Dear Orang Kota yang Bercita-cita Ingin Tinggal di Desa, Yakin Bakal Betah?

Hikmawan Firdaus | Dini Sukmaningtyas
Dear Orang Kota yang Bercita-cita Ingin Tinggal di Desa, Yakin Bakal Betah?
Ilustrasi pedesaan (Unsplash/Ilya Zoria)

Belakangan ini, istilah slow living cukup giat diserukan di media sosial. Sebagian besar orang ingin menerapkan gaya hidup yang lebih santai dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang serba buru-buru.

Mengutip dari The Good Trade, slow living adalah gaya hidup yang menekankan pendekatan yang lebih lambat dan penuh perhatian terhadap semua aspek kehidupan sehari-hari. Ini tentang mengidentifikasi apa yang paling dihargai dalam hidup dan mengatur waktu sesuai dengan itu.

Sebelum istilah slow living ngetren di media sosial, sejak dulu orang-orang yang mengaku orang kota memang sudah mengglorifikasi enaknya hidup di pedesaan.

Orang kota sangat mudah terkagum-kagum dengan suasana desa yang sejuk, asri, udaranya bersih, dan tidak ada kemacetan seperti di kota besar.

Sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di salah satu desa di kaki gunung, saya setuju dengan sisi enak tinggal di desa tersebut. Saya bisa merasakan perbedaan tersebut ketika merantau ke ibukota provinsi.

Namun, yang tidak disadari oleh para orang kota ini adalah tidak selamanya tinggal di desa itu enak. 

Contoh kecilnya adalah akses internet dan hiburan tentu tidak bisa semudah itu didapatkan. Di desa saya, akses internet cepat masih menjadi fasilitas yang sulit didapatkan.

Selain itu, tinggal di desa artinya siap kehilangan berbagai macam hiburan seperti mall, cafe-cafe estetik, bioskop, dan lain sebagainya. Kebutuhan tersier akan sulit terpenuhi.

Jika sudah terbiasa menggunakan aplikasi pesan antar, bukan tidak mungkin para orang kota ini terkaget-kaget. Banyak desa yang belum tercakup dalam aplikasi ojek online atau layanan pesan antar lainnya, karena terlalu jauh dari pusat kota.

Selain masalah infrastruktur dan hiburan, tinggal di desa juga artinya harus siap srawung atau bersosialisasi. Banyak sekali acara-acara rutin yang diadakan di desa yang mengharuskan kita bertemu dengan banyak orang. Hal ini jelas akan menjadi culture shock bagi orang yang sejak lahir sudah hidup di kota besar.

Oleh karena itu, saya heran jika ada orang kota yang bercita-cita untuk hidup di desa, bahkan sampai mengglorifikasinya. Cita-citanya memang tidak salah, tapi yakin bakal betah?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak