Sempat hilang beberapa bulan, sirkus topeng monyet kembali marak di kampung-kampung di Ibukota Jakarta.
Seperti pemandangan yang saya temukan beberapa waktu lalu di Kemayoran, Jakarta Pusat, pawang monyet dengan bebasnya menggelar sirkus di gang-gang pemukiman penduduk.
Sirkus tersebut ditampilkan dengan maksud untuk mencari uang. Sasaran mereka adalah anak-anak perkampungan padat penduduk.
Seperti terlihat di foto yang saya ambil, anak-anak menonton sirkus dengan antusias. Tetapi sesungguhnya di balik acara hiburan ini, ada bahaya yang mengancam.
Tidak ada jaminan monyet-monyet tersebut bebas dari penyakit, rabies misalnya. Maka itu, awal tahun 2014, Gubernur Joko Widodo melarang sirkus semacam ini.
Pemerintah melalui aparat merazia sirkus, menyita monyetnya dan memberi uang kerohiman kepada pawangnya. Lalu, monyet-monyet itu dimasukkan ke penangkaran sebelum dilepasliarkan kembali ke hutan, seperti di Kepulauan Seribu atau Taman Margasatwa, Ragunan.
Tak hanya soal penyakit, di balik sirkus monyet, ternyata ada penyiksaan monyet. Monyet-monyet itu dilatih sedemikian rupa, dicuci otaknya, bahkan disiksa, agar lama-lama mau menuruti keinginan pawangnya.
Sirkus monyet di Jakarta sempat menyedot perhatian internasional. Mereka menyebut kegiatan ini sebagai penyiksaan luar biasa.
Bahkan, beberapa waktu yang lalu kantor berita Inggris, BBC, menulis judul "Monyet Korban Eksploitasi, Dirazia dari Jalanan Jakarta."
Sayangnya, keinginan Pemerintah Jakarta merazia sirkus monyet dan menyelamatkan kehidupan satwa ini ibarat hangat-hangat tahi ayam. Cuma sebentar. Rasanya, hal ini sudah bukan rahasia umum lagi, aparat cuma semangat bertindak di awal saja, berikutnya mereka lupa.
Itu sebabnya, sekarang sirkus topeng monyet kembali marak di Jakarta.
Dikirim oleh Soleh, Cempaka Putih, Jakarta
Anda punya cerita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]