Yoon Suk Yeol Tolak Penghapusan Subsidi Mobil Listrik Hyundai-Kia di AS, Kenapa?

Hernawan | I Gusti Putu Narendra Syahputra
Yoon Suk Yeol Tolak Penghapusan Subsidi Mobil Listrik Hyundai-Kia di AS, Kenapa?
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol (Instagram/@sukyeol.yoon)

Presiden Korea Selatan, Yoon-Suk Yeol, menolak adanya penghapusan subsidi bea masuk terhadap mobil listrik Hyundai dan Kia yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah Amerika Serikat. Ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act (IRA)) tersebut mendapat penolakan dari banyak pejabat tinggi pemerintah Korea Selatan, termasuk dari pejabat partai politik Yoon sendiri, People Power Party, yang menjadi partai mayoritas di Parlemen Nasional Korea Selatan.

Melansir dari Reuters, pada Senin (19/9/2022), Yoon melanjutkan kunjungan kenegaraan dari London, Inggris, menuju New York City, AS, untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB yang ke-77. Pada sela acara tingkat multilateral tersebut, Yoon akan mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden AS, Joe Biden, di Markas PBB, New York City, untuk mendiskusikan tentang upaya Korea Utara yang terus meningkatkan intensitas uji coba rudal balistik di Semenanjung Korea, sekaligus menyampaikan penolakan para pengusaha dan pejabat tinggi pemerintah Korea Selatan atas pemberlakuan undang-undang IRA yang telah disahkan oleh Kongres AS dan ditandatangani oleh Biden pada 16 Agustus 2022 lalu.

Dalam undang-undang tersebut, pemerintah AS melalui Departemen Keuangan AS (US Department of Treasury) akan menghapus subsidi bea masuk terhadap mobil listrik yang diproduksi di luar wilayah Amerika Utara. Akibatnya, dua perusahaan raksasa otomotif Korea Selatan, Hyundai Motor Co beserta anak perusahaannya, Kia Corp, tidak lagi memenuhi syarat untuk menerima subsidi bea masuk karena seluruh mobil listrik kedua perusahaan tersebut diproduksi di pabrik yang berlokasi di Korea Selatan.

Mengetahui ketentuan tersebut, para pejabat tinggi pemerintahan di Seoul langsung melayangkan protes kepada pemerintah AS sebagai bentuk penolakan atas undang-undang tersebut. Mereka menganggap bahwa undang-undang tersebut merupakan bentuk pengkhianatan Biden terhadap komitmen ekonomi yang telah dibuat bersama dengan pemerintah Korea Selatan. 

Salah satu komitmen ekonomi tersebut adalah perjanjian investasi dan kerja sama ekonomi serta perdagangan antara perusahaan papan atas Negeri Ginseng tersebut dengan perusahaan manufaktur serta teknologi dan komunikasi AS telah yang akan direalisasikan dengan membangun pabrik manufaktur di beberapa negara bagian AS dan menyuntikkan dana segar dalam jumlah besar untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan.

Dalam pertemuan sela Sidang Majelis Umum PBB ke-77 yang akan berlangsung di New York City, New York, AS, Yoon akan melobi presiden AS ke-47 dari Partai Demokrat tersebut untuk menunda pemberlakuan ketentuan baru tersebut hingga Hyundai mampu menyelesaikan pembangunan pabrik yang berlokasi di negara bagian Georgia pada 2025 mendatang.

Dalam beberapa minggu terakhir, para pejabat tinggi Korea Selatan telah menggalang dukungan politik dari para pengusaha dan anggota parlemen lintas fraksi untuk menyampaikan penolakan mereka kepada para pejabat tinggi AS.  Menteri Perdagangan Korea Selatan, Lee Chang-Yang, direncanakan akan turut mendampingi Yoon dalam pertemuan dengan Biden untuk membicarakan undang-undang IRA tersebut.

Dalam keterangan resminya di Seoul pada Selasa (20/2/2022), Perdana Menteri Korea Selatan, Han Duck-Soo, menyampaikan, AS telah melanggar komitmen Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement) dengan Korea Selatan setelah mengesahkan undang-undang IRA bersama dengan Kongres AS. Meski begitu, pemerintah Korea Selatan akan fokus menyampaikan penolakan tersebut melalui dialog bilateral, di mana hasil pembicaraan tersebut akan disampaikan kepada para anggota parlemen.

Salah satu pejabat senior Korea Selatan di Seoul mengatakan, meski sulit diatasi, ada peluang bagi Korea Selatan untuk meminta AS menunda pemberlakuan undang-undang IRA. “Secara struktural, permasalahan ini sulit diatasi karena undang-undang IRA telah resmi ditandatangani menjadi hukum yang telah berlaku secara nasional. Namun, masih ada jalan bagi kita untuk melobi AS agar menunda pemberlakuan (undang-undang IRA),” kata pejabat senior yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.

Penasihat Ekonomi Nasional, Choi Sang-mok, mengatakan, pemerintah AS dan Korea Selatan tidak merencanakan agenda pertemuan pada sela acara Sidang Majelis Umum PBB ke-77. Meski begitu, melihat banyaknya kepentingan ekonomi Korea Selatan yang akan dikorbankan akibat undang-undang tersebut, pemerintah Korea Selatan akan terus melakukan berbagai lobi politik sampai pemerintah AS kembali bersedia untuk mendiskusikan masalah tersebut.

Satu pekan sebelumnya, Penasihat Keamanan Nasional Korea Selatan, Kim Sung-han, mengadakan pertemuan bilateral dengan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, untuk menyampaikan kekhawatiran pemerintah Korea Selatan terhadap dampak perdagangan yang ditimbulkan dari pemberlakuan undang-undang IRA terhadap ekspor mobil listrik Korea Selatan ke AS.

Yonhap News Agency melansir, usai pertemuan tersebut, Kim menyatakan bahwa Amerika Serikat akan melakukan peninjauan ulang terhadap dampak dari adanya pemberlakuan undang-undang tersebut. 

Dia (Sullivan) mengatakan bahwa (pemerintah AS) akan melihat kembali secara detail tentang seberapa jauh isu penghapusan subsidi bea masuk mobil listrik dapat berkembang beserta dampak yang akan ditimbulkan oleh undang-undang tersebut,” kata Kim dalam konferensi pers yang berlangsung di Honolulu, Hawaii, pada Rabu, (14/9/2022) waktu setempat.

Pemerintah Korea Selatan menganggap pemerintah AS perlu melakukan peninjauan kembali terhadap undang-undang IRA tersebut, mengingat adanya kekhawatiran perusahaan raksasa otomotif Korea Selatan, yaitu Hyundai dan Kia, terkait dengan munculnya hambatan perdagangan berupa bea masuk yang tinggi akibat tidak adanya insentif pajak yang dapat mengurangi biaya bea masuk secara signifikan.

Bea masuk yang tinggi membuat perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membayar bea masuk ke Internal Revenue Services (IRS), lembaga yang berada dibawah koordinasi Departemen Keuangan AS yang bertugas melakukan pemungutan pajak perusahaan asing yang beroperasi di AS, termasuk bea masuk produk barang dan jasa asing yang diimpor oleh AS. Hal ini tentu saja berdampak pada naiknya harga jual mobil di pasar domestik AS, sehingga manajemen perusahaan akan lebih memilih untuk mengurangi jumlah mobil listrik yang akan diekspor ke AS karena harga jual yang tidak dapat bersaing dengan harga jual mobil listrik produksi Tesla yang lebih murah.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak