Kesepian di Era Digital: Apakah Adanya Pacar AI Jadi Solusi atau Justru Bencana?

M. Reza Sulaiman
Kesepian di Era Digital: Apakah Adanya Pacar AI Jadi Solusi atau Justru Bencana?
Ilustrasi pacar ai (Pixabay.com/Karen_Nadine)

Hidup di dunia yang serba canggih ini, rasanya janggal kalau kamu belum pernah mendengar soal chatbot AI. Umumnya, teknologi ini dipakai untuk mendapatkan informasi yang akurat atau membantu kebutuhan kerja sehari-hari, mulai dari menulis laporan hingga mengatur jadwal.

Tapi siapa sangka, rupanya ada juga yang memanfaatkan chatbot AI sebagai teman ngobrol atau bahkan pacar virtual.

CarynAI: Influencer yang Jualan 'Dirinya' Versi Digital

Salah satu kasus penggunaan AI yang paling viral datang dari influencer Amerika, Caryn Marjorie. Ia membuat versi digital dari dirinya sendiri bernama CarynAI. Melansir Los Angeles Times, awalnya CarynAI dibuat agar para penggemarnya dapat mengobrol "langsung" dengannya melalui AI lewat fitur suara dan teks.

Untuk menggunakan fitur ini, penggunanya harus membayar sekitar $1 per menit. Dalam waktu singkat, banyak orang yang bergabung, dan proyek ini pun sukses besar. Namun, mulai dari sinilah muncul pertanyaan, “Apakah AI sedang membantu manusia menemukan koneksi, atau justru menggantikannya?”

Ilusi Hubungan Sempurna yang Justru 'Merusak'

Rupanya, ada sisi lain yang perlu disoroti dari penggunaan AI seperti ini. Berdasarkan The Guardian, tren chatbot AI girlfriends dapat menciptakan ilusi sebuah hubungan yang sangat intim, namun tanpa adanya keterlibatan emosional yang nyata dan timbal balik.

Chatbot memang dirancang untuk selalu ramah, penuh perhatian, dan tidak pernah menolak penggunanya. Bagi sebagian orang, kehadiran fitur ini memang terlihat sebagai solusi dari rasa kesepian.

Tetapi, di situlah letak bahayanya. AI diciptakan untuk memberikan kepuasan bagi penggunanya, tetapi tidak untuk berinteraksi secara setara layaknya manusia sungguhan.

Jika seseorang mulai terbiasa mendapatkan respons yang "sempurna" dari AI, hubungan manusia yang kompleks dengan segala pertengkaran dan kesalahpahamannya dapat terasa membingungkan, bahkan melelahkan. Jika ini terus terjadi dalam jangka panjang, kondisi ini berpotensi mengubah cara kita memahami empati, kasih sayang, dan komunikasi.

Saat 'Cinta' dan Perhatian Bisa Dibeli

Kasus CarynAI juga mengangkat isu baru tentang persoalan hak digital dan batas identitas pribadi. Kasus ini menunjukkan bahwa teknologi AI saat ini mampu meniru manusia secara sangat realistis. Sehingga, tanpa regulasi yang jelas, batas antara yang nyata dan simulasi akan semakin kabur.

Tak hanya itu, model bisnis berbasis langganan atau tarif per menit ini menciptakan sebuah sistem di mana perhatian emosional justru dijual sebagai produk. Di sini, AI bukan lagi menjadi alat bantu, tetapi telah menjadi komoditas yang "menjual" keintiman.

Jadi, Apakah Ini Masa Depan Hubungan?

Kasus ini memberikan gambaran yang jelas tentang arah perkembangan AI: semakin personal dan semakin "manusiawi". Tetapi, di balik kecanggihan algoritma dan kecerdasan buatan, kita perlu lebih memperhatikan lagi bagaimana cara kita dalam menggunakan teknologi ini.

Teknologi akan terus berkembang, tetapi manusia akan selalu membutuhkan koneksi yang autentik, penuh dengan ketidaksempurnaan, dan saling memahami. Karena pada akhirnya, AI hanyalah sebuah teknologi yang tidak akan pernah bisa benar-benar meniru perasaan dan kompleksitas hubungan antarmanusia.

Penulis: Flovian Aiko

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak