Pada masa pandemi Covid-19 diketahui terjadi peningkatan transaksi elektronik di Indonesia. Peningkatannya sangat tajam, yakni sebesar 66%, sedangkan penggunaan sistem pembayaran digital meningkat 37,8% (Ulya, 2020). Kebijakan pemerintah dengan memberlakukan pembatasan sosial di masa pandemi Covid-19 menyebabkan individu berusaha untuk tetap tingggal di rumah, sehingga berdampak pula pada hal pembelian. Dalam hal pembelian, sistem pembayaran digital dipandang mudah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan mobilitas terbatas (Badan Pusat Statistik, 2020b).
Pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku masyarakat dalam bertransaksi non-tunai dengan menggunakan dompet digital. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko infeksi virus Covid-19 menempel pada uang, kartu kredit, atau dari tangan ke tangan lainnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak masyarakat untuk mendaftar pembayaran tanpa kontak. Pembayaran tanpa kontak di sini demi mengurangi kontak pembayaran tunai dengan dompet digital atau e-transaksi (Sulistyowati, et al., 2020). Adanya transaksi menggunakan dompet digital merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi dan juga masyarakat dikenalkan dengan gaya hidup Cashless Society.
Cashless Society alias Gerakan Tanpa Uang Tunai erat kaitannya dengan digitalisasi. Oleh karena itu, generasi milenial adalah generasi yang membaca dan menghayati teknologi. Hal ini dinilai lebih mudah beradaptasi di tengah Internet of Things. Budaya baru seperti pembayaran tanpa uang tunai, bayar langsung pembayaran Cashless ini juga sangat praktis dan sederhana. Tentu sudah sewajarnya, sebagai ciri khas kaum milenial yang menyukai kepraktisan dan bisa dilakukan melalui smartphone.
Kehadiran gerakan Cashless Society di Indonesia masih menjadi perbincangan hangat di kalangan milenial. Di satu sisi, gerakan ini dianggap sebagai solusi paling efektif untuk mengatasi berbagai masalah transaksi atau pembayaran biasa. Di sisi lain, gerakan ini dianggap tergesa-gesa atau bahkan berbahaya. Tidak berarti menghapus uang tunai sebagai metode pembayaran sepenuhnya menjadi solusi terbaik, karena beberapa orang terus melakukannya. Berpendapat bahwa uang tunai adalah metode pembayaran yang paling efisien untuk beberapa pembelian.
Metode cashless berbasis sistem elektronik, pengguna harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang teknologi dan penggunaannya. Sistem cashless mengharuskan pengguna untuk dapat berinteraksi dan mengoperasikan perangkat elektronik berupa anjungan tunai mandiri (ATM), mesin pengumpul data elektronik (EDC), atau mobile phone. Hal ini bisa menjadi hambatan bagi sebagian orang yang belum terbiasa dengan teknologi, seperti penduduk lanjut usia yang masih melimpah di Indonesia. Inilah salah satu alasan utama mengapa transaksi cashless di Indonesia masih terkonsentrasi di ibu kota.
Selain itu, kemungkinan akan lebih sulit bagi mereka untuk mempercayai sistem tanpa uang tunai, maka lebih sulit untuk mengubah perilaku transaksional mereka. Pengguna harus menguasai teknologi dan penyampaian, pendidikan tidak bisa dilakukan dalam semalam. Oleh karena itu, diperlukan pelaksanakan sosialisasi pendidikan yang lebih kuat soal dompet digital atau transaksi metode cashless ini. Sebab, selain bisa digunakan untuk pembelian non tunai, bisa juga digunakan untuk fasilitas investasi. Pergi tanpa uang tunai tidak membuat kita lebih mewah, tetapi sebaliknya memungkinkan kita untuk merencanakan keuangan kita dengan lebih baik.