Bukan Silaturahmi, Potensi Lingkaran Toksik dalam Ajang Bukber Tahunan

Hikmawan Firdaus | Ellyca S.
Bukan Silaturahmi, Potensi Lingkaran Toksik dalam Ajang Bukber Tahunan
Ilustrasi Bukber (Pexels/Thirdman)

Bukber adalah salah satu tradisi saat Ramadhan di Indonesia. Bahkan ada yang menyusun berbagai acara bukber sejak sebelum Ramadhan. Mulai dari kumpul bersama teman sekolah, teman kuliah, teman komunitas, teman kerja, hingga keluarga.

Padat sekali.

Momen berkumpulnya teman dan saudara saat buka puasa ini juga disebut sebagai ajang silaturahmi. Terlebih bila sudah sekian lama tidak bertemu, bukber dianggap sebagai momen yang pas untuk reuni dan bertukar kabar.

Namun seiring berjalannya waktu, makna bukber sebagai ajang silaturahmi ini mulai bergeser bagi sebagian orang. Memang betul momen ini juga bisa sekaligus dijadikan ajang silaturahmi. Namun alih-alih bertukar kabar, orang-orang ini justru lebih terkesan adu nasib bahkan hingga pamer.

Sehingga ada beberapa orang yang hadir di situ merasa tidak nyaman. Karena seperti yang kita tahu, meski seangkatan dan seumuran, tapi masing-masing orang punya nasib dan rejekinya sendiri.

Tidak semu orang sukses di waktu yang bersamaan, baik dalam pendidikan, karir, maupun jodoh. Sehingga 'adu nasib' saat bukber ini sedikit banyak bisa membuat seseorang merasa minder.

Belum lagi kalau dibarengi dengan pamer. Sehingga sampai ada seseorang yang berbohong soal pekerjaannya, ponsel miliknya, hingga pakaian yang ia kenakan agar tidak terlalu merasa minder dan malu.

Padahal, esensi puasa adalah tidak boleh berbohong, kan?

Sehingga energi saat bukber ini tidak lagi positif tapi justru menambah beban mental bagi sebagian orang. Belum lagi kalau ditambah dengan bergosip.

Jelang waktu magrib yang seharusnya diisi dengan kegiatan bermafaat tapi malah diisi dengan obrolan pamer, adu nasib, dan gosip, yang jelas dilarang dalam agama.

Meski begitu, masih banyak orang yang sulit untuk menghindar dari tradisi tahunan ini. Karena masih banyak orang yang takut tidak diakui di komunitasnya, takut tidak punya teman, dan ketinggalan up date. 

Sehingga walau tersiksa, mereka mau tidak mau tetap bergabung dengan lingkungan yang toksik bahkan sampai rela berbohong.

Tidak ada salahnya dengan bukber yang sudah menjadi tradisi Ramadhan tahunan di Indonesia. Selama tidak mengurangi nilai puasa dan diisi dengan hal bermanfaat, tetaplah menyambung tali silaturahmi melalui momen ini. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak