Dari kejauhan terlihat gapura yang disusun dari botol plastik. Tak jauh dari gapura itu tampak pula timbunan kardus dan botol plastik.
Ternyata semua itu merupakan timbunan sampah anorganik yang telah ditimbang pihak Bank Sampah Agrowisata (BSA) Ibnu Al Mubarok. Bank sampah ini merupakan milik Yayasan Ulil Albab Al Ja'afariyah yang menaungi MI Ibnu Al-Mubarok.
Bank Sampah Agrowisata tepatnya di Jalan Sri Amanah RT 01/RW 03, Kelurahan Agrowisata, Kecamatan Rumbai Barat, Pekanbaru.
Berkat BSA ini, sekolah MI Ibnu Mubarok ini dinilai berhasil mengatasi persoalan sampah di lingkungan masyarakat. Bahkan berkat pengelolaan yang baik, BSA Ibnu Al Mubarok sudah menghasilkan pundi-pundi rupiah. Serta meraih banyak penghargaan dan jadi percontohan.
Basri, seorang petugas yang bertanggungjawab menjaga tempat itu mengatakan selain BSA, juga terdapat unit usaha lainnya. Sekolah MI Ibnu Al-Mubarok juga punya budidaya maggot, ternak ayam kampung, pupuk kompos, kasgot, pupuk cair lindi, lele bioflok.
“Jadi untuk sampah organik bisa dimanfaatkan seperti pakan maggot, nanti maggotnya dijadikan makanan ayam kampung. Selain ayam jadi sehat, telurnya juga bisa dijual atau ditetaskan. Sementara sampah lain seperti dedaunan bisa dijadikan pupuk kompos atau cair,” ujarnya, Senin, 22 April 2024.
Dengan begitu tak ada sampah yang terbuang. Selain bisa dimanfaatkan kembali, langkah ini merupakan cara untuk menyelamatkan bumi dari ancaman nyata limbah berbahaya seperti plastik.
Di tempat terpisah, Rinwiningsih, Ketua Yayasan Ulil Albab Al Ja'afariyah turut senang BSA Ibnu Al-Mubarok, bisa memberikan kontribusi positif untuk lingkungan. Program ini sudah dilakukannya sejak tahun 2020 dan kini telah bermitra dengan banyak pihak termasuk perusahaan swasta dan BUMN.
Ia menerangkan selain dari masyarakat sekitar, sampah-sampah plastik disetor dari siswa. Sampah yang dikumpul selama seminggu itu kemudian ditimbang, yang kemudian bisa diganti uang.
Siswa bisa meminta uang itu langsung atau ditabung. Jadi jangan heran di MI Ibnu Al Mubarok tidak ada tempat sampah di koridor dan sudut kelas. Sekitar 5 ton sampah anorganik yang dikelola BSA setiap bulannya.
Baginya tidak apa yang telah dilakukan ini juga bisa dikerjakan oleh siapa saja. Terpenting punya niat yang kuat untuk mengatasi masalah sampah. Karena dampak kerusakan lingkungan itu akan dirasakan sendiri oleh manusia.
"Apa yang saya lakukan ini bukan sesuatu yang sulit. Hanya saja perlu edukasi dan kebiasaan. Jangan menyepelekan seperti membuang sampah sembarangan. Coba dulu dari sampah dapur untuk diolah, nanti perlahan akan menjadi kebiasaan dan menyenangkan,” ujar wanita yang akrab disapa Rini itu.
Sampah Biang Masalah Kota Bertuah
Pantauan di lapangan, memang sampah-sampah dari rumah tangga atau pedagang terkadang dijumpai di pinggiran jalan protokol Pekanbaru. Bahkan dikabarkan setidaknya sekitar 100 ton sampah diangkut dari Pekanbaru yang dijuluki Kota Bertuah ini setiap hari.
Belum lagi kalau hujan lebat sebentar saja, membuat luapan air menggenangi jalan. Bagaimana tidak, drainase tersumbat akibat banyaknya sampah yang tersangkut.
Bahkan untuk menangani persoalan timbunan sampah ini, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru mengalokasikan ampir Rp60 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) tahun 2024.
Dengan langkah yang dilakukan Bank Sampah Agrowisata (BSA) Ibnu Al Mubarok bisa menjadi contoh agar sampah anorganik dan organik jangan lagi dipandang sebagai biang masalah. Namun bisa mendatangkan sumber penghasilan baru, sambil menyelamatkan linngkungan untuk generasi yang akan datang. (*)