Karakter adalah perilaku seseorang yang membedakan satu dengan yang lainnya, sebagai hasil dari proses interaksi seseorang dengan lingkungannya. Masih segar dalam ingatan kita beberapa bulan yang lalu, aksi demo pelajar SMK yang berlangsung anarkis di depan gedung DPR di Jakarta.
Begitu beringasnya aksi mereka merusak fasilitas umum, seolah mereka lupa dengan statusnya sebagai pelajar. Tidak hanya itu, berbagai kasus kriminal lain seperti gerombolan geng motor yang akhir-akhir ini marak, pelakunya banyak yang berasal dari anak muda dan pelajar.
Perilaku gaya hidup bebas, aksi kriminal, tawuran antar pelajar, sampai pada penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang kerap melibatkan pelajar sebagai pelakunya.
Dunia pendidikan seolah tidak pernah terlepas dari isu-isu aksi-aksi kriminal dan radikalisme. Oknum pelajar yang terlibat kekerasan bahkan sampai penganiayaan terhadap gurunya sendiri sering viral di media-media sosial.
Sedih bercampur prihatin. Pelajar yang seharusnya bersikap cerdas, kritis, berwawasan luas dan menjadi contoh bagi masyarakat justru bertindak sebaliknya.
Jika kita renungkan kembali, apa yang salah dengan pola pendidikan yang diterapkan pemerintah saat ini? Tidak kurang pemerintah telah menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk melatih guru-guru di Indonesia untuk menerapkan pendidikan karakter, agar generasi-generasi mendatang menjadi tumpuan masa depan bangsa.
Pendidikan karakter adalah sebuah paradigma yang diusung pemerintah agar Indonesia ke depan memiliki generasi-generasi yang unggul yang bisa bersaing dengan bangsa lain untuk menuju Indonesia yang lebih maju, sesuai dengan slogan sumber daya manusia (SDM) Maju Indonesia Unggul.
Tapi manakala generasi-generasi muda dan para pelajar tidak lagi memiliki karakter yang diharapkan oleh pemerintah, maka bangsa ini akan terus terjebak dalam persoalan karakter, yang seolah tiada ujung. Bahkan pendidikan harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan para pemuda dan pelajar yang ada di tanah air ini.
Karakter, pada dasarnya dibentuk dan ditempa di mana lingkungan manusia berada. Karakter manusia dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor lingkungan.
Faktor biologis merupakan faktor genetik pembawaan dari orang tuanya. Sedikit banyak karakter orang tua akan menurun pada anak-anaknya. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena sudah menjadi takdir sifat dan pembawaan orang tua secara otomatis akan menurun pada si anak.
Meskipun demikian faktor genetik atau biologis ini bukan menjadi dominan karena harus melewati seleksi lingkungan yang lebih banyak berpengaruh terhadap pembentukan karakter seseorang. Faktor lingkungan terdiri dari tiga yaitu : (1) Lingkungan keluarga, keluarga merupakan unit sosial terkecil sebagai tempat utama terjadinya sosialisasi (pewarisan nilai dan budaya).
Keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk menumbuhkan perkembangan karakter seseorang. Anak akan memiliki karakter keras jika perilaku orang tua menunjukkan kekrasan dalam keluarga. Apa yang dilakukan orang tua akan dilihat dan dicontoh oleh anak-anaknya.
Padahal hampir sepanjang waktu anak bersama keluarga sehingga semua yang dilakukan oleh orang tua akan terekam oleh anak dan secara tidak sadar akan mempengaruhi pembentukan karakter si anak.
Sebaliknya, orang tua yang lembut, penuh kasih sayang, rajin, menghargai waktu, dan peduli terhadap anggota keluarga maka si anak kemudian hari akan menjadi anak yang rajin, sopan, dan memiliki rasa peduli terhadap sesama. (2) Lingkungan Masyarakat atau teman sebaya. Lingkungan masyarakat merupakan media sosialisasi yang kedua setelah keluarga. Lingkungan yang baik, aman, tenang, dan damai akan menambah dan mewarnai karakter anak hingga tumbuh menjadi anak yang baik.
Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang bising, tidak aman, penuh dengan pelanggaran norma-norma sosial maka secara tidak langsung anak akan terpapar oleh nilai-nilai yang tidak baik, sehingga dikemudian hari anak akan mudah menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada. (3) Lingkungan Sekolah, merupakan lingkungan ketiga yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak dan menentukan kehidupan masa depan anak.
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan mendasar yang sangat berperan dalam pembentukan karakter anak. Pewarisan budaya melalui lingkungan pendidikan menjadi kunci keberhasilan pembentukan karakter peserta didik.
Bahkan sekolah merupakan wadah pembentukan karakter anak yang paling lengkap, mulai dari pengetahuan umum, science, dan pengetahuan agama secara lengkap diberikan di bangku sekolah.
Tidak hanya itu, di lembaga pendidikan sekolah peserta didik dilatih ketrampilan, bakat, dan minat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pemerintah fokus terhadap dunia pendidikan tidak salah jika pemerintah mengalokasikan 20 persen APBN untuk kebutuhan pendidikan.
Tugas sekolah sangat berat harus mengemban amanah pemerintah, lewat kebijakan sekolah dan melalui tangan-tangan guru nasib masa depan bangsa ada di tangan mereka.
Oleh karena itu, pola pembentukan karakter di lingkungan sekolah harus benar-benar maksimal dan berjalan sesuai dengan harapan pemerintah yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tentunya ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu sekolah harus memenuhi beberapa syarat yaitu: (1) Sekolah harus bisa menjadi dasar pembentukan karakter peserta didik sebelum terjun di masyarakat. (2) Sekolah harus dapat menerapkan tata tertib, aturan dan disiplin sebagaiman mestinya. (3) Sekolah harus dapat menjadi tempat berlindung dari gangguan-gangguan yang dapat mengancam anak, baik ancaman dari sesama teman maupun ancaman dari luar sekolah. (4) Sekolah harus dapat memberikan bekal ketrampilan dan keahlian sesuai dengan bakat minat siswa. (5) Sekolah harus dapat memberikan empati dan kasih sayang terhadap sesama. (6) Sekolah harus dapat mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Apabila itu dilakukan dengan baik maka anak didik ketika lulus dari bangku sekolah akan menjadi manusia yang baik, memiliki ketrampilan, toleransi, dan dapat mengembangkan bakat yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya.
Peran guru dan warga sekolah dalam pembentukan karakter siswa. Guru adalah orang tua kedua setelah di rumah. Sebagaimana layaknya orang tua, guru harus memperlakukan peserta didik sebagaimana anaknya sendiri.
Tidak boleh ada diskriminasi, perlakuan kasar, maupun kata-kata yang dapat menyakitkan hati anak. Guru harus menjadi contoh dan tauladan bagi peserta didik.
Sepatutnya guru harus menghindarkan hal-hal sebagai berikut: guru mengajarkan rajin atau disiplin tapi gurunya sendiri sering terlambat, guru mengajarkan toleransi terhadap sesama tapi gurunya tidak punya kepedulian terhadap anak didik, guru mengajarkan hidup sederhana tapi gurunya sendiri hidup mewah, guru mengajarkan kelembutan dan kasih sayang tapi gurunya sendiri kasar terhadap anak didik, guru mengajarkan kebersihan tapi guru tidak pernah mengingatkan ketika ada sampah di kelas. Itulah beberapa hal yang mungkin masih kita temukan di beberapa sekolah.
Figur sebagai pendidik tidaklah mudah, karena guru memiliki peran ganda dalam mendidik anak. Di satu sisi guru dituntut mendidik keluarganya sendiri dengan segala persoalannya tetapi di sisi lain guru juga harus berperan sebagai pendidik di sekolah.
Dua peran ganda ini tidak boleh saling tumpang tindih (overlaping), apabila guru sedang menghadapi persoalan keluarga di rumah jangan sampai dibawa ke sekolah, begitu juga ketika guru memiliki persoalan di sekolah jangan sampai di bawa ke rumah karena apabila hal itu tidak bisa dihindarkan maka yang terjadi adalah pelampiasan emosi karena penempatan persoalan yang tidak pada ruangnya.
Guru tidak hanya sekedar mengajar saja tapi bagaimana seorang guru bisa memberikan apa yang terbaik bagi anak didiknya.
Seni di dalam mengelola permasalahan sangat diperlukan oleh guru karena bukan tidak mungkin guru setiap waktu pasti dihadapkan dengan berbagai persoalan dari peserta didik, mulai dari persoalan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran maupun persoalan di luar kelas.
Membangun karakter peserta didik di lingkungan sekolah tidaklah mudah, perlu dukungan semua pihak dari seluruh warga sekolah baik guru, tata usaha, kepala sekolah, maupun dari pihak terkait seperti orang tua dan lembaga/instansi lainnya seperti dinas kesehatan, kepolisian, BNN dan lain sebagainya. Sekolah harus berupaya menciptakan budaya karakter yang diinginkan.
Proses penanaman nilai-nilai budaya dalam rangka pembentukan karakter peserta didik tidak bisa berjalan secara instan. Perlu dibiasakan, perlu kesabaran, dan yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk membangun budaya karakter yang baik pada peserta didik.
Dukungan orang tua diperlukan untuk mewujudkan pembangunan karakter peserta didik. Partisipasi orang tua dalam membantu pembentukan karakter sangat menentukan keberhasilan peserta didik. Orang tua hendaknya harus percaya kepada sekolah bahwa sekolah adalah lembaga terbaik selain keluarga yang dapat membangun karakter positif peserta didik.
Biarkan sekolah mendidik anak-anak mereka dengan pola dan sistem yang berlaku di sekolah. Jangan terlalu reaktif jika ada persolan yang menimpa anaknya akan lebih baik jika dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak sekolah berdasarkan asas saling percaya. Hal ini akan menguatkan pihak sekolah bahwa sekolah mendapat kepercayaan dan dukungan yang baik dari pihak orang tua/wali.
Peran kepolisian dalam mengontrol perkembangan peserta didik juga diperlukan, deteksi dini paham radikalisme dan potensi tindakan melanggar hukum perlu dikenalkan pihak kepolisian. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang serta penanganan kasus kriminal yang berpotensi pidana dan melawan hukum harus ditangani secara baik melalui kerja sama sekolah dengan lembaga kepolisian.
Bila perlu kepolisian dapat melakukan razia ke sekolah-sekolah untuk meminimalisir tindakan-tindakan yang menjurus pada perbuatan melawan hukum. Secara psikologis kerja sama yang baik antara sekolah dengan pihak kepolisian juga akan menimbulkan rasa aman, tenang, dan tentram bagi seluruh warga sekolah. Pola kerja sama seperti ini harus dilakukan secara kontinu agar dapat menciptakan budaya tertib dan disiplin serta budaya taat hukum.
Peran Dinas kesehatan dalam hal ini puskesmas juga tidak kalah pentingnya. Puskesmas dapat memberikan penyuluhan tentang bagaimana membudayakan pola hidup sehat dan menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan. Menciptakan budaya bersih, cinta terhadap lingkungan, dan tidak membuang sampah pada tempatnya perlu digalakan mengingat karakter siswa masih banyak yang tidak sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Apalagi siswa dengan latar belakang keluarga yang beragam tentunya kebiasaan mereka di rumah pasti terbawa ke sekolah. Tentunya ini memerlukan penanganan yang tidak mudah dari pihak sekolah terutama guru bagaimana mengubah pola hidup mereka yang selama ini tidak sopan, tidak jujur, jorok, malas, sering terlambat, manja, dapat berubah menjadi sopan, jujur, rajin, sadar akan kebersihan, mandiri, dan bertanggung jawab tentu memerlukan kesabaran yang luar biasa.
Membiasakan peserta didik berdoa sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran, sholat pada waktunya, mendirikan kantin kejujuran dapat melatih peserta didik agar bersikap jujur, bersyukur dan taat beribadah terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Melaksanakan upacara tiap hari senin untuk membentuk rasa patriotisme dan memberi bantuan terhadap korban bencana alam dapat melatih peserta didik memiliki rasa peduli terhadap sesama.
Kuncinya agar penanaman pendidikan karakter di sekolah dapat berhasil tentunya memerlukan kesabaran dari pihak sekolah terutama guru sebagai orang tua di sekolah dan jangan bosan-bosan untuk senantiasa melakukan secara terus-menerus budaya yang selama ini tertanam di lingkungan sekolah.
Aturan dan tata tertib sekolah perlu ditegakkan sesuai dengan porsinya dan guru harus benar-benar menerapkan prinsip “Tutwuri Handayani” maka pembentukan karakter di sekolah Insya Allah akan terwujud, sehingga tidak lagi kita jumpai pelajar-pelajar yang bringas, arogan, anarkis, dan terlibat krimanal. Tentu ini adalah harapan dari pemerintah dan masyarakat bagaimana menciptakan generasi-generasi emas di masa yang akan datang sehingga dapat membawa bangsa ini ke arah kemajauan sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia.