Sejak pandemi Covid-19 dan ditetapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar dan imbauan Di Rumah Saja, pola kehidupan masyarakat ikut berubah dan berpengaruh pada salah satu sektor ekonomi yaitu daya beli masyarakat. Banyak restoran dan pusat perbelanjaan yang tutup karena kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Sebab, aktivitas masyarakat diharuskan beraktivitas di dalam rumah mulai dari belajar, bekerja, hingga berbelanja.
Hal ini mengubah pola belanja masyarakat dari offline menjadi online. Associate Client Success Team MarkPlus, Inc. Chrestella Carissa mengatakan, terjadi perubahan perilaku pembelian. Selama masa pandemi frekuensi pembelian seperti kebutuhan pokok, makanan segar, dan makanan kemasan mengalami penurunan yang tadinya dibeli hampir setiap minggu menjadi bulanan. Kondisi ini belum bisa meningkatkan daya beli masyarakat.
Daya beli masyarakat rendah dikarenakan beberapa penyebab di antaranya yaitu cadangan keuangan sudah terkuras selama pandemi, banyaknya pemberhentian hubungan kerja (PHK) yang mengakibatkan perputaran uang terhambat, dan transaksi mobilitas orang juga terhambat karena adanya kebijakan PSBB.
Di sepanjang kuartal III-2020 Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi tiga bulan berturut-turut dimulai pada bulan Juli 2020 sebesar 0,10 persen mom, Agustus 0,05 persen mom dan Sepetember 2020 mencatat deflasi 0,05 persen mom Kepala BPS Suhariyanto mengingatkan bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut ini menandakan kalau daya beli masyarakat Indonesia masih sangat lemah.
Oleh karena itu, hal ini perlu diwaspadai. Selain itu, daya beli masyarakat rendah terbukti secara year on year (yoy) dari IHK mengalami inflasi sebesar 1,42 persen. Laju inflasi terus mengalami penurunan hal ini disebabkan karena daya beli masyarakat yang sangat rendah sejak bulan April sampai sekarang terus melambat. Bank Indonesia memperkirakan inflasi tahun 2020 sebesar 2 persen.
Penurunan daya beli berakibat menurunkan sisi permintaan (Demand). Rendahnya angka inflasi dan daya beli masyarakat menjadi perhatian Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020 di Jakarta, Kamis (22/10). Presiden mengatakan bahwa laju inflasi harus dijaga supaya tetap memberikan stimulus kepada produsen agar terus berproduksi.
Salah satu stimulus adalah harga yang kompetitif. Dalam situasi pandemi ini presiden menekankan titik keseimbangan antara sisi pasokan (supply) dan sisi permintaan (demand) harus dijaga. Selain fokus kebijakan upaya pengendalian harga tapi diarahkan juga agar daya beli masyarakat terjaga dan para produsen khususnya UMKM pangan juga bisa bergerak. Keseimbangan itu diperlukan agar tidak terjadi tekanan signifikan terhadap harga-harga ketika nanti perekonomian pulih dan saat daya beli masyarakat kembali menggeliat.
Saat ini pemerintah melaksanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan total alokasi anggaran mencapai Rp. 695,2 triliun, dan yang sudah terealisasikan sebesar 344,43 triliun atau 49,5 persen untuk mendorong permintaan hingga 19 Oktober 2020.
Adapun rincian realisasi anggaran PEN adalah sebagai berikut kesehatan sebesar Rp. 25,94 triliun (30 persen), perlindungan sosial Rp159,69 triliun (78 persen), sektoral kementrian / Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah sebesar 27,57 triliun (26 persen), dukungan UMKM Rp.90,42 triliun (73 persen) dan insentif usaha Rp28,32 triliun (23 persen).
Selain itu, untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah pusat juga menyalurkan insentif yaitu berupa:
- Program Keluarga Harapan (PKH) telah terealisasi mencapai Rp36,2 triliun (98,53 persen)
- Bantuan Sosial Tunai sebesar Rp24,9 (77,06 persen)
- Bantuan pangan Non-tunai (BPNT) sebesar Rp33,9 trliun (78,76 persen)
- Realisasi bansos sembako Jabodetabek Rp4,9 triliun (71,93 persen)
- Perlindungan anak telah terealisasi 83,59 persen
- BLT Dana Desa disalurkan dalam dua gelombang yang setiap gelombang terdiri dari tiga tahap setiap bulan masing-masing KPM mendapatkan dana senilai Rp600.000, sedangakan khusus KPM PKH menerima bantuan sosial beras (BSB) yaitu 15 kg selama tiga bulan telah terealisasi mencapai Rp3,1 triliun atau 59,56 persen
- Kartu Prakerja mendapat bantuan insentif sebesar Rp3.550.000 dibagi menjadi tiga bagian
- Subsidi Gaji disalurkan 2 bulan sekali sebesar Rp1,2 juta
- Bansos Produktif untuk bantuan Modal UMKM sebesar Rp2,4 juta melalui via transfer pemerintah menunjuk BRI dan BNI untuk menyalurkan dana dan skema bansos lainnya.
Berdasarkan beberapa insentif yang telah didistribusikan dari pemerintah ke masyarakat selama pandemi Covid-19 Danareksa Research Institute mengemukakan bahwa distribusi insentif dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga baik yang berpendapat rendah dengan pengeluaran kurang Rp1 juta mengalami peningkatan 9,20 persen (low-income) maupun berpendapat menengah (Middle income) dengan pengeluaran lebih dari Rp2 juta meningkat 3,50 persen pada September 2020.
Dana bansos digunakan oleh masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok (46,44 persen) dan diikuti pengeluaran daily indulgence (23,26 persen), membeli pulsa atau paket (19,89 persen), listrik (16,51 persen), membeli rokok (4,50 persen), membayar hutang (2,25 persen), renovasi rumah (0,38 persen),aktifitas hiburan (0,09 persen) dan sisanya untuk disimpan atau ditabung (5,53 persen).
Meskipun, insentif yang diberikan oleh pemerintah dapat meningkatkan konsumsi masyarakat tapi dinilai belum bisa mendorong daya beli masyarakat karena dinilai masih belum efektif untuk mendongkrak perekonomian hal ini disebabkan yaitu pertama, masih bertambahnya masyarakat berpenghasilan rendah banyak PHK dan UMKM gulung tikar. Kedua, daya beli masyarakat yang masih turun karena kalangan bawah tidak mampu membeli dan kelas menengah lebih memilih menahan diri untuk konsumsi.
Ketiga, pola penyaluran bantuan cenderung tidak continue dan belum merata mencakup seluruh kalangan masyarakat. Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Raden Paradede mengakui daya beli masyarakat tidak bisa ditingkatkan hanya dengan Bansos karena Bansos hanya mempertahankan konsumsi barang esensial masyarakat.
Konsumsi masyarakat salah satu pendorong ekonomi nasional. Terutama konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 56 persen dalam pembentukan PDB. Pada kuartal II-2020 konsusmi rumah tangga hanya menyumbang 57,85 persen. Namun, dalam kenyataannya masyarakat cenderung menahan belanja lebih banyak menahan dana dan menyimpannya.
Belanja masyarakat akan membuat roda ekonomi berjalan dan mendorong perputaran uang lancar. Jika dilihat banyak masyarakan yang mengurangi konsumsinya maka jumlah uang yang dipegang menjadi sedikit sehingga jumlah transaksi pun sedikit maka permintaan uang pun akan menurun.
Salah satu kunci untuk menyelamatkan ekonomi adalah konsumsi maka dari itu, pemerintah memberikan berbagai jenis insentif atau bantuan seperti subsidi gaji dan BLT yang diharapkan masyarakat untuk terus belanja kebutuhan primer dan produk buatan dalam negeri serta UMKM dan mendorong konsumsi rumah tangga hingga 0,7 persen .
Sehingga berapapun stimulus atau subsidi insentif yang diberikan jika masyarakat tidak bergerak dan tidak ada permintaan akibat tidak ada kegiatan ekonomi maka kurang efektif untuk meningkatkan daya beli masyarakat sehingga tetap lemah dan keadaan ekonomi akan tetap lesu akibatnya inflasi turun dan terjadi resesi.
Oleh: Rike Vidyana Setyame/Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Koperasi 2018,Universitas Negeri Jakarta