Nyatanya Pemilu Tak Memengaruhi Perekonomian Jangka Panjang

Tri Apriyani | dibtasylichul
Nyatanya Pemilu Tak Memengaruhi Perekonomian Jangka Panjang
Ilustrasi pemilu (123rf)

Tahun 2019 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU)  dinilai cukup berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak. Kini, di tahun 2020 KPU kembali akan menggelar pemilu serentak di 270 daerah. Sempat menuai pro kontra dari berbagai kalangan terkait langkah yang diambil pemerintah apabila tetap menghelat pesta demokrasi di tahun pandemi ini. Namun pada akhirnya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 Perubahan Ketiga Atas Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 resmi diketok.

PKPU itu digagas oleh KPU bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi II DPR, dan Gugus Tugas Penganan Covid-19, dimana hasil keputusannya adalah tetap menggelar Pemilu serentak pada tanggal 9 Desember 2020. Untuk mendukung keputusan itu, KPU juga menggelar Sosialisasi Daring PKPU Tahapan Pemilihan Serentak 2020 pada tanggal 14 Juni 2020 silam. Hal ini untuk memastikan agar PKPU dipedomani dengan baik oleh Penyelenggara di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta masyarakat umum.

Apabila  kita cermati bahwa alasan mengapa Pemilu tetap digelar menurut Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri) lantaran Indonesia sudah memasuki era new normal. Sementara virus ini tidak ada yang tahu kapan akan berakhir. Prediksinya saja hingga 2-3 tahun ke depan. selain itu berkaca pada beberapa negara lain sepeti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Polandia, Iran, Bangladesh bahkan Korea Selatan pun tetap menggelar pemilu dengan protokol kesehatan. Sehingga tidak mungkin jika pemilu ditunda berlarut-larut.

Opini publik cukup beragam menyikapi hal ini. Di satu sisi digelarnya Pemilu saat normal saja membutuhkan anggaran yang besar, apalagi saat kondisi new normal seperti sekarang yang harus mempersiapkan anggaran untuk mematuhi aturan protokol kesehatan harus dipenuhi. Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas/ panitia Pemilu, tempat cuci tangan di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan lain sebagainya. Namun disisi lain, tidak sedikit pihak yang optimis bahwa Pemilu akan berjalan dengan lancar dan sukses serta membawa dampak utamanya dalam hal perekonomian nasional.

Secara anggaran memang iya, jikalau pemilu akan membutuhkan dana yang tidak sedikit dimasa seperti sekarang ini. Namun jika mengharapkan pemilu untuk memperbaiki perekonomian nasional sepertinya tidak begitu nampak pengaruhnya.

Menurut analisis dari Badan Pusat Statistik (BPS) berkaca dari Pemilu 2019, pesta demokrasi tahun lalu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Analisis ini didasarkan pada pola pergerakan data pada nilai tukar rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga-harga atau inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Pada masa pra dan pasca pemilu contohnya, nilai tukar rupiah dan IHSG mengalami pelemahan namun hanya beberapa minggu saja kemudian berangsur-angsur kembali normal mengikuti tren sebelumnya. Angka inflasi waktu itu juga cukup terkendali. Sementara pertumbuhan ekonomi (5,07 persen) hanya meningkat 0,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya di triwulan yang sama.

Dampak nyata pemilu sebenarnya hanya memunculkan sentimen negatif dalam jangka pendek. Sentimen negatif dimaksudkan sebagai reaksi pasar yang mengambil peluang dan posisi wait and see selama perhelatan pemilu. Seperti misalnya percetakan kertas untuk surat suara, sablon, pamflet dan stiker ataupun pernak pernik pemilu lainnya. Hal ini yang mendorong belanja pemerintah dan partai politik meningkat, sehingga memengaruhi kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka pendek saja. Perbandingan PDB triwulan 1 pada tahun 2018 dan 2019 juga terlihat cukup kentara. PDB triwulan 1 tahun 2018 pengeluaran pemerintah tumbuh 2,71 persen, sementara PDB triwulan 1 tahun 2019 pengeluaran pemerintah tumbuh 5,21 persen.

Analisis lain tentang pemilu tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian dalam jangka panjang juga diungkapkan dalam Buku "Dampak Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terhadap Abnormal Return Investor" karya Suwaryo (2008). Intisarinya bahwa pemilu sudah dapat diantisipasi oleh pelaku pasar modal. Harga saham sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Kemudian beberapa penelitian lain yang mengamati pola ekonomi saat pemilu tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019 juga mengungkap bahwa tidak semua sektor terpengaruh karena faktor politik ini.  Hanya sektor industri yang mendapat rangsangan positif sementara sektor lain seperti pertanian dan jasa hanya merasakan dampak yang kecil saja. Inilah yang disebut dengan sentimen negatif tadi. Satu sektor merasakan dampak perekonomian yang positif, sektor lainnya tidak.

Menggelar pesta demokrasi pada kondisi seperti ini boleh saja asalkan pemerintah memberikan kepercayaan dan jaminan keamanan kepada seluruh insan di republik ini. Jangan sampai catatan buruk seperti tahun lalu terjadi yang bahkan sampai sekarang masih menyisakan luka yang mendalam bagi demokrasi Indonesia. Terlalu optimis dan berharap bahwa pemilu akan memperbaiki perekonomian nasional sangat tidak disarankan untuk pemerintah. Perlu menjadi catatan penting bahwa peri kemanusiaan sebenarnya yang utama. Semoga pemilu serentak bisa sukses di akhir tahun ini.*

*Penulis adalah ASN BPS Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak