Menurut organisasi Rape, Abuse, and Incest National Network (RAINN), pelecehan seksual atau sexual harassment merupakan bentuk perilaku atau perhatian yang bersifat seksual baik dalam bentuk verbal ataupun fisik yang tidak diinginkan ataupun dikehendaki dan berakibat mengganggu.
Banyak sekali kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada tahun 2021. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 8.800 kasus kekerasan seksual terjadi dari Januari sampai November 2021. Sementara itu, Komnas Perempuan juga mencatat ada 4.500 aduan terkait kekerasan seksual yang masuk pada periode Januari hingga Oktober 2021.
Menurut Santrock (2007), masa remaja sendiri adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menjembatani antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Dimulai dari rentang usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun.
Perkembangan biologis ini adalah masa pubertas di mana merupakan perubahan fisik yang cukup berbeda dari sebelumnya, dan hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa remaja menjadi target pelecehan seksual, terutama bagi remaja perempuan yang dipandang tidak berdaya.
Pencegahan dalam pelecehan seksual kerap bisa dibilang tidak ada pencegahannya karena kasus pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Para pelaku melakukan tindakan tidak terpuji ini tak mengenal tempat bahkan waktu. Tidak memandang terang maupun gelap.
Banyak kasus pelecehan terjadi ketika hari sedang terang entah pagi, siang, maupun sore hari. Namun, banyak pula kasus pelecehan yang terjadi ketika malam hari. Baru-baru ini terjadi pelecehan seksual di pesantren di Bandung yang melibatkan 21 santri sebagai korbannya. Hal ini tidak menghilangkan kemungkinan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja, bahkan tempat berbasis agama seperti pesantren sekalipun. Dari Komnas Perempuan sudah tercatat pada tahun 2020 pelecehan seksual terbanyak terjadi di ranah personal atau dalam rumah tangga yaitu sebanyak 6.480 kasus.
Pelecehan seksual dapat menyebabkan dampak pada sisi psikologis korban, menurut dr. Santi Yuliani, M.Sc., SpKJ, korban pelecehan seksual dapat mengalami kecemasan atau anxiety, depresi, post-traumatic stress disorder atau gangguan stress pascatrauma, hingga percobaan bunuh diri.
Korban pelecehan seksual sangat diperlukan untuk membuka suara atau speak up. Pada masa sekarang ini, speak up banyak dilakukan di beragam sosial media yang kemudian menjadi viral. Keberanian speak up diharapkan agar pelaku merasa segan dan korban tidak terus menerus meningkat secara cepat. Speak up juga membuat korban mendapatkan dukungan dari banyak orang untuk mengatasi trauma.
Lalu bagaimana penanganannya atau pelaporan apabila orang-orang terdekat mengalami pelecehan seksual?
Banyak penanganan yang dapat dilakukan baik oleh korban ataupun orang terdekat yang bisa membantunya. Untuk itu hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Pastikan keselamatan diri, setelah mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, korban mungkin merasa cemas, takut, malu, syok, ataupun bersalah, sehingga merasa ketakutan ataupun tertekan untuk berbicara kepada orang lain, akan tetapi kepada korban penting untuk mendapatkan bantuan.
- Apabila terdapat hal yang darurat bisa langsung menghubungi pihak polisi (110), layanan gawat darurat (119), dan ambulan (118) atau dalam keadaan memungkinkan segera datangi UGD RS terdekat.
- Kepada korban ataupun orang terdekat penting untuk menyimpan dan mengumpulkan barang bukti. Sekeras apapun ingin membersihkan diri atau membuang hal-hal yang berkaitan dengan kejadian, tetap jangan sampai hilang untuk memudahkan polisi dalam memprosesnya.
- Bicara dengan orang lain, korban pelecehan seksual sangat butuh untuk didampingi terutama anak-anak dan remaja karena mereka belum bisa mencerna secara cepat apa yang terjadi maka dari itu hubungi keluarga, orang terdekat, psikiater ataupun psikolog yang tidak menghakimi dan mendengarkan korban.
Korban kekerasan seksual dapat melaporkan dan menghubungi untuk mendapatkan bantuan mengenai kasusnya melalui:
- Komnas Perlindungan Anak Hotline 021-87791818 atau 021-8416157
- Komnas Perempuan 021-3925
- Kemen PPPA Layanan Call Center SAPA 129
- Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh Diri 500-454
- Komnas HAM 021-3925 230
- Melaporkan ke lembaga atau pihak yang berwenang di wilayah masing-masing seperti: kantor polisi, dinas sosial dan lembaga yang terdekat di wilayah masing-masing.
- Adapun untuk melaporkan kekerasan seksual di sekolah atau kampus bisa menghubungi Kemendikbud Ristek melalui beberapa kanal Unit Layanan Terpadu (ULT)
- Mengunjungi Portal Lapor di https://kemendikbud.lapor.go.id• Mengirim surel ke [email protected]
- Menghubungi kontak panggilan 177
- Mendatangi langsung ke kantor Kemendikbud Ristek di Gedung C, Lantai Dasar, Jendral Sudirman, Senayan – Jakarta.
Referensi :
- Indonesia, CNN. (2021, Desember 29). Marak Kekerasan Seksual Sepanjang 2021. CNN Indonesia.
- Komnas Perempuan. (2021). Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19 (Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020). Jakarta, DKI.
- Langit, A. (2021, November 18). Cara Lapor Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Berdasarkan Permendikbud 30/2021. Parapuan.
- Prasanda, A. (2021, Agustus). Ini Alasan Korban Pelecehan Seksual Akhirnya Berani Speak Up. Klikdokter.
- Putra, A. A. (2021, Juni 25). Dampak Pelecehan Seksual terhadap Kondisi Psikis Korban, Ini Kata Ahli. IDN TIMES.
- Quamila, A. (2021, Juni 21). Panduan Yang Harus Dilakukan Setelah Alami Kekerasan Seksual. Hello sehat.
- Santrock, J.W. (2007). Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga
Penulis : Desti Aprillia, Diyana Maliha Fauziyyah, Feren Ronafranaza Najoan, Haniifah Salsabila, Indira Rahmadwiyanti, Shofi Choirun Nisa, dan Verena Patrin Sihotang.