Pada Rapat Dewan Gubernur BI tanggal 16-17 Desember lalu diambil keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI7DRR di level 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,50%. Ini merupakan tingkat terendah dalam sejarah suku bunga Indonesia. Selama tahun ini, BI sudah menurunkan tingkat suku bunga sebesar 125 bsp, bertambah 25 bps dari tahun sebelumnya. Menurut Kepala Ekonom Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, pemangkasan suku bunga pada kuartal 4 lalu dikarenakan pertumbuhan ekonomi kuartal 3 yang di bawah ekspektasi dan kondisi rupiah yang pada saat itu stabil.
Penurunan yang lebih besar dibandingkan tahun lalu dianggap masih dapat ditoleransi karena jika dilihat masih adanya ruang gerak yang cukup. Menurutnya, secara investment grade dari credit spread di Indonesia sudah menurun cukup tajam, cost of funding dan cost of credit juga sudah waktunya turun, ditambah likuiditas yang cukup berlimpah, lalu angka inflasi yang jauh dari titik tengah yang diprediksi BI.
Posisi suku bunga ini seharusnya sudah dapat mendukung untuk pemulihan ekonomi dari sisi kebijikan moneter. Namun menurut Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah, pada implementasinya penurunan suku bunga terhadap ekonomi belum terlihat karena penuruna ini lebih mendukung di dalam restrukrurisasi kredit tetapi belum mampu memacu peningkatan investasi.
Dalam masa pandemi ini, penyaluran kredit menjadi sangat rendah karena berkurangnya aktivitas ekonomi (aktivitas produksi) sehingga kebutuhan kredit rendah dan risiko kredit menjadi tinggi, akibatnya demand dan supply kredit menjadi rendah. Dampak dari menurunnya suku bunga acuan ini hingga 3,75% belum dirasakan di sektor riil, namun sangat dirasakan pada bank dalam restrukturisasi kredit.
Melalui penahanan suku bunga acuan tersebut Bank Indonesia ingin memantau dampak dari penurunan suku bunga acuan BI7DRR pada November lalu dan melihat apabila rupiah naik cenderung stabil. Berdasarkan laporan BI, pada 16 Desember lalu, nilai tukar Rupiah menguat 0,63% secara rerata, mekipun melebah terbatas 0,04% secara point to point dibandingkan level November 2020. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Sampai 16 Desember 2020, Rupiah mencatat depresiasi 1,72% (ytd) dibandingkan level akhir 2019. Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi tetap rendah dan stabilitas eksternal termasuk nilai tukar rupiah terjaga.
Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan dan mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional, melalui pembukaan sektor-sektor ekonomi produktif dan aman Covid-19, akselerasi stimulus fiskal, penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, melanjutkan stimulus moneter dan makroprudensial, serta mengakselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Ke depan, BI terus mengarahkan seluruh instrumen kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan memelihara stabilitas nilai tukar Rupiah, serta mendukung stabilitas sistem keuangan. Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan KSSK terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Fokus koordinasi kebijakan diarahkan pada mengatasi permasalahan sisi demand dan supply dalam penyaluran kredit atau pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Melalui kebijakan tersebut, BI optimis pemulihan ekonomi akan terus berlanjut. Tahun depan BI juga akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan yang rendah. dilansir Sindonews, Asisten Gubernur BI Aida S Budiman menuturkan, BI akan melihat berbagai kondisi untuk melakukan normalisasi kebijakan, tak terkecuali laju inflasi. Selama inflasi belum mengalami perbaikan, maka suku buga masih akan rendah pada tahun depan.
Pada kuartal 1 tahun 2021, suku bunga acuan juga diprediksi akan kembali menurun sebesar 25 bps. Dilansir liputan6.com, suku bunga acuan masih bisa turun kembali ke level 3,5%. Hal ini dilakukan untuk mempertimbangkan strategi lanjutan dari dampak kebijakan burden sharing. Pergerakan suku bunga acuan BI akan beriringan dengan keputasan The Fed yang diperkirakan membertahankan kebijakan moneter longgar untuk mendorong perekonomian.