Baru saja kita tenang, kini digaduhkan lagi oleh tamu tak diundang yang bernama omicron coronavirus. Kehadirannya mengusik segenap lini kehidupan dan merambat pada multi sektoral. Alur kehidupan yang awalnya biasa-biasa saja, kini menjadi ‘luar biasa’, maksudnya telah keluar dari kebiasaan.
Manusia secara kejamakan telah maklum bahwa ketidaknormalan ini akibat wabah yang hingga sekarang masih belum usai. Entah sampai kapan. Wallahu a’lam. Kita serahkan kepada Allah, Dzat yang menurunkan dan yang mengangkat penyakit.
Akibat wabah yang terus bergulir ini, banyak jiwa menjadi korban. Mulai dari seusia anak, dewasa hingga renta. Baik pedagang, pegawai, maupun tenaga medis.
Dalam kitab Badzlu al-Ma’un fi Fadhli al-Tha’un, Syeikh Ibnu Hajar al-Asqalani mengurai wabah penyakit, termasuk wabah tha’un. Salah satu yang dibahas dalam kitab tersebut adalah perbedaan antara tha’un dan waba’.
Untuk membedakan kedua istilah tersebut, Syeikh Ibnu Hajar mengutip pendapat para ulama ahli bahasan dan ahli kedokteran, semisal al-Khalil, Abu Bakar ibn al-Arabi, al-Ghazali, al-Mutawalli, Abu Walid al-Baji, dan Ibnu Sina.
Dari pendapat para ulama itu, disimpulkan bahwa istilah tha’un lebih khusus daripada waba’. Jika dianalogikan dalam konteks kekinian, tha’un adalah wabah atau pandemi yang bisa menimpa banyak orang tanpa tebang pilih, baik usia, jenis kelamin, agama, ras dan sebagainya. Sedangkan waba’ adalah penyakit yang menular. Pendek kata, setiap tha’un adalah waba’ dan tidak berlaku sebaliknya.
Kembali kepada pembahasan korban yang gugur. Apakah pasien covid-19 yang tak kunjung sembuh hingga meninggal dunia termasuk mati syahid? Lalu bagaimana dengan pasien covid-19 yang sembuh, kemudian beberapa tahun setelah wabah reda ia meninggal dunia? Bagaimana pula orang yang meninggal dunia di tengah wabah, tetapi sebab gejala penyakit biasa? Apakah juga syahid?
Syeikh Ibnu Ajibah al-Hasani di dalam kitab al-Bahrul Madid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid jilid 1 halaman 305 menegaskan bahwa terdapat tiga deskripsi yang masuk dalam kategori ini. Pertama, siapa pun yang dicirikan oleh itu dan wabah menimpanya dan ia mati, maka ia mati syahid. Kedu,: barang siapa terserang wabah, tetapi ia tidak mati dengannya, maka ia syahid, meskipun ia mati setelah itu. Dan yang ketiga, barang siapa yang tidak terpapar wabah sama sekali, dan mati bukan sebabnya, cepat atau lambat, maka ia (juga) mati syahid.
Berdasarkan pendapat di atas, dipahami bahwa pasien covid-19 yang meninggal dunia akibat terserang virus tersebut adalah mati syahid. Demikian pula jika ada seseorang yang terpapar kemudian sembuh, lalu beberapa saat setelah wabah reda, ia meninggal dunia, maka kematiannya ini tetap disebut mati syahid. Begitu pun dengan orang yang meninggal di tengah-tengah wabah, meski meninggalnya bukan lantaran wabah, juga terhitung mati syahid.
Semoga kita atau keluarga kita yang sedang berjuang melawan penyakit, segera diangkat penyakitnya dan lekas disembuhkan. Kita yang sehat, mudah-mudahan senantiasa dalam penjagaanNya dan sehat selalu, sehat yang bermanfaat untuk ketaatan kepada Allah Swt. Aamiin...
*) Fathorrozi, penulis lepas tinggal di Jember, lulusan Pascasarjana UIN KHAS Jember.