Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan program Sekolah Rakyat dengan anggaran operasional mencapai Rp100 miliar per sekolah. Program ini disebut-sebut sebagai upaya memberikan akses pendidikan gratis bagi masyarakat miskin dengan memanfaatkan gedung-gedung Kementerian Sosial yang tidak terpakai.
Meskipun terlihat sebagai langkah yang menjanjikan, banyak pihak mempertanyakan efektivitas dan urgensi program ini di tengah kondisi pendidikan nasional yang masih menghadapi banyak masalah.
Beberapa permasalahan pendidikan di Indonesia antara lain banyak bangunan sekolah rusak, fasilitas minim, bahkan ada sekolah yang terpaksa tutup karena kekurangan dana dan tenaga pengajar. Terlebih di daerah terpencil, masih banyak sekolah dengan kondisi tidak layak.
Jika memang pemerintah memiliki anggaran besar untuk pendidikan, bukankah lebih bijak untuk memperbaiki sekolah-sekolah yang sudah ada daripada membangun sekolah baru?
Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran yang gencar digaungkan pemerintah justru terasa bertolak belakang dengan munculnya program baru ini yang membutuhkan dana besar.
Hal ini pun menimbulkan pertanyaan dari masyarakat: mengapa bukan sekolah negeri yang sudah ada yang diperkuat, digratiskan biaya pendidikannya, dan dijamin kualitasnya?
Seharusnya, anggaran yang ada juga bisa dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan guru agar kualitas pengajaran lebih baik. Mengingat masih banyaknya guru honorer yang menerima gaji sangat minim.
Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah potensi praktik korupsi dalam proyek ini. Dengan banyaknya kasus korupsi di Indonesia, masyarakat ragu akan transparansi pengelolaan anggaran Sekolah Rakyat.
Mengalokasikan Rp100 miliar untuk operasional satu sekolah tentu menimbulkan tanda tanya besar. Jika kita bandingkan dengan anggaran sekolah negeri lainnya, jumlah ini terbilang sangat tinggi, terlebih jika pemerintah hanya memanfaatkan gedung-gedung lama.
Tanpa pengawasan yang ketat, program ini bisa saja menjadi ladang baru bagi oknum-oknum yang ingin memperkaya diri sendiri.
Daripada membangun sekolah baru, pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kualitas sekolah yang sudah ada.
Jika pemerintah benar-benar ingin membantu masyarakat miskin mendapatkan pendidikan berkualitas, maka yang harus dilakukan adalah menjamin bahwa sekolah-sekolah negeri dapat diakses secara gratis tanpa biaya sepeser pun.
Selain itu, kesejahteraan guru juga harus menjadi prioritas. Daripada menghabiskan anggaran besar untuk proyek baru, lebih baik pemerintah menggunakan dana tersebut untuk memberikan gaji yang layak bagi para guru.
Alih-alih menjadi jawaban atas ketimpangan pendidikan, program Sekolah Rakyat justru berisiko menambah daftar panjang kebijakan yang kurang efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Jika pemerintah benar-benar ingin memperbaiki sistem pendidikan, fokus utama seharusnya pada peningkatan kualitas sekolah yang sudah ada dan kesejahteraan guru, bukan sekadar membangun proyek baru yang berisiko mengulang masalah lama.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS