Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Dalam Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kedudukannya ditegaskan sebagai lembaga pendidikan informal. Pada pasal tersebut dinyatakan Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Dalam lembaga informal ini penanggung jawab utama pendidikan sudah pasti orang tua. Tanggung jawab ini disampaikan dalam Pasal 7 Ayat 2 UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Pada Pasal itu dinyatakan Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Selain itu jika dibandingkan dengan lembaga sekolah, sebenarnya keluarga juga jauh lebih potensial dalam memberikan pendidikan pada anak. Hal ini didasarkan pada beberapa pemikiran.
Pertama, rutinitas anak lebih banyak dalam keluarga dari pada di sekolah. Kedua, orang tua umumnya lebih memahami kebutuhan anak dari pada guru di sekolah.
Ketiga, perhatian orang tua pada anak umumnya lebih besar dari guru di sekolah sebab guru harus mengurusi sekian banyak anak yang secara jumlah jauh lebih besar dari yang harus diurusi orang tua.
Berdasarkan pemikiran tersebut sudah seharusnya para orang tua mulai merubah pola pikir terhadap sekolah. Pola pikir yang umumnya berkembang sekolah merupakan lembaga pendidikan yang harus bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak.
Pemikiran seperti itu biasanya muncul saat melihat anak yang kelakuannya menyimpang dari norma masyarakat. Pasti yang dipertanyakan anak itu sekolah dimana? Kalau tidak begitu pasti mempertanyakan anak tersebut pernah sekolah atau tidak?
Semua pemikiran di atas menandakan sekolah sering kali menjadi kambing hitam atas segala kelakuan anak yang tidak sesuai dengan harapan. Padahal tidak sepenuhnya anggapan tersebut benar.
Seharusnya orang tua bertanya pada diri sendiri. Berapa banyak waktu yang telah mereka diberikan pada anak? Apakah sudah seimbang dengan waktu yang dihabiskan orang tua di luar rumah untuk bekerja dan kebutuhan lainnya jika dibandingkan dengan waktu yang mereka berikan pada anak mereka?
Sekolah bukan lembaga yang harus dipersalahkan jika perilaku anak tidak sesuai yang diharapkan. Fokus pendidikan yang diberikan sekolah lebih banyak ke arah akademis. Meskipun di sekolah pendidikan karakter berikan, fokus guru lebih banyak pada ketercapaian akademis sesuai kurikulum pendidikan yang berlaku.
Di samping itu semua, satu hal yang harus dipahami orang tua adalah konsep pendidikan itu sendiri. Menurut Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan diadakan dengan tujuan mulia. Tujuan tersebut secara umum juga tertulis dalam Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 di atas.
Menurut pasal tersebut pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Konsep pendidikan di atas harus menjadi pedoman orang tua dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan tersebut harus dicapai dalam kegiatan belajar. Sementara kegiatan belajar dalam keluarga sudah pasti berbeda dengan sekolah.
Bentuk kegiatan belajar dalam keluarga secara umum disampaikan dalam Pasal 27 Ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Menurut pasal ini dinyatakan kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Dalam kegiatan belajar mandiri tersebut orang tua dapat berpedoman pada prinsip pendidikan yang tertulis dalam Pasal 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Menurut pasal tersebut, prinsip pendidikan yang dimaksudkan antara lain.
Pertama, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Kedua, pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Ketiga, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Keempat, pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kelima, pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Demikianlah serba sedikit tentang pendidikan keluarga. Dari sini secara umum dapat disimpulkan tiga hal. Pertama, keluarga dan sekolah berpedoman pada konsep pendidikan yang sama. Kedua, keluarga dan sekolah memiliki tujuan pendidikan sama. Ketiga, keluarga dan sekolah berpedoman pada prinsip penyelenggaraan yang tidak jauh beda.
Berdasarkan tiga kesimpulan ini maka secara ideal pendidikan bukan hanya dilakukan di sekolah akan tetapi juga keluarga.
Oleh : Ilham Wahyu Hidayat / Guru SMP Negeri 11 Malang