Indonesia menjalankan kerja sama internasional dengan negara Mesir yang sudah lebih dulu berdaulat. Kerja sama ini berhubungan dengan politik luar negeri. Kerja sama tidak dilakukan secara cuma-cuma melainkan adanya berbagai macam faktor atau kepentingan yang mendorong terjadinya hal tersebut seperti aspek sosial, ekonomi, Pendidikan, militer, maritim, pertahanan, serta politik atau kepentingan nasionalis.
Pasca kemerdekaan menjadi masa yang sangat sulit bagi Indonesia karena dibutuhkan dekolonisasi yang diakibatkan oleh Bangsa Eropa, dihilangkannya bentuk imperialisme, neokolonialisme ataupun kolonialisme. Hal ini bertepatan dengan prinsip Soekarno yang terpilih sebagai pemimpin Indonesia.
Ia melakukan sebuah Langkah untuk mendapatkan kedaulatan tersebut. Beliau mencoba untuk menjalin komunikasi dengan negara Mesir melalui diplomasi guna mendukung dan membantu mewujudkan keinginannya tersebut.
Alasan pemilihan Mesir sebagai target atau sasaran utama dikarenakan berbagai pertimbangan seperti persamaan agama yang mayoritasnya beragama muslim, perasaan senasib atas penjajahan beserta kolonisasi yang pernah dialami, adanya perantara sekaligus bantuan para pelajar Indonesia di Mesir demi tercapainya hal tersebut.
Faktor ini juga menjadi ruang pendekatan yang dirasa efektif oleh beliau. Proses diplomasi dilakukan tidak hanya dalam sekejap tetapi melalui proses yang cukup Panjang dan tak jarang terdapat hambatan serta rintangan hingga Indonesia mulai mendapatkan pengakuan kedaulatan secara De Facto dan De Jure dari setiap negara.
Kerja Sama Indonesia - Mesir
Pada tahun 1945, Indonesia setelah mendeklarasikan kemerdekaannya membutuhkan sebuah pengakuan secara De Facto maupun De Jure secara utuh dari wilayah yang sudah berdaulat sehingga memiliki kekuatan di ranah internasional serta dalam pengembangan wilayahnya. Akhirnya, pemimpin Indonesia pada masa itu adalah Soekarno mencoba menjalin komunikasi melalui cara diplomasi guna mendukung serta membantu mewujudkan keinginannya tersebut.
Mesir menjadi negara pertama yang diminta bantuan sekaligus target sebagai langkah awal di dalam perjuangan untuk mendapatkan kedaulatan Indonesia. Hal ini didasarkan oleh beberapa faktor.
Faktor Yang Pertama yaitu berdasarkan kesamaan agama islam dimana kedua negara sama-sama mayoritas beragama muslim dengan demikian kemungkinan untuk diterimanya permintaan kedaulatan semakin bertambah besar. Dengan kata lain hubungan saudara ,kekeluargaan, serta kekerabatan dijadikan prinsip utama di dalamnya sesuai dengan ajaran agama (sentimen agama).
Yang Kedua, memiliki sejarah kelam yang sama berupa penjajahan dan juga pengkolonisasian. Kolonisasi terhadap Mesir dilakukan oleh Inggris. Sedangkan, untuk Indonesia dikolonisasi oleh beberapa negara bagian Eropa. Perasaan senasib ini menjadi ruang yang dipertimbangkan oleh Indonesia.
Hal ini secara tidak langsung bertujuan untuk menentang segala bentuk imperialisme, neokolonialisme maupun kolonialisme di dunia. Terlebih lagi Mesir merupakan centernya negara - negara Arab yang menjadi panutan bagi mereka.
Yang Ketiga, adanya pelajar Indonesia di Mesir yang bersekolah menimba ilmu. Dengan adanya hal tersebut bantuan untuk mengkomunikasikan permintaan Indonesia mengenai kedaulatan juga semakin mudah.
Selain itu, bantuan dari pelajar bisa berupa tulisan-tulisan yang dikirimkan kepada pemerintahan Mesir melalui media kawat sehingga dapat membantu usaha Soekarno sebagai penggerak utama. Adapun dalam menyampaikan aspirasinya lebih terlihat berintelektual. Oleh karena itu, faktor ini ikut di dalam pertimbangan Soekarno memilih Mesir sebagai target utama.
Mr. Suwandi sebagai delegasi yang diutus pada tanggal 26 April 1946 akhirnya berangkat. Agenda yang sudah dijadwalkan setelah delegasi Indonesia sampai disana segera dilakukan yang mana dihadiri oleh petinggi-petinggi yang memiliki cukup pengaruh terhadap tujuan tersebut.
Di antaranya pemimpin Mesir, Menteri Luar Negeri, Sekertaris Jenderal Liga Arab, maupun pemimpin dari negara sekitarnya yang berpengaruh. Namun, tak lupa Mr. Suwandi juga mengunjungi Istana Abidin sebagai rasa hormat kepada raja Faruk dan dibalas dengan hangat oleh beliau.
Peran Liga Arab di Mesir sebagai media komunikator atau penghubung berbagai aspirasi. Salah satunya adalah persoalan wilayah Timur Tengah, Indonesia yang masih terikat oleh Belanda sehingga dibentuklah forum KAA (Konferensi Asia Afrika) sebagai wadah perundingan guna membebaskan wilayah tersebut. Poin yang ada juga dibantu oleh para pelajar Indonesia di Mesir.
Bekal pendidikan yang diperoleh dimanfaatkan ke dalam tulisan-ulisan yang mendukung propaganda politik kedaulatan Indonesia dan diajukan ke Pemerintahan Mesir juga beberapa Pemimpin lainnya melalui kawat. Selain itu, Abdul Rahman Hassan Azzam gencar melakukan diplomasi-diplomasi seperti Australia, Amerika Serikat, India, Afghanistan, maupun Filipina melalui para diplomat asing dan wakil anggota PBB untuk merundingkan aksi agresi militer Belanda sekaligus perjuangan kedaulatan Indonesia.
Sumber:
- Saputro, Trianto. 2017. Hubungan Diplomasi Indonesia Dengan Negara-Negara Arab Pada Masa Pemerintahan Soekarno (1946-1966). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
- Sari, Deasy Silvya. 2018. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Mesir Pasca Pemerintahan Husni Mubarak. Bandung: Universitas Padjadjaran.