Generasi Melek Politik bekerjasama dengan KOMAP FISIPOL Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan program Academia Politica. Program ini bertujuan untuk merespons kian buruknya dampak pariwisata yang tidak teregulasi dengan baik di berbagai kota di Indonesia.
“Eksploitatif vs. Berkelanjutan, Pariwisata Yogyakarta Pilih Mana?” dipilih sebagai tajuk Acadaemia Politica kali ini. Harapannya, dengan acara ini akan dihasilkan produk kebijakan pariwisata berkelanjutan, sekaligus menciptakan pemimpin muda yang paham akan isu krisis iklim.
Latar Belakang: Sisi Gelap Sektor Pariwisata
Dikenal sebagai kota pariwisata, Yogyakarta memang mendapatkan efek positif dari keberadaan wisatawan. Namun di samping itu, ada pula dampak negatif yang perlu diperhatikan, misalnya polusi udara, dan meningkatnya jumlah sampah akibat banyaknya wisatawan.
Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan baru terhadap praktik pariwisata di Yogyakarta untuk memastikan dampak negatif kepada lingkungan dapat dikurangi. Salah satu konsep yang dapat dilakukan adalah pendekatan sustainable tourism, dimana kegiatan ekonomi pariwisata juga mengedepankan kebaikan lingkungan. Banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya dengan menerapkan limitasi jumlah wisatawan seperti di Raja Ampat atau wacana kenaikan harga tiket di Candi Borobudur. Atau, program pelatihan warga sekitar dan pemberian insentif kepada bisnis pariwisata juga dapat dilakukan sebagai upaya perlindungan keberlanjutan kegiatan ekonomi pariwisata.
Academia Politica Yogyakarta: Eksploitatif vs Berkelanjutan, Pariwisata Yogyakarta Pilih Mana?
Academia Politica merupakan sebuah workshop simulasi policy-making yang berfokus pada agenda setting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Lewat Academia Politica, peserta mempraktikkan "roleplaying" menjadi Akademisi, DPR, Pemerintah, Non-governmental Organization (NGO), dan Korporasi atau Pebisnis. Hal ini dilakukan agar peserta bisa merasakan secara langsung skill komunikasi politik seperti apa yang dibutuhkan untuk membuat suatu kebijakan seperti public speaking, membangun argumen, dan negosiasi.
Program ini dibuat oleh Yayasan Partisipasi Muda atau dikenal dengan Generasi Melek Politik (GMP). Peserta terdiri dari pelajar SMA/K dan mahasiswa/I tingkat pertama dan ketiga di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Melalui kegiatan ini, Generasi Melek Politik ingin memberikan kesempatan kepada anak muda khususnya di daerah Yogyakarta dan sekitarnya untuk meningkatkan kepercayaan diri pemuda untuk menyuarakan aspirasinya, serta meningkatkan pemahaman tentang bagaimana proses kebijakan publik, dan mempraktikkan secara langsung langkah pembuatan kebijakan publik terutama kebijakan berbasis lingkungan dan berkelanjutan. Generasi Melek Politik ingin anak muda menjadi bagian dari solusi, aktif dalam menyuarakan pendapat mereka, dan berkolaborasi aktif dalam ranah pembuatan kebijakan.
Kegiatan ini menjadi seri kedua dari rangkaian Academia Politica yang diikuti 72 anak muda di Convention Hall Fisipol UGM yang berkolaborasi dengan Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP). Tujuannya adalah agar anak muda di Yogyakarta bisa mempunyai kesempatan dan kontribusi dalam proses kebijakan publik terutama dalam regulasi pariwisata berkelanjutan. Nantinya, peserta terbaik dalam program ini akan berkesempatan ikut dalam Council of Gen Z, kegiatan mempertemukan perwakilan anak muda Indonesia untuk berinteraksi langsung dengan Calon Presiden atau pun Tim Sukses Calon Presiden di Pemilu 2024.
Dalam sesi pembukaan, Direktur Eksekutif Yayasan Partisipasi Muda, Neildeva Despendya Putri, menyampaikan bahwa Generasi Politik membuat program Academia Politica dengan harapan agar anak muda paham mengenai pentingnya politik di kehidupan sehari-hari, bahwa setiap partisipasi politik akan berdampak pada kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Agar menjadi relevan dengan anak muda, Academia Politica dirancang dengan tema visual yang sedang menjadi tren budaya populer seperti misalnya Barbie, Squid Game, Harry Potter, dan Avatar.
Academia Politica diharapkan mampu memberikan pengalaman perumusan kebijakan publik dari kacamata masing-masing stakeholder seperti NGO sampai Pemerintah. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin muda Indonesia, agar ketika duduk di bangku pemimpin, mereka paham bahwa isu lingkungan adalah isu prioritas untuk bumi kedepannya.
Neildeva menjelaskan bahwa Academia Politica adalah ruang aman dan tempat belajar anak muda untuk berpartisipasi aktif dengan mendapatkan kemampuan agenda setting, negosiasi, argumentasi, hingga membuat rekomendasi kebijakan. Representatif Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Hasrul Hanif, menjelaskan bahwa ada 4 indikator penting dalam sustainable tourism, yaitu konservasi alam, pengelolaan limbah yang baik, konservasi budaya, dan penguatan dari ekonomi lokal. Selain itu, perlu adanya transparansi oleh para pembuat kebijakan mengenai pembangunan pariwisata dengan partisipasi aktif oleh masyarakat.
Selama ini yang sering luput adalah partisipasi aktif masyarakat. Padahal, partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk mengumpulkan pengetahuan lokal yang tepat sasaran bagi tiap-tiap lokus area wisata. Edelyne Mia Martanegara, Puteri Remaja Indonesia dan Parlemen Remaja DPR, membahas bagaimana cara anak muda untuk ikut serta dalam sustainable tourism. Menurut National Benchmark Survey dari Kawula 17, sebanyak 69% anak muda ingin berpartisipasi dalam isu lingkungan. Ada beberapa cara anak muda bisa ikut serta dalam sustainable tourism, mulai dari meningkatkan pengetahuan soal isu lingkungan, ikut kegiatan langsung, menyebarkan kegiatan lingkungan lewat media sosial, dan iku forum publik.
Kegiatan dilanjutkan dengan simulasi pembuatan kebijakan publik terkait pembuatan tempat wisata yang berkelanjutan, yang mana memposisikan anak-anak muda sebagai perwakilan Pemerintah, NGO, Korporasi, DPR, dan Akademisi. Diberikan waktu 30 menit untuk menyusun argumentasi sesuai dengan sudut pandang dan fungsi masing-masing peran yang telah dibagi sebelumnya.
Setelah berdiskusi, terdapat sesi untuk menyampaikan pendapat dan bernegosiasi antar kelompok satu dengan lainnya. Hingga akhirnya setiap kelompok melakukan voting untuk menyetujui suatu kebijakan yang telah dirumuskan, yaitu kebijakan yang ramah lingkungan. Di akhir sesi, Hasrul Hanif, selaku pembicara memberikan tanggapan terkait perumusan kebijakan tersebut. Yang mana, terdapat catatan bahwa ketika suatu kebijakan dirumuskan maka perlu memperhatikan prioritas masalah lalu diidentifikasi, dan setelah itu masuk ke langkah yang konkrit, dan pembagian peran dari masing-masing kelompok.