Generasi Z adalah generasi yang hidup di era yang sudah penuh dengan teknologi digital. Jadi, mereka mau tidak mau harus hidup berdampingan dengan teknologi. Selain itu, konsekuensi dari hidup berdampingan dengan teknologi juga ada.
Tekanan dari permintaan dunia kerja akan pemahaman dengan teknologi menjadi faktor penyebab gen Z mudah burnout. Apalagi bagi mereka yang tidak terbiasa dengan hidup teratur dan tanpa perencanaan. Pada akhirnya, mereka sering mengalami emosi yang tidak stabil dan sulit untuk dikendalikan. Dengan begitu, gen Z bisa dikenal dengan generasi yang cengeng dan serba manja dengan kehidupan keras di dunia kerja.
Namun, masih ada cara bagi gen Z untuk menghilangkan stigma itu di mata generasi lain yang lebih tua. Maka dari itu, pada pembahasan kali ini, saya akan membahas mengenai cara apa saja yang bisa membantu gen Z mengendalikan emosinya. Mari simak pembahasannya.
Latih diri untuk relaks sejenak dan bermeditasi
Dalam sehari ada waktu 24 jam. Tidak perlu selama itu hanya dihabiskan untuk bekerja terus menerus. Ada kalanya kamu harus relaks sejenak untuk mengambil nafas dalam-dalam. Sepadat apa pun pekerjaanmu, kita sebagai manusia tetap butuh adanya istirahat. Lebih bagus lagi jika kamu ingin lebih fokus mencoba untuk meditasi. Dengan begitu, kamu bisa mengosongkan pikiran sejenak sehingga membuat otakmu melepas ketegangan.
Selama kamu melakukan itu dengan rutin, maka emosional akan lebih mudah diseimbangkan. Ketika emosi sudah bisa seimbang, kamu akan lebih mudah untuk mengendalikannya. Karena emosi muncul secara otomatis dan tidak bisa dicegah, hanya bisa dikurangi agar tidak menguasai diri.
Meregulasi emosi dengan persepsi positif
Maksud dari meregulasi emosi di sini adalah bagaimana cara kamu menyiapkan persepsi dalam pikiranmu untuk mengatur perilakumu atas kesadaran emosimu sendiri. Seringkali gen Z terlalu cepat mengambil keputusan ketika sedang menghadapi masalah yang emosional. Itu membuat mereka tidak terkendali.
Jadi, kamu harus bisa membuat persepsi yang positif sehingga kamu menyiapkan akibat atau situasi yang akan terjadi di depan nantinya. Ketika kamu sudah memasang persepsi positif dalam pikiranmu, kamu tidak akan terkejut dan emosimu tidak akan meluap-luap.
Misalnya, ketika setiap selesai ujian sekolah, orangtuamu akan meminta nilai akhirmu dan akan memarahimu secara mental di depanmu jika performa belajarmu menurun. Sebelum ujian, kamu pasang persepsi untuk tidak terlalu berharap hasil yang bagus dengan usaha yang sekarang.
Cukup menjadi realistis dan kerjakan semampunya. Jadi, ketika hasil keluar, kamu sudah menyiapkan sikap untuk itu. Itu akan membuat emosimu terkendali karena kamu sudah memperkirakan sebelumnya.
Validasi emosi yang dirasakan
Menjaga keseimbangan emosional bisa dengan mengenali dan memahami perasaan kamu sendiri. Jangan takut untuk mengidentifikasi emosi yang muncul, apakah itu senang, sedih, cemas, atau marah. Luangkan sedikit waktu untuk merenung, menulis jurnal, atau berbicara dengan teman terdekat tentang apa yang sedang kamu rasakan.
Mengungkapkan emosi dengan jujur dapat membantu mengurangi tekanan batin dan memberikan kejelasan tentang apa yang kamu butuhkan untuk merasa lebih baik. Jangan lupakan pentingnya interaksi sosial yang nyata. Luangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan teman-teman secara langsung, berbicaralah dengan mereka, dan bangun hubungan yang mendalam. Itu adalah bentuk upaya untuk validasi emosi dan kamu bisa berdamain dengan emosimu sendiri.
Gen Z perlu menyadari pentingnya menyeimbangkan emosi mereka ketika sedang menghadapi masalah. Tidak perlu harus teriak dalam mengekspresikan emosi. Cukup bersikap secukupnya agar bisa tampil lebih dewasa. Semoga ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.