Limbah Plastik: Eksternalitas Negatif dari Kegiatan Konsumsi

Tri Apriyani | Mutiara Annisa Dhiya'ulhaq
Limbah Plastik: Eksternalitas Negatif dari Kegiatan Konsumsi
Ilustrasi lautan sampah plastik

Eksternalitas adalah dampak atau pengaruh yang timbul dari suatu kegiatan terhadap orang lain atau segolongan orang tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi. Ditinjau dari dampaknya, eksternalitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif.

Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan, sedangkan eksternalitas negatif terjadi apabila dampak bagi orang lain yang tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan.

Dalam hal adanya eksternalitas negatif pada suatu aktivitas maka akan menimbulkan inefisiensi yang merugikan pula. Misalnya konsumen yang menggunakan plastik sebagai salah satu barang penting dalam menunjang kegiatan konsumsinya. Plastik digunakan sebagai wadah untuk berbagai macam barang yang dibeli dan perannya masih belum dapat tergantikan total sampai saat ini.

Ketika sudah tidak dipakai, plastik akan dibuang dan menjadi sampah yang berhamburan di mana-mana. Diketahui bahwa plastik merupakan benda yang sulit untuk terurai karena membutuhkan waktu yang lama. Akibatnya, plastik menjadi sampah yang keberadaannya dapat mengganggu ekosistem.

Plastik menjadi masalah lingkungan yang akhir-akhir ini sering diperbincangkan, sampah plastik menjadi perusak biota laut dan lingkungan sekitar. Karena itu, penggunaan plastik perlu mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah.

Dilansir dari beritagar.id, berdasarkan perkiraan World Economic Forum, pada tahun 2050 keberadaan plastik akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan di laut. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa sekitar 3,22 juta ton sampah disumbangkan dari berbagai kota di Indonesia, terutama daerah pesisir. Indonesia menjadi produsen sampah plastik terbesar kedua di dunia.

Hal ini sangat memprihatinkan karena Indonesia merupakan negara maritim yang banyak dari penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Bila laut yang dijadikan tempat untuk mengadu nasib berubah menjadi lautan sampah, para nelayan akan kesulitan untuk menangkap ikan. Plastik akan menggenang di air dan akan terbawa oleh jaring ikan nelayan.

Ekosistem laut juga akan terganggu karena adanya plastik. Limbah plastik ini sangat membahayakan hewan bawah laut dan merusak terumbu karang. Dilansir dari idntimes.com, adanya mikroplastik atau serpihan plastik berukuran lebih kecil dari 5 mm membuat nutrien yang ada di laut jadi tidak seimbang. Sampah plastik yang ada di lautan dapat membahayakan ikan paus dan Manta Ray (ikan pari manta).

Racun yang berada di mikroplastik akan berbahaya bagi metabolisme dan fungsi reproduksi hewan laut. Terumbu karang yang tercemari plastik juga akan lebih rentan terjangkit penyakit. Hal ini akan menyebabkan kematian bagi terumbu karang. Terumbu karang adalah tempat tinggal bagi berbagai jenis ikan dan organisame lain, apabila terumbu karang mati maka ikan kekurangan tempat tinggalnya dan ikan akan sulit untuk berkembangbiak.

Pencemaran limbah plastik ini juga memengaruhi industri pariwisata pantai yang bergantung pada pemandangan indah yang diinginkan para turis. Keindahan bawah laut dan keindahan pemandangan lainnya di pantai menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat wisata ini.

Apabila pantai dipenuhi sampah plastik, maka minat wisatawan untuk berkunjung juga akan berkurang. Berkurangnya jumlah wisatawan ini akan menyebabkan mata pencaharian penduduk sekitar pantai hilang dan mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya kesejahteraan penduduk juga akan menurun.

Selain mengancam ekosistem pesisir, limbah plastik juga akan memengaruhi kesehatan tubuh manusia. Partikel mikroplastik akan masuk ke dalam tubuh makhluk hidup, termasuk manusia. Mikroplastik tersebut dapat masuk dari makanan dan minuman yang dikonsumsi yang ternyata sudah tercemar limbah plastik.

Pada tanaman, mikroplastik juga dapat masuk dari tanah tempat tanaman tersebut tumbuh, dimana tanah tersebut mengandung zat hara yang akan diserap tanaman.

Setelah masuk pada tanaman, mikroplastik ini dapat berpindah ke manusia setelah dikonsumsi. Masuknya mikroplastik ke dalam tubuh manusia dapat menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, stroke, hepatitis, pembengkakkan hati, gangguan sistem syaraf, dan penyakit pernapasan lainnya.

Dalam menanggulangi eksternalitas negatif dari penggunaan plastik tersebut, pemerintah mengeluarkan regulasi tentang larangan penggunaan plastik. Regulasi ini dapat mengontrol penggunaan plastik para pelaku ekonomi, dimana pemerintah berhak melarang dan mewajibkan perilaku yang boleh atau tidak untuk dilakukan pihak tertentu. Gubernur DKI Jakarta telah menerbitkan peraturan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, hingga pasar.

Larangan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 142 tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, Dan Pasar Rakyat. Peraturan tersebut telah ditandatangani sejak 27 Desember 2019 dan akan diberlakukan secara resmi pada Juli 2020.

Di Semarang, penggunaan plastik juga diatur dalam Peraturan Walikota (Perwal) Semarang No. 27 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Sampah Plastik. Dalam Perwal tersebut, disebutkan bahwa penggunaan plastik yang dilarang yaitu tas plastik, sedotan, pipet plastik, dan styrofoam. Sanksi yang diberikan mulai dari teguran tertulis hingga pembekuan izin usaha. Inisiasi pembatasan penggunaan plastik bagi warga juga dilakukan di Balikpapan.

Larangan penggunaan plastik ini tertuang dalam Peraturan Walikota (Perwal) No. 8 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Regulasi lainnya yaitu di Bali yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No. 97 tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Walaupun Pergub Bali ini sempat menjadi polemik dan mendapat kecaman dari berbagai pihak, tetapi peraturan ini tetap diterapkan dan masih berlaku sampai sekarang.

Dengan adanya berbagai regulasi yang dibuat pemerintah, diharapkan eksternalitas negatif yang ditimbukan akibat penggunaan plastik dari proses konsumsi akan semakin berkurang. Berbagai regulasi ini juga ditujukan agar masyarakat pedulli terhadap lingkungan sekitar dan mencintai alam.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak