Peringati Hari Ibu, Meretas Patriarki dan Belajar dari Perjuangannya

Hayuning Ratri Hapsari | Fitri Handayani
Peringati Hari Ibu, Meretas Patriarki dan Belajar dari Perjuangannya
Ilustrasi Ibu dan anak (Pexels/Andrea Piacquadio)

Peringatan Hari Ibu tahun ini jatuh pada hari Jumat, 22 Desember 2023. Sebagian orang mungkin sudah menyiapkan kado untuk ibu mereka mulai dari bunga, coklat, hingga aksesoris. Tapi, apakah kita semua tahu sejarah hari ibu?

Sejarahnya dimulai pada 22-25 Desember 1928 ketika para pemimpin perempuan se-Nusantara berkumpul untuk membahas isu-isu perempuan yang harus diperjuangkan. Sepuluh tahun kemudian, dalam Kongres Perempuan III, tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu.

Namun, makna Hari Ibu mengalami pergeseran yang awalnya ditujukan untuk memperjuangkan isu perempuan, dewasa ini perayaan ini sebatas peran ibu dalam keluarga. Yaitu, Ibu yang telah melahirkan kita, oleh karena itu kita harus berbakti kepadanya.

Padahal, ada hal lain yang perlu kita luruskan terkait peran perempuan dan peretasan patriarki. Patriarki adalah sistem yang dibentuk masyarakat bahwa perempuan hanya berdandan, memasak, dan melahirkan. Perempuan lekat dengan inferiority sehingga tak punya kuasa atas jalan hidupnya sendiri.

Maka dari itu, melalui Hari Ibu ini kita sepakat berhenti melekatkan sosok perempuan sebagai peran ibu. Mengapa? Karena peran 'ibu' dalam keluarga tidak hanya dibebankan kepada perempuan saja melainkan juga peran ayah, seorang laki-laki dan suami agar patriarki bisa diretas sesegera mungkin.

Ester Lianawati dalam bukunya yang berjudul Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan, kita perlu mengubah sikap dan pandangan kita terhadap perempuan serta kesakitannya.  Beberapa hal itu meliputi:

  • Berhenti meletakkan peran ibu pada perempuan. Menjadi ibu bukanlah keharusan, melainkan sebuah pilihan dan tidak ditentukan oleh fungsi rahim sebagai perempuan.
  • Berhenti memberi gambaran imajinasi tentang ibu. Stigma masyarakat seringkali memberi gambaran betapa indahnya menjadi ibu, mereka lupa bahwa peran sebagai ibu juga tidaklah mudah. Sehingga, perempuan bisa memutuskan menjadi ibu atau tidak, tanpa paksaan.
  • Tidak melekatkan ibu dengan tugas domestik. Bukan rahasia jika ibu adalah supermom yang bisa mengasuh anak sekaligus mencuci baju. Pekerjaan rumah selalu dibebankan kepada perempuan selama sehari penuh.
  • Libatkan laki-laki. Akibat patriarki yang menjunjung tinggi posisi laki-laki, mereka lupa bahwa dalam keluarga adalah kerja kelompok sepanjang hayat. Laki-laki punya kewajiban yang sama dengan perempuan yaitu mengasuh anak dan mengerjakan tugas domestik. Maka, di Hari Ibu ini, anak laki-laki perlu juga belajar memahami peran laki-laki dalam berkeluarga, agar patriarki tidak terulang di kehidupan mendatang.

Adalah tindakan positif jika kita semua merayakan Hari Ibu dengan memberinya kado atau ucapan kasih. Namun, pembelajaran peran ibu untuk meretas patriarki adalah salah satu upaya memperjuangkan isu-isu perempuan agar punya hak setara dalam kehidupan. Selamat Hari Ibu untuk perempuan-perempuan luar biasa!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak