Pecandu Inhalan pada Remaja Semakin Marak, Bagaimana BNN Melakukan Penanganan?

Ayu Nabila | Rahmaniar
Pecandu Inhalan pada Remaja Semakin Marak, Bagaimana BNN Melakukan Penanganan?
Ilustrasi pecandu zat adiktif (freepik)

Penyalahgunaan obat-obatan dan zat terlarang pada remaja sudah menjadi fenomena yang serius dan merupakan masalah penting yang perlu dicarikan solusi. Ada banyak kasus yang bisa dijadikan contoh dari adanya tindak penyalahgunaan zat pada remaja, terutama terkait dengan inhalansia. Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda melansir bahwa menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), Provinsi Kalimantan Timur menempati urutan ketiga nasional dalam hal penyalahgunaan narkotika, hal ini diprediksi berbanding lurus dengan angka penyalahgunaan inhalan (lem) di kalangan pelajar dan anak jalanan, mulai dari anak-anak hingga remaja.

Selain itu, Antara News melansir pada 29 November 2021, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Maluku Utara mengamankan 14 anak dan remaja penyalahguna lem aibon atau bisa disebut pecandu inhalan. Inhalan atau Inhalansia sendiri adalah senyawa organik yang mudah menguap dan mudah ditemukan atau didapatkan di pasaran seperti lem (Foundation for a Drug-Free World, 2010).

Faktor penyebab para remaja ini menjadi pecandu inhalan antara lain faktor keluarga dan lingkungan. Biasanya mereka berasal dari keluarga yang tidak harmonis, keras, dan kurang kasih sayang. Mereka memilih menggunakan lem aibon karena tidak mampu membeli narkotika jenis lain (Bagaskara, 2013). Dari kasus yang ada, dapat kita ketahui bahwa intervensi dan layanan pada remaja pecandu zat dan obat-obatan sangat diperlukan. 

Pelayanan pengobatan untuk pecandu inhalan bisa menggunakan pelayanan medis, psikologis, keluarga, hukum, dan pendidikan. Pelayanan pengobatan harus diiringi dengan modalitas perawatan. Karena jumlah pecandu inhalan terbanyak adalah anak dan remaja, pelayanan pengobatan yang efektif adalah terapi keluarga dalam bimbingan terapis yang bisa didapatkan dari modalitas perawatan rawat jalan (outpatient care). Namun, untuk para pecandu inhalan yang tidak memiliki keluarga, bisa diberi pelayan pengobatan di modalitas perawatan rumah singgah atau rehabilitasi (residential care) yang disediakan pemerintah. 

Sayangnya, pelayanan rehabilitasi narkoba di negara ini belum begitu optimal. Rehabilitasi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) tidak sepenuhnya lancar karena terdapat beberapa kendala, di antaranya adalah kendala untuk mengharmonisasikan berbagai instansi yang bersinergi dengan BNN/Kota, keterbatasan dana, rendahnya peran serta masyarakat, serta kendala dalam sarana dan prasarana. Terkait dengan biaya, BNN menyediakan layanan gratis. Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Kalsel, Indah Laila, menyebutkan persoalan biaya rehabilitasi bagi pecandu narkoba memang masih menjadi diskusi pihaknya bersama kepolisian dan juga Badan Narkotika Nasional (BNN) setempat (Firman, 2021). 

TribunMakassar.com melansir pada Maret 2017 bahwa Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), sebuah lembaga yang dibentuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar tersebut, pernah membuka dan memberikan penanganan bagi pecandu inhalan  (Saldy Irawan, 2017). "Karena negara belum meng-cover (menyediakan) soal anggaran rehabilitasi, jadi pemda bisa membantu untuk suksesnya program penyembuhan bagi pecandu ini," tambahnya dalam Kalsel.antaranews.com. 

Sementara itu, kendala yang berkaitan dengan sarana dan prasarana adalah terbatasnya pegawai atau tenaga profesional seperti psikolog maupun konselor, yang berperan dalam menangani para pecandu. Kendala lain yang umumnya terjadi di UPT Pemasyarakatan adalah tata ruang rutan/lapas yang belum sesuai dan memenuhi kebutuhan rehabilitasi, seperti tidak tersedianya blok khusus/kamar untuk para pecandu, serta ruangan yang terlalu penuh dan sesak (Firdaus, 2020). Di mana keterbatasan tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan proses rehabilitasi. 

Penulis: Alfahira S. Tania, Amirul Salsabila F., Dais M. Rizki, Dede Tisa T., Rahmaniar Indah A., Yoga Rezki E. Ningsih Wulandari K. I.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak