Sudah ditetapkan pemerintah tahun ini Ujian Nasional (UN) terakhir dilaksanakan. 2021 nanti format pengganti UN diluncurkan. Format baru yang direncanakan adalah Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Sedikit banyak semua ini pasti akan berpengaruh terhadap masa depan lembaga bimbingan belajar.
Bimbingan belajar atau yang akrab disebut bimbel adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan non formal. Keberadaannya dilegalkan dalam Pasal 26 Ayat 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada pasal tersebut dinyatakan satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Dalam kenyataan bimbel juga diminati masyarakat sebagai pemberi layanan pendidikan. Terbukti, menjelang datangnya Ujian Nasional, banyak orang tua mulai mendaftarkan anaknya ke berbagai bimbingan belajar. Harapannya dengan mengikuti program bimbel sang anak mendapat nilai UN yang memuaskan.
Dengan adanya pergantian format UN, sudah tentu orang tua akan berpikir panjang menggunakan jasa lembaga ini. Mereka pasti beranggapan, buat apa ikut bimbel jika format UN diganti atau jika UN ditiadakan?
Selain itu secara prinsip bimbel juga bukan lembaga utama penyelenggara pendidikan. Dalam 26 Ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal.
Dari Pasal di atas seolah-olah bimbel hanya lembaga pelengkap pendidikan. Kesannya ada dan tiadanya bimbel tidak akan berpengaruh terhadap kelangsungan pendidikan.
Meskipun demikian bukan berarti lembaga non formal harus diabaikan. Secara yuridis sebenarnya bimbel sangat potensial sebagai penyelenggara pendidikan. Potensi ini ditegaskan Pasal 26 Ayat 2 UU RI Nomor 20 Tahun 2003.
Dalam Pasal tersebut dinyatakan pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Menurut Pasal di atas bimbel memiliki tiga fungsi. Pertama, secara kognitif bimbel berfungsi mengembangkan penguasaan pengetahuan. Kedua, secara psikomotorik, berfungsi mengembangkan keterampilan fungsional. Ketiga, secara aspek afektif berfungsi pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Sayangnya fungsi kedua dan ketiga di atas kurang diperhatikan. Biasanya fokus bimbel pada fungsi pertama. Ironisnya juga jika diamati metode yang digunakan monoton saja.
Biasanya bimbel hanya memberikan latihan soal. Peserta bimbel diminta mengerjakan latihan soal tersebut kemudian oleh tutor diadakan pembahasan. Begitu terus dan berulang-ulang.
Dengan adanya kebijakan tentang pergantian format UN harusnya memotivasi bimbel berbenah. Mereka harus mulai mencari dan mengembangkan cara baru menjalankan tiga fungsinya sebagai lembaga pendidikan non formal di atas.
Dalam pengembangan penguasaan pengetahuan bimbel harus lebih kreatif. Salah satu langkahnya dengan mengadakan inovasi metode proses pembelajaran. Alternatifnya dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran. Ini penting sebab sesuai dengan tuntutan jaman.
Lebih dari itu, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran juga sesuai dengan salah satu prinsip proses pembelajaran. Prinsip tersebut disampaikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan. Dalam Bab 1 Permendikbud tersebut dinyatakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Dalam pengembangan keterampilan fungsional juga demikian. Bimbel harus lebih jeli melihat kebutuhan pasar. Mereka harus memahami keterampilan yang paling dibutuhkan masyarakat dan itulah yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran nantinya.
Sedangkan dalam pengembangan sikap dan kepribadian profesional bimbel harus bisa menerapkan penguatan pendidikan karakter dengan tepat.
Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Demikian menurut Pasal 1 Peraruran Presiden (Perpres) RI Nomor 87 Tahun 2017.
Dalam Pasal 3 Perpes di atas dinyatakan PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab.
Sedangkan dalam Pasal 5 Perpres di atas dinyatakan PPK berpedoman tiga prinsip. Pertama, berorientasi pada berkembangnya potensi Peserta Didik secara menyeluruh dan terpadu. Kedua, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan. Ketiga, berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan memperhatikan konsep PPK di atas, mencermati nilai yang harus dikembangkan, serta melaksanakan PPK sesuai prinsip yang ditentukan, maka aspek afektif sasaran bimbel akan terwujud secara nyata.
Demikianlah ideal bimbingan belajar sebagai lembaga pendidikan formal. Dengan menjalankan tiga fungsi lembaga pendidikan non formal secara optimal, yang diharapkan bimbel tetap eksis. Tidak peduli UN dihapuskan atau diganti formatnya, pasca Ujian Nasional nanti pasti bimbel secara optimis akan tetap dibutuhkan masyarakat.
Oleh: Ilham Wahyu Hidayat / Guru SMP Negeri 11 Malang