Keberadaan pandemi virus corona (Covid-19) yang tak kunjung usai tidak hanya berimplikasi pada aspek kesehatan melainkan juga beripmlikasi kepada perekonomian dunia. Hal ini menyebabkan keadaan perekonomian dunia semakin lesu dan memburuk, tak terkecuali Indonesia.
Bahkan beberapa lembaga memprediksikan pelemahan ekonomi dunia, seperti International Monetary Fund (IMF) yang memproyeksikan ekonomi global tumbuh minus di angka 3 persen. Bahkan IMF menyebutkan bahwa kondisi ini adalah yang terparah sejak tahun 1930.
Dampak dari adanya persebaran Covid-19 ini juga masuk kedalam sektor perekonomian tanah air mulai dari sektor menengah kebawah hingga keatas, Bank Indonesia telah melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI menjadi di bawah 5 Persen atau hanya sekitar 2,5 persen saja yang biasanya mampu tumbuh mencapai 5,02 persen.
Hal ini merupakan sebuah hambatan sekaligus tantangan terhadap perekonomian Indonesia dalam menghadapi situasi yang sedang dihadapi, penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut tentu saja berimplikasi kepada sektor-sektor mata pencaharian mayoritas masyarakat Indonesia.
Peningkatan kasus Covid-19 yang masih berada pada puncaknya dan belum mencapai titik peak case menyebabkan banyak sektor-sektor usaha yang terpaksa menunda kegiatan bisnisnya dan menutup sementara aktivitas transaksi di kegiatan usaha yang dijalaninya.
Perusahaan-perusahaan khususnya di bidang manufaktur harus berupaya secara maksimal dalam mengoptimalkan tingkat arus kas nya terhadap tingkat pembayaran tenaga kerjanya yang merupakan variable cost dari kegiatan produksi yang dijalani.
Hal ini menandai bahwa terjadinya penurunan kapasitas permintaan akan menurunkan tingkat aktivitas produksi, sehingga dengan demikian perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja.
Sama halnya dengan perusahaan manufaktur, banyak perusahaan yang berjalan pada sektor-sektor lain di tanah air yang terpaksa merumahkan sebagian dari pegawainya guna mempertahankan keberlanjutan dan survivability perusahaannya.
Bahkan dengan semakin menurunnya jam kerja secara global akibat wabah COVID-19 menyebabkan 1,6 miliar pekerja di perekonomian informal hampir setengah dari jumlah angkatan kerja global berada dalam bahaya langsung mengalami kehancuran mata pencarian mereka, menurut survei dan analisis dari Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO).
Dibandingkan dengan tingkatan sebelum krisis (Q4 2019), saat ini diperkirakan akan terjadi kemorosotan 10,5 persen, setara dengan 305 juta pekerjaan penuh waktu (dengan asumsi 48 jam kerja seminggu). Estimasi sebelumnya adalah penurunan 6,7 persen, setara dengan 195 juta pekerja penuh waktu. Ini diakibatkan perpanjangan dan perluasan tindakan karantina.
Penurunan pendapatan berbagai sektor usaha dan masyarakat di global maupun tanah air tentu saja berdampak pada tingkat penurunan penerimaan negara dari sektor pajak. Menurut proyeksi pemerintah perubahan APBN 2020 yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.54/2020, penerimaan pajak diprediksi akan mengalami penurunan 5,9 persen dibandingkan realisasi tahun 2019 atau sekitar Rp 1.254,1 triliun.
Pajak penghasilan, baik yang berasal dari orang pribadi maupun badan memang dikatakan paling terdampak. Sebab, aktivitas ekonomi para pelaku usaha banyak yang terhambat akibat keterbatasan mobilitas, baik di dalam negeri maupun antar-negara. Selain itu, juga pajak berbasis kegiatan impor juga berpotensi paling terdampak.
Namun tidak semua hal tersebut merupakan stagnasi dari pendapatan negara pemerintah mampu melakukan suatu tindakan lain dalam memperoleh tingkat penerimaan dari sektor pajak lain yang mampu didapat diantara solusinya ialah pendapatan PPh Pasal 21 berpotensi masih menjadi andalan.
Sebagaimana tercatat per Maret 2020, PPh yang berasal dari karyawan masih tumbuh 4,94 persen meskipun menurun dibandingkan pada 2019 yang tumbuh sebesar 14,7 persen. Jika pemerintah mampu mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja, PPh Pasal 21 diproyeksi masih dapat menjadi salah satu andalan sumber penerimaan.
Solusi lain ialah penerimaan dari PPN juga dapat menjadi andalan selama tingkat konsumsi masyarakat domestik terjaga. Hingga Maret 2020, penerimaan PPN masih tumbuh sebesar 10,27 persen. Hal ini tercermin dari outlook perekonomian pemerintah yang menilai tingkat konsumsi rumah tangga masih akan tumbuh berkisar 3,2 persen sepanjang tahun. Hanya saja, PPN berbasis impor tampaknya akan menghasilkan pertumbuhan yang negatif akibat menurunnya perdagangan internasional.
Berdasarkan teori perpajakan salah satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara dan digunakan dalam pembangunan. Namun fungsi pajak juga dapat memberikan regulasi untuk membantu masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi. Insentif pajak saat ini bandulnya lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda perekonomian negara.
Saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang sangat mengkhawatirkan. Dalam rangka mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat juga produktivitas industri, pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, yaitu dengan menerbitkan PMK 23/PMK-03/2020.
PMK 23/PMK03/2020 memberikan insentif pajak pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yakni objek pajaknya pegawai, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yakni objek pajaknya atas impor, pajak penghasilan pasal 25 angsuran pajak dan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam hal mempercepat pengembalian (restitusi) atas PPN lebih bayar.
Namun pemerintah perlu mengkaji dengan cermat atas perlakuan insentif pajak, karena hal ini akan menggerus penerimaan pajak secara signifikan. Jika diberikan insentif pajak atas PPh 21 tersebut maka negara akan kehilangan pendapatannya yang cukup besar. Memang diharapkan akan memantul ke daya beli masyarakat yang meningkat sehingga terjadi peningkatan pula atas penerimaan PPN karena masyarakat akan mengomsumsi barang, namun efek atas hal ini belum tentu terjadi.
Dengan demikian, komitmen Pemerintah guna mewujudkan keselamatan dan kesejahteraan negara yaitu dengan ditunjukkan kepada masyarakat dengan upaya-upaya Pemerintah dalam mengelola fiskal sebaik mungkin melalui peningkatan pendapatan negara secara optimal serta terus berupaya melakukan perbaikan kinerja penerapan anggaran. Hal ini diarahkan agar pelaksanaan APBN dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selanjutnya, kita sebagai masyarakat juga harus ikut membantu pemerintah dalam menangani Pandemi ini, yaitu beraktivitas dengan mengikuti protokol kesehatan yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan masing-masing daerah. Agar Indonesia akan segera menuju new normal secara keseluruhan yang diharapkan agar kegiatan perekonomian juga berjalan dengan normal meskipun dengan cara perlahan.
Sumber:
https://analisis.kontan.co.id/news/mengkaji-insentif-pajak-atas-covid-19opini
https://news.ddtc.co.id/covid-19-relaksasi-pajak-dan-risiko-turunnya-penerimaan-20414
Oleh: Divia Priscilla / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta (UNJ)