Urgensi Komunikasi Krisis di Ranah Pendidikan Guna Menghadapi COVID-19

Tri Apriyani | hilen wa
Urgensi Komunikasi Krisis di Ranah Pendidikan Guna Menghadapi COVID-19
Ilustrasi corona dan pendidikan (Alexandra Koch/pixabay)

Pada akhir Februari, penyebaran virus COVID-19 yang semakin meningkat, Bank Dunia membentuk satuan tugas global multi-sektoral untuk mendukung respons negara dan langkah-langkah penanganan. Salah satu yang terkena dampak atas mewabahnya COVID-19 adalah sektor pendidikan

Dalam hitungan minggu, coronavirus (COVID-19) telah mengubah cara siswa dididik di seluruh dunia.  Dengan coronavirus menyebar dengan cepat di seluruh Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat, negara-negara telah mengambil tindakan cepat dan tegas untuk mengurangi perkembangan pandemi yang meluas. 

Keputusan pengendalian risiko ini telah mengarahkan jutaan siswa untuk belajar di rumah.  Perubahan-perubahan ini mendorong contoh-contoh baru inovasi pendidikan.

Hal ini termasuk ke dalam krisis yang dialami oleh semua negara.  Krisis menurut Barton adalah sebuah peristiwa besar yang tak diprediksi sebelumnya akan terjadi yang berdampak negatif bagi suatu organisasi di kemudian hari (Putra,1999). 

Wabah virus dan lockdown di tingkat nasional memerlukan intervensi teknologi pendidikan untuk pembelajaran jarak jauh. Sayangnya, beberapa negara tidak siap dengan skema ini, salah satunya Indonesia.

China adalah salah satu negara di mana pendidikan terus berlanjut terlepas dari penutupan sekolah, berlangsung melalui internet dan pembelajaran jarak jauh.

Di Indonesia, akses ke teknologi di sebagian besar rumah tangga dapat bervariasi, dan akses ke internet bandwidth tinggi, atau ke smartphone terkait dengan pendapatan bahkan di negara-negara berpenghasilan menengah. Oleh karena itu, birokrasi yang mumpuni diperlukan oleh pemerintah untuk mengintervensi kasus ini.

Intervensi pendidikan selama krisis dapat mendukung pencegahan dan pemulihan kesehatan masyarakat sambil mengurangi dampaknya pada siswa dan pembelajaran.  Pemerintah harus meningkatkan kesiapsiagaan dalam mengantisipasi permasalahanyang mungkin muncul dalam skema pembelajaran ini. 

Pemerintah harus menggunakan sumber daya  yang tujujukkan untuk kesuksesan sistem pembelajaran dan pendidikan jarak jauh tanpa mengurangi esensi dari pembelajaran(Thompson, 1991). 

Dalam hal ini Indonesia masih sangat kurang jika dibandingkan dengan negara lain. Di Bulgaria, lebih dari 800.000 akun telah dibuat untuk semua guru dan orang tua, penerbit telah dimobilisasi untuk membuka buku teks digital dan materi pembelajaran untuk kelas 1 hingga 10, dan dua saluran TV nasional akan menyiarkan TV pendidikan.

Hal ini diperparah dengan masih tidak meratanya akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan teknologi 5G menjadi lebih umum di negara-negara seperti China, Amerika Serikat dan Jepang, peserta didik dan tenaga pendidikbenar-benar merangkul konsep 'pembelajaran di mana saja, kapan saja' pendidikan digital dalam berbagai format.

Pembelajaran di kelas secara pribadi akan dilengkapi dengan modalitas pembelajaran baru mulai dari siaran langsung hingga 'pengaruh pendidikan' hingga pengalaman realitas virtual. Belajar bisa menjadi kebiasaan yang terintegrasi ke dalam rutinitas sehari-hari gaya hidup sejati.

Sehingga dalam hal ini komunikasi krisis menjadi sangat krusial dan fundamental menjawab persoalan yang ada. Krisis komunikasi digunakan untuk mencapai misi sistem pendidikan setelah adanya pandemi ini. Ada tiga prinsip utama dalam komunikasi krisis, yakni: menyampaikan pesan dengan cepat atau segera menyampaikan pesan, konsisten, dan terbuka (Coombs, 2006). 

Tantangan hari ini adalah untuk mengurangi sebanyak mungkin dampak negatif COVID-19 pada pembelajaran dan sekolah serta membangun pengalaman ini untuk kembali ke jalur peningkatan yang lebih cepat dalam pembelajaran. 

Maka dari itu penting untuk segera dilakukan reformasi birokrasi pendidikan dengan komuniaksi krisis secara sungguh-sungguh melalu peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan kewenangan daerah untuk mengelola urusan pendidikan, dan memberikan kesempatan masing-masing satuan pendidikan untuk mengambil keputusan secara mandiri. Dengan cara ini birokrasi pendidikan adakan dapat berjalan secara efisien dan efektif selama pandemi berlangsung.

Referensi:

  • Coombs, Timothy W. (2006). Crisis Management: A Communicative Approach”. Public Relations Theory II. Carl H. Botan & Vincent Hazelton (eds.). Mahwah: Lawrence Erlbraum Associates.
  • Putra, I Gusti Ngurah. (1999). Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
  • Thompson, Ann, Simonson, Michael. (1991). Educational Computing Foundations. Third Edition: Merrill/Prentice Hall.

Oleh: Hilen Winning Arifin / Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak