Harapan untuk Presiden yang Baru: Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan

Ayu Nabila | Ernik Budi Rahayu
Harapan untuk Presiden yang Baru: Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan
Ilustrasi Perempuan Berpendidikan (pexels.com/ Stanley Morales)

Kepada Yth,
Presiden Republik Indonesia yang baru

Sebagai seorang rakyat yang peduli dengan perkembangan kemajuan bangsa, saya rasa perlu untuk merefleksikan apa yang telah dicapai dalam masa satu dekade kepemimpinan Presiden Joko Widodo, khususnya dalam hal kesetaraan gender di bidang pendidikan.

Sejak awal masa jabatannya, saya sangat mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menaruh perhatian besar dan melakukan berbagai upaya pada dunia pendidikan. Pendidikan adalah  sebuah pilar utama dari pembangunan bangsa. Presiden Jokowi telah menghadirkan berbagai banyak kebijakan yang diinisiasi dengan tujuan membuka akses yang lebih luas dan setara bagi seluruh kalangan, termasuk perempuan.

Selama 1 dekade dalam masa kepemimpinan, bisa kita lihat ada berbagai usaha pemerintah dalam hal memberikan bantuan termasuk memperbaiki akses pendidikan bagi perempuan. Misalnya saja, program Kartu Indonesia Pintar (KIP). KIP adalah salah satu program yang menjadi bukti nyata usaha pemerintah untuk memberantas kesulitan akses sekolah bagi siswa yang tidak mampu. Hubunganya dengan perempuan adalah program ini sangat membantu dikarenakan banyak anak perempuan yang berasal dari keluarga kurang mampu akhirnya bisa mengakses pendidikan. Mereka bisa melanjutkan pendidikan tanpa harus khawatir akan biaya.

Namun, meskipun beberapa kemajuan telah diusahakan, kenyataanya adalah masih terdapat tantangan besar yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Nyatanya, dalam hal kesetaraan gender dalam pendidikan belum sepenuhnya dicapai, terutama di wilayah terpencil dan pedesaan. Saya merasa bahwa masih ada wilayah yang dimana banyak anak perempuan yang menghadapi tantangan dalam dunia pendidikan. Tak bisa dipungkiri, perempuan masih kerap berhadapan dengan masalah dimana mereka harus memprioritaskan peran mereka sebagai ibu rumah tangga daripada untuk mengenyam pendidikan.

Faktanya, memang banyak perempuan yang terpaksa putus sekolah karena harus menikah dini, secara ekonomi tidak mampu atau harus bekerja untuk membantu keluarga. Masalah ini adalah sebuah tantangan struktural yang membutuhkan perhatian khusus, agar perempuan di seluruh Indonesia dapat menikmati hak pendidikan yang setara.

Seperti yang telah didata oleh Data BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) untuk perempuan adalah 73,55 tahun, lebih tinggi daripada laki-laki yang berkisar di 69,67 tahun. Angka harapan lama sekolah perempuan adalah 13,22 tahun, lebih unggul dari laki-laki yang 12,95 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki peluang untuk hidup dan sekolah lebih panjang daripada laki-laki. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas perempuan sebagai modal untuk pembangunan nasional merupakan sebuah investasi jangka panjang yang strategis dan visioner.

Tak dapat disangkal, pandemi COVID-19 memberikan dampak besar pada akses pendidikan, terutama bagi anak perempuan. Ketika pembelajaran bergeser ke ruang digital, kesenjangan teknologi menjadi nyata. Banyak anak perempuan di daerah-daerah yang tidak memiliki akses ke internet atau perangkat pembelajaran. Ini menambah tantangan baru dalam menciptakan kesetaraan pendidikan. Pemerintah sudah berusaha melalui berbagai bantuan, tetapi masih dibutuhkan strategi yang lebih matang untuk memastikan akses pendidikan digital yang merata.

Bersamaan dengan telah dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden, besar haraoan saya agar dimasa yang akan datang pemerintah bisa melanjutkan perjuangan untuk menciptakan dalam kesetaraan pendidikan. Menurut saya, catatan yang harus dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran pentingnya pendidikan dan memberikan fasilitas yang baik untuk daerah tertinggal

Dalam hal ini, pemerintah harus berupaya meningkatkan kesadaran pendidikan untuk perempuan disana karena tak dapat dipungkiri yang menjadi penyebab perempuan tidak berpendidikan adalah karena norma, budaya dan kurangnya kesadaran. Pemerintah juga harus memberikan akses dan fasilitas untuk memastikan agar anak perempuan disana mengenyam pendidikan.

2. Mengatasi masalah hambatan sosial dan budaya

Dalam hal ini pemerintah bisa menerapkan pendidikan maupun sosialisasi tentang kesetaraan gender. Pendidikan ini harus masif dilakukan, baik melalui program-program baru nasional sampai ke desa untuk memerangi norma-norma sosial yang membatasi peran perempuan di masyarakat dalam hal pendidikan.

3. Memperluas Akses Pendidikan Digital

Pandemi menyebabkan pentingnya akses digital. Untuk menunjang pendidikan pemerinta harus memastikan atau bahkan menyiapkan akses agar semua dapat akses pendidikan digital termasuk anak perempuan yang biasanya terhambat dengan masalah ini.

Akhir dari sura ini, menurut saya kesetaraan dalam pendidikan sudah berupaya dilakukan namun memang hasilnya belum maksimal. Bagi saya, kesetaraan bukan hanya pemerintah mampu memfasilitasi pendidikan saja, tetapi juga bagaimana pemerintah bisa memastikan bahwa tidak ada lagi perempuan yang tidak mengenyam pendidikan

Perempuan adalah tiang negara yang perannya sangat penting bagi kehidupan bangsa, Jika perempuan telah mendapatkan akses pendidikan yang setara, saya yakin mereka akan memberikan kontribusi besar bagi negara ini.. Semoga di bawah kepemimpinan yang baru, Presiden bisa melanjutkan kemajuan yang telah dicapai sebelumnya dan menyempurnakannya.

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak