang kali. Seolah masyarakat kita kebal sekali terhadap hal tipu-tipu dengan kedok uang atau kekayaan tertentu.

Dulu, salah satu pelukis Indonesia yang terkenal, Djoko Pekik, pernah membuat lukisan Berburu Celeng pada tahun 1998. Ia melukis kerumunan masyarakat yang menangkap celeng yang terikat dan diusung terbalik lalu diarak bersama. Ia mencoba menggambarkan kepemimpinan pada saat itu yang dianggapnya amat bobrok.

Babi adalah lambang keserakahan. Apa saja dilahap. Yang ada dihadapannya hancur karena dirusak, tak pernah bisa lurus saat berjalan, dan semaunya sendiri seolah merasa dirinya adalah raja. Dan biasanya, babi macam ini hidupnya berakhir nahas karena dihajar dan diburu orang.

Beberapa pemimpin kita menunjukkan sikap seperti sifat babi ini. Mereka serakah, semaunya sendiri, dan bersikap zalim. Berdasarkan data KPK, lembaga ini menangani 1.351 kasus tindak pidana korupsi periode 2004-2022. Dan berdasarkan wilayah, kasus korupsi paling sering terjadi di wilayah pemerintahan pusat sebanyak 430 kasus (31,82%) dari total kasus selama 19 tahun terakhir. Belum harta kekayaan pejabat yang terus meningkat seiring lamanya ia menjabat dan disinyalir melakukan pencucian uang.

Pejabat semaunya sendiri, kasus penembakan polisi kepada warga, pamer kekayaan pejabat di media sosial, menjadi kasus yang akhir-akhir ini sering viral. Belum lagi kasus di salah satu kementrian yang menilap miliaran rupiah yang viral karena bersikap zalim dengan memanipulasi anggaran dalam program kerjanya.

Sederet kasus pahit di atas adalah peringatan bagi warga Indonesia. Bahwa Pemilu yang sebentar ini jangan dijadikan sebagai ajang untuk mengorbankan diri dan mengulangi kembali kenangan pahit yang terus berulang. Pilihlah pemimpin dengan logis dan nurani bersih. 

Semua ini adalah langkah kecil tapi penting untuk mencapai Indonesia yang sehat dalam demokrasi. Juga sebagai upaya untuk mengembalikan marwah demokrasi Indonesia yang sudah terlanjur lekat dan pekat dengan uang. Bahwa menjadi pejabat di Indonesia membutuhkan miliaran hingga triliunan rupiah. Tak ayal, mereka yang menjabat dengan cara money politik macam itu, merasa perlu untuk balik modal dengan berbagai cara termasuk korupsi dan pencucian uang.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak