Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam pembentukan karakter dan kemajuan suatu bangsa. Namun, perkembangan teknologi melahirkan banyak perubahan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan.
Munculnya kecerdasan buatan (AI) membuka wajah baru dalam dunia belajar-mengajar. Kini, guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, karena chatbot dapat membantu siswa dalam memahami dan memperoleh jawaban dengan lebih mudah dan cepat.
Guru, digugu dan ditiru. Begitulah ungkapan yang sering kita dengar. Namun, bagaimana jika guru tersebut tidak terlihat secara fisik, ia merupakan sistem dalam sebuah teknologi. Munculnya AI, menimbulkan pertanyaan baru, apakah peran seorang guru akan tergantikan?
Ki Hadjar Dewantara dan Sistem Among
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara memberikan kontribusi besar dalam dunia pendidikan. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah Sistem Among, sebuah pendekatan pendidikan yang menekankan pada kebebasan, kemandirian, dan pembimbingan yang humanis.
Sistem Among ini, oleh Ki Hadjar Dewantara, dikaitkan dengan semboyan Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Semboyan tersebut memiliki arti “Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang memberi dorongan dan arahan”.
Semboyan tersebut menegaskan bahwa pendidikan harus memberi teladan, membangun semangat, dan memberikan dorongan dalam setiap tahap perkembangan anak. Sistem Among bukan sekadar metode mengajar, tetapi merupakan pendekatan menyeluruh yang menempatkan anak sebagai pusat pendidikan.
Setiap anak memiliki potensi dan bakat unik, sehingga pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi tersebut secara optimal, sesuai dengan kondisi dan zaman yang mereka hadapi.
Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara juga menegaskan mengenai bagaimana mendidik anak sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu perkembangan teknologi saat ini yaitu munculnya chatbot berbasis AI. Pertanyaannya, apakah chatbot bisa menggantikan peran guru? Ataukah ia sekadar menjadi pelengkap dalam proses pendidikan?
Chatbot: Alat Bantu, Bukan Pengganti Guru

Chatbot berbasis AI memang memiliki kemampuan luar biasa dalam menyampaikan informasi secara cepat dan tepat. Ia bisa menjawab pertanyaan siswa kapan saja, memberi contoh, bahkan menuntun mereka memahami soal yang rumit. Di era digital ini, adanya chatbot ini tentunya sangat membantu siswa.
Namun, di balik kecepatan dan kemudahan itu, chatbot tetap tidak akan dapat menggantikan peran seorang guru. AI tidak dapat merasakan, memahami, atau mengerti perasaan seseorang. Ia tidak dapat menenangkan seorang anak yang kecewa karena gagal memahami materi atau memberi semangat ketika mereka lelah dan putus asa.
Di sinilah sosok guru menjadi tidak akan dapat tergantikan. Kemampuan untuk memahami kondisi emosional seseorang, memberikan semangat dan rasa percaya diri, hingga menanamkan nilai-nilai karakter adalah aspek manusiawi yang tidak dapat digantikan oleh AI.
Fenomena chatbot berbasis AI ini menjadi bagian dari kemajuan teknologi. Tidak dapat dipungkiri, kehadirannya dapat memberikan manfaat maupun malapetaka bagi penggunanya. Untuk itu, diperlukan edukasi dalam penggunaannya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kontribusi dalam mengedukasi mengenai pemanfaatan chatbot dengan bijak.
Pendidikan di tengah masifnya penggunaan AI memang memerlukan keseimbangan agar tidak terjadi ketimpangan. Chatbot berbasis AI hanyalah alat bantu untuk memberikan kemudahan dalam proses belajar. Sementara guru tetap menjadi jantung dari pendidikan yang sesungguhnya.
Peran seorang guru dalam menumbuhkan dan menanamkan nilai-nilai karakter, memberi motivasi, dan memahami emosional siswa tidak akan dapat tergantikan oleh kecerdasan buatan apapun. Di sinilah arti sebuah pendidikan yang sebenarnya, bagaimana membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter.