Mengenal Net Zero Emission dan Alasan Negara Harus Segera Mencapainya

Ayu Nabila | Alfino Hatta
Mengenal Net Zero Emission dan Alasan Negara Harus Segera Mencapainya
Gambar menunjukkan asap tebal dari pabrik atau kendaraan yang mencemari udara, melambangkan dampak emisi gas rumah kaca terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (unsplash.com/@niki_likomanov)

Krisis iklim yang semakin mendesak telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia pada abad ke-21. Pemanasan global, yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, telah menghasilkan dampak signifikan terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan manusia.

Menurut laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), suhu global telah meningkat sekitar 1,2 derajat Celsius dibandingkan dengan tingkat pra-industri, dan diperkirakan akan mencapai 1,5 derajat Celsius dalam beberapa dekade mendatang jika tidak ada tindakan mitigasi yang signifikan.

Untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius—sebuah ambang batas yang dianggap penting untuk mencegah dampak iklim terburuk—dunia harus mengambil langkah-langkah drastis. Salah satu konsep utama yang menjadi fokus perhatian global adalah Net Zero Emission atau emisi nol bersih.

Dalam konteks ini, emisi gas rumah kaca global harus turun hampir setengahnya pada tahun 2030 dan mencapai nol bersih pada pertengahan abad ke-21.

Menyadari urgensi ini, semakin banyak pemerintah nasional, pemerintah daerah, serta pemimpin bisnis yang berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih di wilayah hukum atau operasi bisnis mereka. Hingga saat ini, lebih dari 90 negara—termasuk penghasil emisi terbesar seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan India—telah menyampaikan target nol bersih sebagai bagian dari upaya global. Selain itu, ratusan wilayah, kota, dan perusahaan multinasional juga telah menetapkan komitmen serupa.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan emisi nol bersih, apa dasar ilmiah di balik konsep ini, dan bagaimana implementasinya dapat membantu menyelamatkan planet kita? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijelaskan secara mendalam dalam artikel ini.

1. Definisi dan Konsep Emisi Nol Bersih

Emisi nol bersih, atau Net Zero Emission, adalah kondisi di mana semua emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh aktivitas manusia diimbangi dengan jumlah karbon yang dihilangkan dari atmosfer melalui proses yang dikenal sebagai penghilangan karbon. Dengan kata lain, jumlah total emisi yang dihasilkan oleh manusia harus sama dengan jumlah karbon yang dihilangkan dari atmosfer.

Untuk mencapai emisi nol bersih, pendekatan dua arah harus diterapkan:

  • Mengurangi Emisi: Emisi yang disebabkan oleh aktivitas manusia—seperti pembakaran bahan bakar fosil di kendaraan, pabrik, dan pembangkit listrik—harus dikurangi sedekat mungkin dengan nol. Ini melibatkan transisi besar-besaran menuju energi terbarukan, efisiensi energi, dan desain infrastruktur yang ramah lingkungan.
  • Mengimbangi Emisi yang Tersisa: Meskipun upaya pengurangan emisi sangat penting, ada beberapa sektor—seperti industri berat dan penerbangan—yang sulit untuk sepenuhnya didekarbonisasi dalam waktu dekat. Oleh karena itu, emisi yang tersisa harus diimbangi melalui teknologi atau pendekatan alami, seperti penangkapan dan penyimpanan udara langsung (DACS), restorasi hutan, atau pengelolaan lahan berkelanjutan.

Konsep ini bukan hanya tentang mengurangi emisi, tetapi juga tentang menciptakan keseimbangan antara emisi yang dihasilkan dan emisi yang dihilangkan. Keseimbangan ini merupakan prasyarat untuk mempertahankan stabilitas iklim global.

2. Dasar Ilmiah di Balik Target Nol Emisi Bersih

Dasar ilmiah target nol emisi bersih berasal dari penelitian intensif yang dilakukan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Laporan IPCC tahun 2021 menunjukkan bahwa untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius, emisi gas rumah kaca global harus mencapai nol bersih pada sekitar tahun 2050.

Jika target ini tidak tercapai, risiko dampak iklim yang lebih buruk—seperti naiknya permukaan air laut, cuaca ekstrem, kebakaran hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati—akan meningkat secara signifikan. Misalnya, kenaikan suhu global sebesar 2 derajat Celsius dapat menyebabkan dampak yang jauh lebih parah dibandingkan dengan kenaikan 1,5 derajat Celsius, termasuk peningkatan frekuensi dan intensitas badai tropis, kekeringan, dan banjir.

Oleh karena itu, mencapai nol emisi bersih bukan lagi pilihan, tetapi keharusan bagi keberlangsungan hidup manusia dan ekosistem planet ini. Konsep ini didukung oleh data ilmiah yang menunjukkan bahwa setiap fraksi derajat pemanasan global memiliki dampak nyata pada lingkungan, dan karenanya, setiap tindakan mitigasi memiliki nilai yang signifikan.

3. Negara Mana Saja yang Telah Berkomitmen pada Net Zero Emission?

Lebih dari 90 negara telah berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih, termasuk beberapa penghasil emisi terbesar di dunia. Komitmen ini mencerminkan kesadaran global bahwa tindakan kolektif sangat penting untuk menghadapi krisis iklim. Berikut adalah beberapa contoh komitmen dari negara-negara utama:

  • Tiongkok: Sebagai penghasil emisi terbesar di dunia, Tiongkok telah mengumumkan target nol bersih pada tahun 2060. Negara ini juga telah berinvestasi besar-besaran dalam energi surya dan angin sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi.
  • Amerika Serikat: Amerika Serikat, penghasil emisi terbesar kedua di dunia, telah berkomitmen mencapai nol bersih pada tahun 2050. Administrasi Presiden Joe Biden telah meluncurkan sejumlah kebijakan untuk mendukung transisi ke energi bersih, termasuk investasi dalam kendaraan listrik dan infrastruktur hijau.
  • India: Sebagai negara berkembang dengan populasi besar, India menargetkan nol bersih pada tahun 2070. Meskipun target ini lebih lambat dibandingkan dengan negara maju, India telah membuat kemajuan signifikan dalam meningkatkan kapasitas energi terbarukan.
  • Uni Eropa: Uni Eropa secara kolektif menetapkan target nol bersih pada tahun 2050 melalui paket kebijakan European Green Deal, yang bertujuan untuk mendekarbonisasi seluruh ekonomi blok tersebut.

Selain itu, banyak kota besar seperti New York, Tokyo, dan London, serta perusahaan multinasional seperti Microsoft, Apple, dan Unilever, juga telah menetapkan target serupa. Komitmen ini mencerminkan kesadaran global bahwa tindakan kolektif sangat penting untuk menghadapi krisis iklim.

4. Bagaimana Teori "Kutukan Karbon" Berkaitan dengan Emisi Nol Bersih?

Teori "kutukan karbon" menunjukkan bahwa negara-negara yang kaya bahan bakar fosil cenderung memiliki emisi karbon yang lebih tinggi karena ketergantungan besar pada sumber daya ini untuk pertumbuhan ekonomi dan produksi energi. Contohnya, negara-negara seperti Brunei dan Kanada, yang memiliki cadangan minyak dan gas alam yang melimpah, sering kali menunjukkan jejak karbon per kapita yang tinggi.

Sebaliknya, negara-negara dengan tingkat industrialisasi rendah, seperti Papua Nugini dan Bangladesh, memiliki emisi karbon dioksida per kapita yang jauh lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa transisi menuju emisi nol bersih memerlukan strategi yang berbeda-beda, tergantung pada struktur ekonomi dan ketersediaan sumber daya suatu negara.

Negara-negara yang bergantung pada bahan bakar fosil harus segera mengembangkan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan mereka, seperti investasi dalam energi terbarukan dan teknologi dekarbonisasi. Ini adalah langkah penting untuk mencapai target nol emisi bersih tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

5. Tantangan Utama dalam Mencapai Net Zero Emission

Meskipun konsep emisi nol bersih tampak sederhana, implementasinya menghadapi sejumlah tantangan besar yang memerlukan solusi inovatif dan kolaborasi global:

  • Transisi Energi yang Mahal: Beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan memerlukan investasi besar dalam infrastruktur baru, seperti pembangkit energi surya, angin, dan hidrogen hijau. Biaya ini sering kali menjadi hambatan bagi negara-negara berkembang yang memiliki keterbatasan sumber daya finansial.
  • Teknologi Penghilangan Karbon: Teknologi seperti Direct Air Capture and Storage (DACS) masih dalam tahap awal pengembangan dan mahal untuk diterapkan secara luas. Selain itu, teknologi ini membutuhkan energi yang signifikan, yang dapat menimbulkan tantangan tambahan jika tidak didukung oleh energi terbarukan.
  • Perubahan Perilaku Masyarakat: Mengubah pola konsumsi energi dan gaya hidup masyarakat memerlukan waktu dan edukasi yang intensif. Masyarakat perlu didorong untuk mengadopsi praktik-praktik yang lebih berkelanjutan, seperti penggunaan transportasi umum, pengurangan konsumsi plastik, dan penghematan energi.
  • Ketidaksetaraan Global: Negara-negara berkembang sering kali tidak memiliki akses ke teknologi atau modal yang cukup untuk mendukung transisi hijau. Oleh karena itu, dukungan internasional—baik dalam bentuk pendanaan maupun transfer teknologi—sangat penting untuk memastikan bahwa semua negara dapat berpartisipasi dalam upaya global menuju nol emisi bersih.

6. Peran Teknologi dalam Mencapai Net Zero Emission

Teknologi memainkan peran kunci dalam transisi menuju emisi nol bersih. Beberapa inovasi yang menjanjikan meliputi:

  • Energi Terbarukan: Tenaga surya, angin, dan hidroelektrik dapat menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama. Investasi dalam teknologi ini telah menunjukkan hasil yang signifikan, dengan biaya produksi energi terbarukan yang terus menurun.
  • Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS): Teknologi ini dapat menangkap karbon dioksida langsung dari sumber industri atau atmosfer dan menyimpannya secara permanen di bawah tanah. CCS dianggap sebagai solusi penting untuk mengurangi emisi dari sektor-sektor yang sulit untuk didekarbonisasi.
  • Transportasi Listrik: Kendaraan listrik (EV) dapat mengurangi emisi dari sektor transportasi, salah satu penyumbang terbesar emisi karbon. Infrastruktur pengisian daya yang luas dan baterai yang lebih efisien adalah kunci untuk mempercepat adopsi EV.
  • Agrikultur Berkelanjutan: Teknik pertanian yang ramah lingkungan, seperti pertanian regeneratif, dapat membantu mengurangi emisi sekaligus meningkatkan penyerapan karbon oleh tanah. Pendekatan ini juga dapat meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi dampak lingkungan dari praktik pertanian konvensional.

7. Manfaat dari Mencapai Net Zero Emission

Mencapai emisi nol bersih tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga memiliki dampak positif yang luas di berbagai aspek kehidupan:

  • Melindungi Ekosistem: Mengurangi emisi karbon dapat membantu melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem alami, yang penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan.
  • Meningkatkan Kesehatan Masyarakat: Mengurangi polusi udara dari pembakaran bahan bakar fosil dapat menurunkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
  • Menciptakan Lapangan Kerja Baru: Transisi ke energi terbarukan dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru di sektor hijau, mulai dari instalasi panel surya hingga manufaktur kendaraan listrik.
  • Meningkatkan Ketahanan Ekonomi: Negara-negara yang berhasil mendekarbonisasi ekonomi mereka akan lebih siap menghadapi ketidakpastian pasar energi global, yang semakin dipengaruhi oleh volatilitas harga minyak dan gas.

8. Mengapa Dunia Harus Segera Bertindak?

Waktu adalah faktor kritis dalam perjuangan melawan krisis iklim. Semakin lama kita menunda tindakan, semakin besar biaya sosial, ekonomi, dan lingkungan yang harus ditanggung. Menurut laporan IPCC, jika emisi global tidak dikurangi secara drastis dalam dekade mendatang, dampak perubahan iklim akan semakin parah dan sulit untuk diperbaiki.

Kita tidak boleh menyerah pada pesimisme atau ketakutan. Sebaliknya, kita harus terus bergerak maju dengan tekad dan kolaborasi global. Setiap langkah kecil yang diambil hari ini—baik oleh individu, komunitas, pemerintah, maupun perusahaan—akan membawa kita lebih dekat menuju masa depan yang lebih hijau, berkelanjutan, dan adil bagi semua makhluk hidup di planet ini.

Mencapai Net Zero Emission adalah langkah penting untuk memastikan bahwa planet kita tetap layak huni bagi generasi mendatang. Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, kemajuan teknologi, komitmen global, dan partisipasi aktif dari semua sektor memberikan harapan bahwa tujuan ini dapat dicapai.

Dunia harus segera bertindak dengan mengambil langkah-langkah konkret untuk mengurangi emisi karbon, meningkatkan efisiensi energi, dan mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor dan solidaritas internasional adalah kunci untuk mengatasi krisis iklim. Mari kita bersama-sama bergabung dalam gerakan global untuk melawan krisis iklim. Tidak ada kata terlambat untuk mulai melakukan perubahan, karena tindakan kecil hari ini dapat berdampak besar pada masa depan kita.

Referensi

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). (2021). Climate Change 2021: The Physical Science Basis. Geneva: IPCC.

Hinrich Foundation & IMD World Competitiveness Center. (2024). Sustainable Trade Index (STI) 2024. Switzerland: Hinrich Foundation.

Visual Capitalist. (2024). Carbon Emissions Per Capita: A Global Comparison. Vancouver: Visual Capitalist.

Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2022). Global Trends in Climate Migration. New York: United Nations.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak