“Cinta menjadi kutukan abadi bagi manusia yang terlena dengan pertemuan, namun lupa akan kepergian dan kehilangan. Kita memang makhluk yang menyandang gelar ahli dalam melupakan. Tapi tidak luput dari pertemuan. Hidup terasa istimewa ketika pertemuan dengan sang pujaan hati telah mendekap dipelukan. Walaupun ketakutan mengenai akhir suatu hubungan selalu ada.”
Buku ini merupakan kumpulan prosa atau kumpulan cerita romantis yang disajikan secara sederhana. Setiap bait tulisan diusahakan memberikan efek samping bagi pembaca. Tujuannya agar mereka merasakan cipta Tuhan yang tak ujung akhir. Cipta yang dimaksud adalah cinta dan pencari cinta.
Perbedaan pandangan antara dua netra perempuan dan lelaki. Kedua makhluk itu memang sangat sukar menemui dekapan persamaan dalam memandang suatu hal. Tapi, dengan perbedaan itulah mampu menghasilkan sebuah rasa untuk saling melengkapi. Tentunya hal itu bisa tercapai jika ada pertemuan. Walaupun tidak semua pertemuan akan berakhir kebahagiaan, bahkan lebih sialnya lagi berujung perpisahan.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang spesial. Selain karena disertai akal, juga disertai perasaan. Dari perasaannya itulah sehingga menimbulkan usaha untuk bercinta. Semua itu murni terjadi sesuai hukum kodratnya sebagai ciptaan Tuhan yang penuh ketergantungan.
Tentunya tidak ada manusia yang berharap usahanya mencari cinta sejati terhenti bahkan berakhir secara tragis. Walaupun sesungguhnya setiap pertemuan akan selalu disertai perpisahan. Itulah sebabnya banyak manusia yang gagal memaknai suatu hubungan, karena mereka hanya menghendaki pertemuan saja.
Seorang pujangga yang mencari cintanya di persimpangan jalan pasti akan selalu mengatasnamakan perasaan. Itu naluri seorang pecinta. Tapi tidak selamanya perasaan akan menuntun kita menuju kepada tunggal tak bernama yang didambakan.
Mencari cinta tidak sekadar mengenai rasa, tetapi juga doa. Tuhan adalah sang pemilik cinta sejati. Sehingga tiada harap selain kepadaNya. Tuhan bukan pula tempat untuk bermain kata cinta, akan tetapi untuk meminta kekasih yang baik hati. Percuma kata-kata, kalau dusta menyertai.
Kami pernah merenungkan, bahwa sebenarnya hakikat cinta itu seperti apa? Apakah cinta menggambarkan pertemuan, perpisahan ataukah keabadian? Akhirnya karena kegilaan kami akan narasi cinta, sehingga tulisan sederhana ini yang sebagian kecil dari kenyataan disatukan menjadi sebuah naskah cerita.
Pengalaman mengajarkan kami satu hal, bahwa setiap perpisahan selalu menghasilkan ceritanya tersendiri. Mungkin kami atau kamu pernah mengalami tragedi perpisahan saat sedang sayang-sayangnya dengan si do’i. Tapi pernahkah kamu berpikir, saat kita telah mengakhiri hubungan ternyata aura kita sebagai manusia yang bernaluri akan selalu ada. Keberadaannya mendatangkan benih-benih cinta yang baru, bahkan semangat baru. Kemudian akan muncul pertanyaan, sebenarnya akhir itu ada atau tiada?
Orang meninggal dunia pasti akan dikatakan hidupnya telah berakhir. Pada kenyataannya masih ada kehidupan di atas langit. Mata memang tak mampu memandang, tetapi hati bisa merasakannya. Itulah yang disebut noumena. Intuisi kita bekerja untuk hati.
Sulit bagi manusia untuk menikmati noumena, sebab pengetahuan terbatas pada panca indera. Sedangkan pikiran sangat bebas bereksperimen. Mari kita membayangkan setiap kesempatan yang ada. Meskipun tidak semua kesempatan akan berpihak pada kita, yang pasti akhir itu masih menjadi tanda tanya. Namun, kami tidak menyerah untuk bereksperiman dengan literasi cinta yang dilukiskan dalam coretan kertas lusuh ini.
Buku ‘akhir itu tiada’ adalah cerita fiksi yang sedikit ilmiah. Bisa jadi ada di antara pembaca yang budiman pernah merasakan apa yang tertulis dalam buku ini. Kami tidak pernah menerka, hanya berusaha berkata sewajarnya tentang apa yang kami rasakan sebagai makhluk yang memiliki naluri.
Yakinlah, bahwa setiap makhluk yang berwujud manusia akan selalu ingin menapaki istana cinta yang sah. Sebab keabsahan sebuah cinta adalah jalan menuju tiada akhir. Kehidupan di dunia ini adalah sementara. Tujuan akhir adalah keabadian di akhirat. Segala yang ada di muka bumi ini tidak akan berakhir. Jika ada kematian, itu adalah awal perjalanan menuju kehidupan yang baru. Di kehidupan abadi tentu kita mengharapkan kebahagiaan. Caranya adalah sahkan cintamu dan tinggalkan bekas hitam yang dulu pernah ada. Sebab akhir itu tiada.
“Dunia dan seisinya ini hanyalah fenomena. Setiap tragedi yang terjadi di dalamnya adalah permulaan bukan pengakhiran. Kelahiran dan kematian merupakan dua hal yang berbeda prosesnya, namun tujuannya adalah hidup untuk memulai. Bayi lahir untuk memulai kisah baru di dunia nyata. Orang meninggal untuk memulai perjalanan menuju dunia yang abadi. Jika suatu ketika ada orang yang mengatakan bahwa orang yang meninggal berarti hidupnya telah berakhir, tentu hal tersebut tidak benar. Sebab orang itu akan menuju hidup yang baru di alam akhirat. Begitu juga dalam sebuah hubungan cinta. Jika menikah dianggap sebagai jalan akhir perjuangan, tentunya keliru. Sebab menikah adalah memulai kisah hidup baru untuk hal yang abadi.”
Data Buku :
Judul Buku : Akhir Itu Tiada
Pengarang : M. Aris Munandar dan Yuni Kartini
Penerbit : Jejak Publisher (Anggota IKAPI)
Tahun Terbit : Agustus 2020
Tebal Halaman : 234 Halaman
Oleh: M. Aris Munandar & Yuni Kartini / (Penulis Buku: “Akhir Itu Tiada”)